Tanwir I ‘Aisyiyah (19-21/10) resmi dibuka oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Dien Syamsuddin. Selain itu, dalam kesempatan yang sama dilakukan juga Peresmian Kampus Terpadu Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Dra. Noordjannah Djohantini, MM., M.Si. Pembukaan Tanwir dan Peresmian Kampus Terpadu Stikes ‘Aisyiyah dihadiri juga oleh Menteri Kehutanan RI, H. Zulkifli Hasan, SE, MM; Bupati Sleman, Drs. H. Sri Purnomo, M.Si; Wakil Bupati Gunung Kidul, Drs. Immawan Wahyudi; Ketua Kopertis Wilayah V, Ketua APTISI, serta 1000 orang dari Pimpinan ‘Aisyiyah se Indonesia.

 

Dien mengungkapkan bahwa kesuksesan penyelenggaran Tanwir terletak pada kemauan dan kemampuan ‘Aisyiyah untuk melakukan substansiasi atau pemaknaan terhadap keputusan Muktamar ‘Aisyiyah serta kontekstualisasinya dengan dinamika zaman. Tema Tanwir “’Aisyiyah Jelang Satu Abad: Gerakan Praksis Sosial Al-Ma’un untuk Kemajuan Bangsa”, menurut Dien, semakin menegaskan kontribusi ‘Aisyiyah bagi kemajuan bangsa berbasis gerakan praksis Al-Ma’un yang merupakan watak gerakan ‘Aisyiyah-Muhammadiyah. Dari asal katanya, tambah Dien, Al-Ma’un berarti hal yang berguna, sehingga gerakan Al-Ma’un merupakan gerakan yang menyebarkan manfaat dengan membangun dan memperkuat landasan budaya kehidupan masyarakat. Itulah yang membedakan watak gerakan Muhammadiyah dengan gerakan struktural yang banyak dilakukan oleh partai politik.

Pada kesempatan tersebut, Noordjanah Djohantini juga mengatakan bahwa kekuatan ‘Aisyiyah yang berbasis jamaah dan amal usaha yang tersebar di seluruh Indonesia ini menjadi kekuatan strategis untuk memajukan bangsa. ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan muslim Muhammadiyah telah menempuh perjalanan panjang berkiprah bagi bangsa dan peradaban Islam selama hampir 1 abad dengan membawa misi Amar Ma’ruf Nahi Munkar. “Kontribusi ‘Aisyiyah dilakukan melalui dakwah dan jihad di berbagai bidang, antara lain pendidikan, ekonomi, kesehatan, pendidikan politik maupun usaha lain dengan berbasis pada gerakan Keluarga Sakinah dan Qoryah Thoyyibah,” tambahnya. Berkat kontribusinya, ‘Aisyiyah telah memperoleh penghargaan 3 (tiga) penghargaan, antara lain dari Kementrian Kehutanan, Anugerah Peduli Pendidikan, dan MDG’s Award atas peran strategis ‘Aisyiyah bagi kemajuan bangsa yang sejatinya telah dimulai sejak ‘Aisyiyah berdiri.(www.asiyiyah.or.id)

“Kesenjangan antara kaum kaya dan miskin masih menjadi penyebab kemiskinan di Indonesia.” Hal tersebut disampaikan oleh Dien Syamsudin dalam Konferensi Pers pada Jum’at (19/10) di lokasi Sidang Tanwir I ‘Aisyiyah, Kampus Terpadu Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Muhammadiyah-‘Aisyiyah dapat berkontribusi dengan melakukan revitalisasi gerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah melalui Gerakan Praksis Sosial Al-Ma’un.

Noordjannah Djohantini kemudian menyampaikan, bahwa salah satu bentuk Gerakan Praksis Sosial Al-Ma’un sudah dilakukan ‘Aisyiyah dengan mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga (BUEKA) serta memproduksi detergen MELIN. ‘Aisyiyah juga melakukan investasi penanaman pohon sebagai strategi pendanaan organisasi. Di bidang pendidikan, selain mengelola amal usaha pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi, ‘Aisyiyah juga mengelola 4000 Keaksaran Fungsional hingga ke daerah-daerah pelosok.(www.aisyiyah.or.id)

Pembukaan sidang Tanwir ‘Aisyiyah 1 periode 2010-2015 hari ini (19/10) secara resmi dibuka oleh Prof. DR. Dien Syamsuddin, bertempat di Kampus Terpadu STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. Pada pidato sambutan kali ini, Ia mengucapkan rasa syukur yang mendalam, atas terselenggarakannya Sidang Tanwir ‘Aisyiyah 1 dan menyampaikan bahwa setiap kegiatan yang diadakan oleh ‘Aisyiyah selalu tertata rapi dan apik, ibarat rangkaian bunga yang harum. Pada kesempatan kali ini, Dien juga menjelaskan arti kata Tanwir yang merupakan nama lain dari permusyawaratan berarti pencerahan, penyinaran, pencahayaan. Tanwir merupakan suatu permusyawaratan tertinggi dibawah Muktamar Muhammadiyah. Dalam pidatonya kali ini, Ia menyampaikan bahwa hingga saat ini di Indonesia tidak ada satu pun organisasi yang mempunyai istilah-istilah yang khas seperti halnya organisasi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.

