Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta memperkuat sinergi dengan media massa, dalam sebuah acara bertajuk “Media Gathering dan Awarding Wartawan 2024”, yang diadakan di ruang sidang gedung Siti Moendjijah, Rabu (20/11/2024). UNISA Yogyakarta mengajak para jurnalis untuk berkolaborasi dalam menyebarluaskan informasi bermanfaat bagi masyarakat.
Media Gathering
Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan langkah strategi UNISA Yogyakarta untuk menjembatani antara dunia akademis dan masyarakat luas.
“Kami ingin hasil-hasil penelitian dan berbagai aktivitas akademik di UNISA dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Media memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan informasi ini,” ujar Warsiti.
Warsiti berharap melalui kolaborasi yang erat dengan media, literasi masyarakat dapat ditingkatkan. “Perguruan Tinggi mempunyai tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat. Salah satu caranya adalah melalui media. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat dan relevan,” imbuhnya.
Dalam acara ini, UNISA Yogyakarta juga memberikan penghargaan kepada para jurnalis yang telah berkontribusi dalam mengangkat isu-isu pendidikan dan sosial. Lomba karya jurnalistik yang diselenggarakan sebelumnya menjadi ajang untuk mengapresiasi karya-karya terbaik kepada wartawan.
Selain pemberian penghargaan, acara media gathering ini juga diisi dengan sesi diskusi hangat antara pimpinan UNISA Yogyakarta dengan para wartawan. Diskusi ini menjadi momen yang tepat untuk saling bertukar pikiran dan memperkuat hubungan baik antara kedua belah pihak.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/11/media-gathering-2-scaled.jpg19202560adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-11-20 14:34:232024-11-20 14:34:30UNISA Yogyakarta Gelar Media Gathering, Jalin Kemitraan dengan Media
Hingga 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia masih mengimpor lima komoditas pangan utama, yaitu beras, daging sapi, bawang putih, jagung, dan gula pasir. Ketergantungan tinggi terhadap impor pangan ini sering kali memicu inflasi dan membebani perekonomian nasional. Untuk itu, upaya pelestarian dan pengembangan pangan lokal perlu diprioritaskan, terutama melalui diversifikasi pangan yang berkelanjutan guna mendukung kemandirian pangan, stabilitas ekonomi, dan ketahanan pangan nasional. Namun, upaya pelestarian dan peningkatan produksi pangan lokal nyatanya bukan hal yang mudah. Kebijakan dan program diversifikasi konsumsi pangan lokal yang telah lama dilaksanakan, belum menunjukkan hasil yang signifikan pada peningkatan konsumsi pangan lokal. Tantangan utamanya meliputi ketersediaan pangan lokal yang terbatas karena kekeringan yang berkepanjangan, harga yang kurang kompetitif, serta mutu produk yang tidak konsisten karena tidak ada standar baku mutu untuk pangan lokal.
Ketahanan Pangan
Menurut data dari Badan Pangan Nasional dan Kementerian Pertanian pada 2019, Indonesia memiliki 77 spesies tanaman pangan lokal yang menjadi sumber karbohidrat, lemak, protein, serta berbagai jenis sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempah. Beberapa contoh komoditas pangan lokal potensial meliputi:
Ubi kayu/singkong
Ubi jalar
Pisang
Jagung
Sukun
Ganyong
Sagu
Labu
Umbi garut/irut/arus/jelarut
Talas
Suweg/iles-iles/porang
Gadung
Gembili
Sorgum/cantel
Dari banyaknya contoh bahan pangan lokal potensial yang tersedia di masyarakat, menurut Badan Pangan Nasional, pola konsumsi masyarakat masih belum beragam, bergizi seimbang dan aman, yang artinya konsumsi energi dari kelompok padi-padian, minyak, lemak, dan pangan hewani masih melebihi dari konsumsi ideal. Sebaliknya, umbi-umbian, kacang-kacangan, serta sayur dan buah masih lebih rendah dibandingkan standar pola pangan harapan. Hal ini menunjukkan tidak semua makanan lokal tersebut dipelajari atau dibudidayakan secara luas oleh masyarakat. Jika hanya mengandalkan salah satu komoditi saja, berarti kita tidak menghargai keragaman dan kekayaan sumberdaya hayati yang kita miliki.
