Aisyiyah sebagai organisasi otonom khusus tak terpisahkan dengan Muhammadiyah sebagai sebuah Gerakan. Muhammadiyah terus bergerak, dalam konteks ini Muhammadiyah adalah sebuah gerakan dan ‘Aisyiyah pun seperti itu. Gerakan yang harus terus dibangun, harus memiliki keyakinan dan komitmen yang kuat. Selain itu harus bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, yang terpenting juga harus rajin-rajin silaturahim (networking).  Pernyataan itu disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Drs. H. Abdul Malik Fadjar dalam Sidang Tanwir I ‘Aisyiyah di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta siang tadi (21/10).

Menurut mantan Mendiknas RI itu, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah bukan orang pas-pasan, tapi orang-orang Muhammadiyah – ‘Aisyiyah adalah orang yang menatap ke depan. Pesan kepada Ketua Stikes, Komunikasi ke siapa saja itu lebih hebat dari pada leaflet, ibu-ibu juru bicara yang bagus, juru bicara Stikes Aisyiyah, Juru Bicara ‘Aisyiyah.

Guru Besar Emiritus ini berpesan Semua gerakan Persyarikatan harus berkesinambungan, menyiapkan generasi-generasi penerusnya. Muhammadiyah 2015 harus sudah dipikir, Cita-cita Muhammadiyah. Gerakan Muhammadiyah berserta ortom-ortomnya tidak boleh berhenti. Ia mengingatkan Ketika kita sudah memiliki AUM Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan Perguruan Tinggi ‘Aisyiyah (PTA) harus selalu dirawat baik-baik.

“Dalam memimpin AUM dan organisasi harus memiliki Manajemen ilmu dan seni,  makin besar STIKES, makin kompleks, bisa tidak berbarokah, kalo kita tidak merawatnya dengan barokah. Jangan ada konflik, konflik itu tidak akan memberi kemajuan. Saya ingatkan jangan ada konflik dalam Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Seorang pemimpin harus bisa mengemong, itulah seni dalam mempimpin AUM” tambah Mantan Rektor UMM dan UMS ini.

Acara Sidang Tanwir I ‘Aisyiyah sendiri sudah dilaksanakan selama 4 hari sejak Kamis (18/10) dan dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A. Jumat (1910) sekaligus peresmian Kampus Terpadu Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Sejak dibukanya Bazar Tanwir I ‘Aisyiyah Kamis (18/10) yang lalu. Bazar hingga hari ini (21/10)  tetap berlangsung meriah. Bazar yang diikuti oleh warga ‘Aisyiyah dari berbagai daerah di seluruh Indonesia ini menjual baju batik bermacam motif, makanan ringan khas daerah, cindera mata, asesoris, serta berbagai souvenir.

“Harganya relatif sama, bahkan di sini lebih dekat dan praktis,” komentar Warsiti, M.Kep., Sp.Mat, Ketua Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta yang kebetulan sedang berbelanja bahan batik, sandal, masker, dan gantungan kunci di Bazar. Di arena Bazar juga terdapat stand makanan yang menyediakan berbagai jenis makanan. Dari sekian stand yang ada, Rujak Gobet menjadi stand paling laris. Rujak Gobet sebenarnya tidak jauh beda dengan jenis rujak pada umumnya. Hanya saja ia memakai nama yang berbeda sehingga menarik minat banyak pembeli.

Menurut salah satu peserta stand Bazar, pemasukan tiap harinya terbilang lumayan walaupun tidak semeriah saat Muktamar Muhammadiyah tahun lalu. Bazar kali ini dimeriahkan juga dengan berbagai lomba, seperti lomba kuliner dan lomba kreasi jilbab, serta live performent akustik dari mahasiswa UGM. Bazar akan ditutup pada hari minggu (21/10/2012) bersamaan dengan Penutupan Sidang Tanwir I ‘Aisyiyah.(www.muhammadiyah.or.id)

Eksistensi ‘Aisyiyah dalam membangun peradaban bangsa Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Sejak berdiri pada tahun 1917, sampai saat ini ‘Aisyiyah telah memiliki cabang hampir di seluruh pelosok Indonesia dan berkontribusi melalui dakwah dan jihad di berbagai bidang, antara lain pendidikan, ekonomi, kesehatan, pendidikan politik maupun usaha lain dengan berbasis pada gerakan Keluarga Sakinah dan Qoryah Thoyyibah.