Dien berharap para peserta Sidang Tanwir harus mampu menjalankan dwifungsinya yaitu mampu melakukan substansiasi atau pemaknaan terhadap keputusan Muktamar ‘Aisyiyah serta mampu mengkontekstualisasikan dengan dinamika zaman dan kehidupan di masyarakat. Ia juga menegaskan bahwa, keberhasilan sidang Tanwir ini sangat ditentukan oleh kedua komponen tadi, yaitu penguatan dan pengaitan. Tema Tanwir “’Aisyiyah Jelang Satu Abad: Gerakan Praksis Sosial Al-Ma’un untuk Kemajuan Bangsa”, menurut Dien, semakin menegaskan kontribusi ‘Aisyiyah bagi kemajuan bangsa berbasis gerakan praksis Al-Ma’un yang merupakan watak gerakan ‘Aisyiyah-Muhammadiyah. Dari asal katanya, tambah Dien, Al-Ma’un berarti hal yang berguna, sehingga gerakan Al-Ma’un merupakan gerakan yang menyebarkan manfaat dengan membangun dan memperkuat landasan budaya kehidupan masyarakat. Itulah yang membedakan watak gerakan Muhammadiyah dengan gerakan struktural yang banyak dilakukan oleh partai politik.

Dien, menambahkan bahwa sifat dari gerakan Al-Ma’un adalah bersifat Amaliah, yaitu sifat yang memadukan antara iman dan amal. Dien, menyampaikan bahwa tema Tanwir “GERAKAN PRAKSIS SOSIAL AL-MA’UN UNTUK KEMAJUAN BANGSA”, mengambil kata Gerakan Praksis yang merupakan suatu kata mendalam maknanya, berarti suatu kelompok yang mengamalkan Islam secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Praksis merupakan suatu kemampuan dalam berorientasi tidak hanya dalam tataran ide saja, tetapi juga memiliki aksi yang nyata. Pada akhir pidatonya, Ia menegaskan bahwa “’Aisyiyah selama ini telah menunjukkan dinamika kemajuan yang signifikan sebagai organisasi perempuan di Indonesia dan ‘Aisyiyah telah mampu mengimplementasikan gerakan praksis Al-Ma’un melalui amalan-amalan usaha yang memberikan banyak manfaat di masyarakat.(www.aisyiyah.or.id)

Bertepatan dengan pembukaan Sidang Tanwir Jelang satu abad ‘Aisyiyah pada 19 Oktober 2012, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah juga mengadakan peresmian gedung baru kampus terpadu Stikes ‘Aisyiyah yang beralamatkan di Jl. Lingkar Barat, Pundung, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Dalam sambutannya, Warsiti M.Kep., Sp.Mat selaku Ketua STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta mengatakan, “Berdirinya Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta merupakan bukti konkret berkembangnya amal usaha ‘Aisyiyah di bidang pendidikan.”

Peresmian ini dihadiri oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Dien Syamsyuddin, Menteri Kehutanan RI, H. Zulkifli Hasan, SE, MM; Bupati Sleman, Drs. H. Sri Purnomo, M.Si; Wakil Bupati Gunung Kidul, Drs. Immawan Wahyudi; Ketua Kopertis Wilayah V, Ketua APTISI, serta 1000 orang dari Pimpinan ‘Aisyiyah se Indonesia. “Diharapkan, keberadaan STIKES ‘Aisyiyah ini dapat memberikan manfaat yang luas sehingga bisa mewujudkan Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin.” tambah Warsiti.

Kemudian Dr. Bambang Supriyadi,CES.,DEA, selaku Ketua Kopertis Wilayah V juga merasa senang dengan peresmian kampus terpadu Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Ia berharap, berdirinya kampus terpadu Stikes ‘Aisyiyah ini dapat memacu kemajuan Stikes ‘Aisyiyah. Ia menginformasikan, saat ini, dari 6000 mahasiswa sekolah tinggi kesehatan di Yogyakarta, sebanyak 2500 mahasiswa atau hampir sepertiganya merupakan mahasiswa Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Bambang juga menyambut baik rencana Stikes ‘Aisyiyah untuk membuka Program Pascasarjana Kebidanan sebagaimana yang dilontarkan oleh Ketua STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.(www.aisyiyah.or.id)

Sidang Tanwir ‘Aisiyah I yang diselenggarakan di kampus terpadu Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta kali ini memiliki makna penting dan strategis bagi ‘Aisyiyah. Melalui Sidang Tanwir ini, ‘Aisyiyah dapat melakukan evaluasi dan refleksi diri menyongsong usia satu abad sekaligus sebagai momentum pergantian Abad ke satu menuju abad kedua.