Untuk mendorong pengembangan pangan lokal, diperlukan strategi yang komprehensif, meliputi:
Pertama, pendekatan dengan pemanfaatan teknologi pengolahan pangan yang dilakukan dengan mengubah bentuk asli pangan lokal dan memperkaya nilai gizinya guna meningkatkan citra pangan lokal, diarahkan pada segmen masyarakat tertentu yang menyesuaikan dengan pola hidup yang praktis penyajian dan pengolahannya, kerja sama dengan perguruan tinggi dan lembanga penelitian. Misalnya beras analog dari jagung, sagu, singkong, porang, dll.
Kedua, pendekatan dengan mempertahankan kearifan lokal terhadap budaya pola pangan setempat. Dilakukan melalui sosialisasi dan promosi agar percaya diri bahwa pola konsumsi pangan lokal adalah hal sangat bijaksana untuk dipertahankan baik dari sisi kesehatan maupun pelestarian budaya. Misalnya pembuatan embal dari Maluku, Rasi di Cirendeu, thiwul di Jawa, Sinonggi dan Kabuto di Sultra, dll.
Ketiga, memperluas promosi dan meningkatkan preferensi konsumen terhadap pangan lokal melalui modifikasi atau inovasi produk pangan yang dapat menghilangkan rasa bosan bagi konsumen. Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi seperti lokapasar (marketplace) dan media sosial dapat dijadikan salah satu bentuk strategi pemasaran untuk memperluas promosi produk. Pemerintah memiliki peran krusial dalam mendorong promosi bahan pangan lokal. Minimnya dukungan dari pemerintah dapat menyebabkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsumsi pangan lokal.
Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri memiliki potensi besar dalam pengembangan pangan lokal, seperti ubi jalar, ubi kayu, talas, ganyong, umbi garut, dan jagung. Berbagai bahan pangan kaya karbohidrat ini dapat diolah menjadi makanan pokok, seperti klepon ubi, getuk talas, getuk ganyong, serta mie lethek. Selain itu, buah-buahan lokal Yogyakarta, terutama salak pondoh, banyak diolah menjadi produk seperti dodol salak, manisan salak, keripik salak, dan berbagai jenis makanan lainnya. Buah lokal lain, seperti pisang kepok kuning dan pisang kluthuk, meskipun nilai jualnya rendah, tetap dapat dimaksimalkan menjadi produk olahan yang lebih menarik dan bernilai tambah.
Kolaborasi antara petani, pemerintah, dan sektor swasta menjadi kunci utama dalam mengembangkan dan memasarkan pangan lokal secara efektif. Dengan pendekatan yang terintegrasi, diharapkan pangan lokal dapat menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.
Kemudian, bagaimana peran masyarakat dalam mendukung pangan lokal? Menurut Dr. Riska Purnama, dosen salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sekaligus pegiat pangan lokal di Yogyakarta, dengan membeli komoditas pangan yang dihasilkan petani lokal yang banyak dijual di pasar tradisional, serta memilih produk olahan pangan khas suatu daerah, selain mendukung pangan lokal juga dapat menggerakkan perekonomian daerah. Kemudian, membeli sayur dan buah sesuai musim yang mudah didapat, akan mengurangi resiko penambahan bahan pengawet karena tidak memerlukan perjalanan yang jauh. Selain itu, dengan mengkonsumsi makan pokok selain nasi, menjadi salah satu jalan diversifikasi pangan secara mandiri. Yang tidak kalah penting, jangan melupakan jajan pasar yang dijajakan di pinggir jalan yang sebagian besar produknya menggunakan bahan dasar lokal, seperti sengkulun, lupis, gathot, getuk, kipo, jamu gendong, dan masih banyak lagi. Dengan langkah-langkah sederhana ini, masyarakat tidak hanya mendukung keberlanjutan pangan lokal, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian budaya kuliner dan penguatan ekonomi daerah secara menyeluruh.
Oleh : Dinar Mindrati Fardhani, Ph.D (Dosen Bioteknologi UNISA Yogyakarta)
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/11/ketahanan-pangan.jpg330500adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-11-19 13:19:112024-11-19 13:19:22Potensi Pangan Lokal untuk Ketahanan Pangan Nasional
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan masyarakat melalui program pengabdian masyarakat, berkolaborasi dengan SMK Muhammadiyah Gamping, Sabtu (9/11/2024). LPPM UNISA Yogyakarta memberikan pelatihan desain mode khusus untuk para penyandang disabilitas sebagai bagian dari Program Pembinaan Industri Rumah Tangga Usaha Mikro (IRT-UM) Berbasis Kemitraan Tahun Anggaran 2024 yang diselenggarakan oleh Kemdikbudristek.
