Tiga tonggak sejarah penyembelihan hewan qurban. Pertama adalah perintah qurban pertama kali dimulai sejak zaman nabi Adam yakni yang dilaksanakan oleh kedua orang puteranya (Qabil dan Habil). Kedua adalah qurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim -Ismail. Ketiga adalah qurban yang disyareatkan oleh Nabi Muhammad yang telah mencapai bentuknya sempurna.
”Qurban yang disyariatkan kepada kita disamping juga ditekankan keikhlasannya, ditentukan pula jenis-jenis hewannya dan siapa yang berhak menerimanya, dengan demikian qurban pada syariat Nabi Muhammad menyentuh pula aspek kemanfaatan kepada masyarakat, keihlasannya jelas untuk Allah semata,” ujar Prof. Dr. Syamsul Hadi, SU., M.A, di hadapan jama’ah shalat Idul Adha yang memadati boulevard STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta, Selasa, (15/10/2013).
Syamsul Hadi melanjutkan, bahwa ajaran Islam tentang zakat, infak, shadaqah dan qurban, serta pemberian kepada orang lain, akan terlihat klasifikasi aghniya (kaya) dan masakin (miskin dan bersahaja). Pembedaan tersebut menekankan kepada tugas masing-masing. Yang mendapatkan kemurahan rizki lebih banyak bertugas memberi, sedangkan yang lain (miskin) lebih banyak bertugas menerima. Pada suatu saat yang sekarang bertugas menerima pemberian mungkin karena ridha Allah bertugas pula untuk memberi.
”Ajaran Islam tentang infaq, zakat, shadaqah da qurban tersebut berlaku sepanjang masa dan diharapkan dapat dikembangkan untuk menjembatani perbedaan antara dua kelompok tersebut atau menjembatani kesenjangan soaial,” tegasnya.
Pada tahun ini, STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta berkurban 20 hewan qurban yang terdiri dari tiga ekor Sapi dan 17 ekor Kambing. 14 hewan qurban didistribusikan berbagai desa binaan dan berbagai lembaga maupun masyarakat sekitar berdasarkan proposal yang diajukan. Dan lainnya di sembelih dilingkungan kampus STIKES ‘Aisyiyah (4 kambing dan 2 sapi).