Pada Pidato iftitah Sidang Tanwir ‘Aisiyah I, mengambil tema : GERAKAN PRAKSIS SOSIAL AL-MA’UN UNTUK KEMAJUAN BANGSA”, ini menggugah kesadaran ‘Aisiyah atas perjalanan panjang penuh dinamika dari organisasi perempuan Muhammadiyah yakni perjuangan untuk berjihad dalam memajukan seluruh aspek kehidupan melalui penguatan spiritual, akhlaq, pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan sosial, dan usaha lainnya berbasis jama’ah diseluruh tanah air.

Pada kesempatan ini, Noordjanah Djohantini juga mengatakan bahwa pembaruan ‘Aisyiyah dilakukan atas dasar keyakinan dan pandangan islam yang berwawasan “al-ruju’ ila al Qur’an wa al-Sunnah” dengan mengembangkan ijtihad untuk menuntun kehidupan manusia dalam hablun minAllah dan hablun minannas.

Kiprah partisipasi dan konstribusi ‘Aisyiyah diberbagai bidang kehidupan sudah banyak dan telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah dengan diberikannya 3 (tiga) penghargaan pada 2012 antara lain dari Kementrian Kehutanan, Anugerah Peduli Pendidikan, dan MDG’s Award atas peran strategis ‘Aisyiyah bagi kemajuan bangsa yang sejatinya telah dimulai sejak ‘Aisyiyah berdiri. Selain itu Kontribusi ‘Aisyiyah ini dilakukan melalui dakwah dan jihad di berbagai bidang, antara lain pendidikan, ekonomi, kesehatan, pendidikan politik maupun usaha lain dengan berbasis pada gerakan Keluarga Sakinah dan Qoryah Thoyyibah.” tambahnya

Dalam pidato iftitah kali ini, Noordjanah menyampaikan beberapa permasalahan yang sering terjadi di masyarakat, seperti maslaah politik, ekonomi, ketahanan pangan, dan kekerasan perempuan.

Mengenai masalah politik, Noordjanah mengungkapkan bahwa “Saat ini politik hanya sekedar alat meraih kekuasaan, uang, dan kedudukan, bukan memperjuangkan kepentingan rakyat tapi lebih mengutamakan kepentingan individu. Selin itu, Moneypolitik sudah menjadi budaya politik diseluruh kalangan.”

Sedangkan bicara masalah ekonomi dan ketahanan pangan, Noordjanah mengungkapkan bahwa “Kapitalisme global dan liberalisasi ekonomi mematikan ekonomi rakyat kecil sehingga menjadikan kesenjangan ekonomi semakin lebar. Masyarakat cenderung mengutamakan materialisme, hedonisme, dan oportunisme dalam kehidupan sehari-hari. Ketahanan pangan banyak berkaitan gizi buruk yang dialami anak-anak indonesia. Masalah pangan bukan sekedar terpenuhinya kebutuhan pangan tapi tentang bagaiaman ketersediaan pangan, asal dari mana, dan tentang ketahan dan kedaulatan pangan. Bagi ‘Aisyiyah masalah pangan jua perlu memperoleh perhatian karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat yang berpengaruh pada aspek kehidupan.”

“Pengaruh media masa memiliki peran strategis di ruang publik Tidak disangkal media memiliki peran untuk mencerdaskan bangsa, namun tetapi media masa terutam televisi dan media sosial menjadi wahana berkembangnya pornoaksi, pornografi, ghibah, dan tidak jarang melakukan pembohongan publik.” tambahnya.

Noordjannah menyampaikan, “Kekerasan perempuan ditunjukkan dengan meningkatnya perceraian akibat KDRT, poligami, perkosaan, dan lain sebagainya. Sementara kekerasan pada anak, bisa berbentuk kasus bullying, tawuran, narkoba, kekerasan seksual. Hal ini terkait situasi sosial, ekonomi, politik, dan agama yang tidak positif.”

Diakhir pidatonya, Noordjannah menegaskan “Dalam menghadapi masalah dan tantangan, ‘Aisyiyah memerlukan revitalisasi, antisipasi (idealis dan pemikiran) dan praksis pergerakan. Pertama, pada sisi idealisme ‘Aisyiyah dituntut memperkokoh idealisme dalam dirinya agar nilai idealisme (prinsip ideologi gerakan dan komitmen idealisme) terpelihara. Kedua, pengembangan pemikiran. ‘Aisyiyah memerlukan pemikiran yang kokoh dalam menghadapi isu-isu perempuan yang bersifat aktual dan mutakhir. Tanwir ini penting bagi para pimpinan ‘Aisyiyah untuk menjadi ajang membahas masalah dan tantangan yang besar dengan pemikiran luas dan mendalam.” (www.aisyiyah.or.id)