Dalam kesempatan Tanwir I ‘Aisyiyah yang dilaksanakan di Kampus Terpadu Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta selama tiga ini (19-21/10/2012), Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah mengungkapkan bahwa dalam menjalankan dakwah dan jihadnya, ‘Aisyiyah membutuhkan sarana yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara organisasi dan anggota, maupun antara organisasi dan stakeholder eksternal lainnya, dalam hal ini adalah suara ‘Aisyiyah, Sabtu, (20/10).

Majalah Suara ‘Aisyiyah yang berdiri sejak 1926 pada mulanya terbit dengan menggunakan bahasa Jawa dan berisi tentang masalah pendidikan, praktis kewanitaan, psikologi populer, ajaran agama, berita organisasi, pergerakan wanita, pengetahuan umum dan penyebaran agama Islam, seperti seruan untuk kaum wanita agar menutup auratnya, memakai kerudung, menjauhi pergaulan bebas, mentaati adab sopan santun ke-Islaman dan sebagainya.

Guru Besar Filologi Fakultas Ilmu Budaya UGM ini menyampaikan bahwa Majalah Suara ‘Aisyiyah masa kini, berbahasa Indonesia, dengan materi organisasi dan kehidupan islam serta tersebar secara nasional sehingga apa yang dilakukan gerakan ‘Aisyiyah dapat terkomunikasikan diseluruh Indonesia.

Diakhir penyampaiannya, iamenegaskan bahwa “Suara ‘Aisyiyah saat ini memiliki fungsi strategis yaitu sebagai salah satu sarana dakwah melalui media massa dan merupakan perpanjangan tangan ‘Aisyiyah dalam mewujudkan cita-citanya. Suara ‘Aisyiyah juga berfungsi sebagai media informasi dan komunikasi pimpinan anggota di seluruh Indonesia, yang sangat strategis dalam memberikan perluasan pengetahuan dan penyadaran bagi peran perempuan dalam dunia domestik dan publik”. (www.muhammadiyah.or.id)

Tanwir ‘Aisyiyah hari kedua, Sabtu pagi (20/10/2012) yang dilangsungkan di Kampus Terpadu STIKES ‘Aisyiyah Yogyakartadibuka dengan Pleno ke VI dengan tema “Pandangan Muhammadiyah tentang Islam yang Berkemajuan” yang dipaparkan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. Diikuti oleh seluruh Anggota Tanwir I ‘Aisyiyahdari seluruh Indonesia yang bertempat di Hall lantai 4,“Prof. Dra. Siti Baroroh Baried”.

Menurut Haedar, pemikiran Ahmad Dahlan membawa perubahan bagi umat Islam terutama warga Muhammadiyah. Sejak 100 tahun yang lalu hingga sekarang sudah mulai memasuki abad yang ke-2. Setiap kelahiran abad baru akan melahirkan umat baru sebagai umat pembaharu. “ ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah lahir dari produk ijtihad yang saat itu masih bersifat konservatif dan sangat membelenggu kaum perempuan, sehingga muncul ide dari pemikiran KH Ahmad Dahlan saat itu untuk memajukan Islam”.Ujarnya di hadapan ratusan anggota Tanwir pagi tadi.

Selanjutnya, Haedar juga menyampaikan pandangan Muhammadiyah dengan pandangan Islam yang berkemajuan tidak akan pernah berhenti menyinari negeri dan semesta kehidupan. Kemajuan senantiasa menyertai dan menjadi nafas gerakan Muhammadiyah sepanjang perjalanan gerakannya. Dengan spirit dan pandangan Islam yang berkemajuan, Muhammadiyah mencerahkan umat, bangsa dan dunia kemanusiaanyang merupakan wujud dari ijtihad dakwah Islam sebagai Din al-Hadlarah dan menyebar risalah rahmatan lil-‘alamin untuk membangun peradaban yang utama dimuka bumi yang dianugerahkan Allah SWT.

