Penuntasan masalah gizi menjadi isu penting, khususnya di masa kampanye capres dan cawapres periode tahun 2024 ini. Tentunya, banyak program yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan turut dikampanyekan untuk memperoleh simpatisan, massa serta memilih pasangan capres dan cawapres pada 14 Februari 2024.
Stunting masih menjadi isu yang penting, diangkat oleh ketiga pasangan capres dan cawapres dalam laga panggung politik pemilu 2024. Berbagai program dibahas selama masa kontestasi serta debat terbuka. Capres no 1 menargetkan tidak ada lagi masalah gizi buruk di Indonesia, sebab baik kesehatan dan pendidikan merupakan investasi masa depan suatu bangsa. Selanjutnya Capres no 3 memberikan perhatian dan dukungan gizi pada ibu hamil, dimana para bumil yang sehat tentunya menurunkan generasi yang sehat, memiliki tumbuh kembang serta daya fungsi otak yang maksimal. Sementara itu, pasangan terakhir memiliki program untuk meningkatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) bagi anak dan usia lanjut (lansia), dimana program ini seakan lanjutan dari program pemerintah sebelumnya.Termasuk program yang digembar-gemborkan paslon no 2 ini adalah makan siang dan minum susu gratis di sekolah.
Mengapa isu gizi penting bagi sebuah negara?
Gizi secara intrinsik berhubungan dengan hak untuk makan serta hidup sehat. Semua orang harus memiliki akses terhadap makanan sehat serta bergizi untuk menghasilkan perkembangan, pertumbuhan serta produktivitas kerja yang optimal. Sebagai kebutuhan dasar, pemenuhan gizi yang baik dianggap sebagai investasi (tabungan) sumber daya manusia yang memberikan keuntungan saat ini dan masa depan.
Banyak bukti penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan gizi berdampak terhadap kesejahteraan serta ekonomi suatu bangsa. World Bank menjelaskan bahwa intervensi gizi dapat meningkatkan ekonomi suatu bangsa. Penelitian yang dilakukan di Universitas Indonesia menjelaskan bahwa Indonesia mempunyai potensi kerugian ekonomi akibat stunting pada balita yang berkisar antara Rp15.062 hingga Rp67.780 miliar. Jumlah tersebut setara dengan kisaran 0,89-3,99% dari total PDB pada tahun 2021. Kerugian negara terkait dengan produktivitas sumberdaya yang rendah dapat dicegah jika dilakukan investasi yang memadai pada intervensi-intervensi yang sudah terbukti, terutama intervensi-intervensi yang berfokus pada memastikan nutrisi yang optimal dalam rentang waktu 1000 hari yang kritis antara awal kehamilan seorang wanita dan ulang tahun kedua anaknya.
Sejarah Perkembangan Gizi
Enam puluh empat tahun sejak berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan yang didirikan oleh Lembaga Makanan Rakyat pada 25 Januari 1951, pengkaderan tenaga gizi Indonesia didirikan. Sebuah sejarah, dimana pertama kali negara memberikan perhatian sumberdaya manusia akan gizi, makanan, dan kesehatan. Tujuan didirikannya sekolah tersebut untuk memperbaiki gizi Indonesia.
Sekolah dan pendidikan, sebuah investasi untuk masa depan hingga saat ini. Ini menunjukkan bahwa tenaga gizi berkembang pesat hingga perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan data Dari Asosiasi Pendidikan Tinggi Indonesia (AIPGI), telah tercatat sebanyak 33 Prodi D3 Gizi, 17 Prodi D4 Gizi, 103 Prodi Sarjana Gizi, 9 Prodi Profesi Dietisien, 6 Prodi Magister dan 2 Prodi Doktoral Gizi. Sungguh, berapa banyak lulusan diploma, sarjana, master dan dokter setiap tahunnya? Bukan hal yang mustahil bahwa sumberdaya tenaga gizi yang dimiliki siap untuk mewujudkan program Indonesia Emas 2045.
Kisah Sukses Berbagai Negara dalam Menurunkan Stunting
Beberapa negara telah berhasil mengurangi stunting dalam waktu singkat, termasuk Peru, Thailand, Brazil dan Vietnam. Hanya dalam waktu 8 tahun dari tahun 2008 hingga 2016 Peru berhasil menurunkan angka stunting dari 28 persen menjadi 13 persen; Thailand menguranginya dari 25 persen pada tahun 1987 menjadi sekitar 10 persen pada tahun 2016; antara tahun 1974 dan 2007, Brasil mengurangi prevalensi stunting pada anak balita dari 37,1 persen menjadi 7,1 persen; Vietnam mengurangi angka stunting pada anak hampir 50 persen dalam satu dekade.
Tidak ada “resep tunggal” untuk keberhasilan mereka dalam mengurangi stunting. Setiap negara menggunakan strategi dan pendekatan yang sesuai dengan konteksnya. Namun, elemen-elemen penting yang mendasari pendekatan yang bervariasi dan yang berkontribusi terhadap keberhasilan sangatlah mirip. Pengalaman setiap negara menunjukkan bahwa komitmen politik yang berkelanjutan, kepemimpinan yang kuat dan aktivis gizi yang efektif, lingkungan kebijakan yang mendukung, tindakan multi sektoral, fokus pada intervensi berbasis bukti yang dilaksanakan dalam skala besar. Pemantauan yang kuat, pendanaan yang memadai dan diprioritaskan dengan baik, serta keterlibatan masyarakat merupakan faktor kunci keberhasilan.
Penguatan Kapasitas Kelembagaan dalam Menurunkan Stunting
Indonesia sudah memiliki program dalam penurunan malnutrisi dalam hal ini stunting melalui intervensi gizi secara spesifik dan sensitif. Tidak hanya dari bidang kesehatan, namun upaya pengendalian stunting telah dilakukan secara multisektoral. Berbagai upaya dilakukan untuk mempercepat penurunan angka stunting seperti peningkatan komitmen kepemimpinan di semua lembaga; peningkatan komunikasi perubahan perilaku; peningkatan integrasi program intervensi semua lembaga; peningkatan ketahanan pangan dan gizi; serta pengembangan dan penguatan sistem data, informasi, riset dan inovasi.
Di ujung kepemimpinan presiden kali ini, tentu ada juga transfer kebijakan sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui kegiatan kampanye capres-cawapres, rencana program yang mereka buat tentunya untuk menurunkan angka malnutrisi di Indonesia. Dalam perjalanan 64 tahun, harapannya pemimpin memiliki komitmen yang semakin kuat dalam meningkatkan kualitas kesehatan rakyat indonesia. Tidak ada kasus gizi buruk, tidak ada ibu hamil mengalami gizi kurang anemia, serta semua warga negara tercover pembiayaan kesehatan.
Nor Eka Noviani, S.Gz., M.PH
Dosen Program Studi Gizi Unisa Yogyakarta
Mahasiswa Profesi Dietisien UGM