Haedar yang juga Pimpinan Redaksi majalah Suara Muhammadiyah (SM) mengatakan bahwa tulisannya yang berisikan tentang Muhammadiyah dan Islam Yang Berkemajuan sudah sering ditulis di SM. “Konteks Islam Berkemajuan itu sangat luas, paparan demi paparan sudah kami jelaskan di majalah SM”. Usia Muhammadiyah yang sudah 1 Abad ini menurutnya perlu segera kembali menyiapkan strategi gerakan dakwah Islam yang berkemajuan sehingga langkah gerak persyarikatan semakin dinamis.(www.muhammadiyah.or.id)

Kalau dulu orang miskin dilarang sakit, sekarang bagaimana mengubah orang miskin yang sakit dilarang bayar”. Hal tersebut dikatakan oleh Prof. Dr. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, Ph.D, Wakil Menteri Kesehatan RI, dalam forum Sidang Tanwir I ‘Aisyiyah (20/10/2012), di Kampus Terpadu STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. Ali Ghufron menambahkan, orang miskin cenderung mempunyai konsep sendiri tentang sakit, “orang miskin tidak akan datang ke rumah sakit kalau belum benar-benar sakit.” ujarnya.

“Saya bangga, terharu dan senang bisa diundang dalam Sidang Tanwir ‘Aisyiyah, sekaligus melihat pembangunan Kampus Terpadu Stikes ‘Aisyiyah yang luar biasa membuat saya merinding. Mari kita bersyukur, kita berjuang lagi untuk umat, bangsa dan negara,” tambahnya.

Tentang peran Pemerintah dalam bidang Kesehatan, Ali memaparkan materi mengenai Kebijakan dan Strategi Pemerintah di Bidang Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Dhu’afa) serta sinerginya dengan ‘Aisyiyah. Manusia selalu menghadapi resiko termasuk sakit, dan orang miskin cenderung tidak berdaya menghadapi resiko sakit. Sedangkan konstitusi telah mengamanatkan bahwa rakyat berhak atas jaminan kesehatan dan pemerintah berkewajiban melakukan penjaminan. Hal tersebut, ujar Ali Ghufron, yang kemudian melandasi berbagai program jaminan sosial oleh pemerintah serta akan berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional pada 2014 nanti.

Ali menambahkan, saat ini, jumlah warga yang masuk dalam program Jamkesmas sebanyak 76,4 juta orang atau lebih banyak dari peserta Jamkesmas awal yang hanya berjumlah 36 juta orang. Pada tahun 2014 nanti saat diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), diharapkan seluruh masyarakat Indonesia memiliki jaminan sosial.(www.muhammadiyah.or.id)

Menurut Ali Ghufron yang juga Mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, berbagai bentuk kepedulian terhadap orang miskin sejatinya sejalan dengan spirit Al-Ma’un yang menjadi watak gerakan praksis sosial Muhammadiyah-‘Aisyiyah. Bahkan, tegas Ali, di dalam QS. Al-Ma’un juga telah disebutkan bahwa seorang mukmin yang tidak menyantuni orang miskin digolongkan sebagai pendusta agama.

Muhammadiyah-‘Aisyiyah, dalam pandangan Ali Ghufron, telah mengimplementasikan QS. Al-Ma’un dalam gerakan praksis, termasuk di bidang kesehatan melalui berbagai amal usaha layanan kesehatan, memperbanyak jumlah tenaga kesehatan, serta pemberdayaan kesehatan komunitas. Anggota Tim Ahli Majelis Pembina Kesehatan Umum PP Muhammadiyah ini berharap, terkait kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan, kehadiran ‘Aisyiyah menjadi begitu penting untuk melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan pemerintah termasuk penggunaan Biaya Operasional Kesehatan (BOK).(www.muhammadiyah.or.id)