Sebagai pemateri dari SMK Muhammadiyah Gamping, Lisa Sari Dewi, S.Pd.T yang merupakan pengajar desain dan produksi busana. Lisa membagikan ilmu dan pengalamannya kepada enam peserta pelatihan. Selain Lisa, kegiatan ini juga didampingi oleh tim dari UNISA Yogyakarta, yaitu Dr. Islamiyatur Rokhmah, S.Ag., MSI dan Siti Nadhir Ollin Norlinta, S.ST.Ft., M.Fis.
Pelatihan berfokus pada persiapan yang diperlukan untuk memaksimalkan usaha menjahit yang telah dirintis oleh para peserta. Materi yang disampaikan meliputi tips dan trik efektif untuk mempromosikan jasa jahit melalui berbagai platform media sosial, penggunaan banner, dan media lainnya. Selain itu, para peserta juga diberikan pemahaman mengenai aspek-aspek penting dalam memulai dan menjalankan usaha, di luar teknik menjahit semata.
“Kami berharap melalui pelatihan ini, para peserta dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki dan meningkatkan kualitas produk serta kapasitas produksi usaha mereka. Dengan demikian, mereka dapat lebih mandiri dan berkontribusi dalam perekonomian masyarakat,” ujar Islamiyatur.
Program pengabdian masyarakat ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis para peserta, tetapi juga untuk meningkatkan aspek kualitas dan kapasitas produksi. Selain itu juga tata kelola dan kelembagaan, serta pengembangan bisnis dan pemasaran usaha mereka.
Ollin mengatakan harapannya melalui pelatihan ini, para penyandang disabilitas dapat lebih percaya diri dalam mengembangkan usaha dan mencapai kemandirian finansial. Kolaborasi antara LPPM UNISA Yogyakarta dan SMK Muhammadiyah Gamping dalam program ini menunjukkan pentingnya sinergi antara perguruan tinggi dengan lembaga pendidikan lainnya dalam memberdayakan masyarakat.
“Kemitraan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi lembaga-lembaga lain untuk turut berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan. Khususnya bagi kelompok masyarakat yang rentan,” kata Ollin.
Dinamika politik nasional tampak menyurut tensinya pasca rampungnya Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Kemenangan dominan pasangan Prabowo-Gibran atas calon-calon lain membuat dampak lanjutan pasca Pilpres tidak terlalu tampak terlihat. Situasi tersebut patut untuk disyukuri, karena dengan kondusifitas yang terjaga maka transisi pemerintahan diharapkan akan semakin lebih soft dan minim turbulensi politik. Namun, adem ayemnya kancah politik nasional sepertinya tidak sama kondisinya jika kita bicara pada level daerah. Tensi politik di hampir seluruh wilayah mengalami situasi yang dinamis dan penuh “perang strategi”. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tanggal 27 November 2024 tentu menjadi sebab utama dinamisnya kondisi perpolitikan di daerah saat ini. Pada satu sisi, meningkatnya tensi politik di daerah tentu memberikan risiko politis yang cukup memengaruhi masyarakat. Namun disisi lain, dengan adanya Pilkada serentak tentu memberikan angin segar dan harapan baru bagi masyarakat pada tiap daerah.
Pilkada serentak dapat dijadikan momentum dalam upaya mewujudkan harapan baru bagi masyarakat di daerah. Momentum untuk perbaikan kebijakan, pembangunan, dan kehidupan yang lebih baik. Tentu momentum ini akan lebih mudah terwujud apabila dibarengi dengan rasionalitas mumpuni para pemilih. Sebagaimana dijelaskan dalam konsep teori pemilih rasional yang berpendapat bahwa pemilih akan memilih kandidat yang dianggap paling menguntungkan bagi mereka berdasarkan informasi yang tersedia. Dalam konteks ini, kandidat yang memiliki kebijakan yang baik dan berfokus pada kepentingan pemilih akan lebih mungkin terpilih, memotivasi kandidat lain untuk berorientasi pada kebijakan yang baik. Berdasarkan teori tersebut, jelas bahwa momentum perbaikan keadaan sosial politik di suatu daerah berawal dari rasionalitas pemilih dalam menentukan pemimpin.
Good Governance and Clean Government
Ketepatan dalam memilih pemimpin di daerah, tentu akan berdampak pada kualitas pengelolaan pemerintahan selanjutnya. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa good governance and clean government menjadi harapan seluruh elemen masyarakat di daerah. Good governance menciptakan dasar untuk tata kelola pemerintahan yang memperhatikan kestabilan politik, ekonomi, dan sosial. Selain itu, good governance juga berupaya untuk meningkatkan kepercayaan publik, memperkuat demokrasi, dan memastikan sumber daya digunakan untuk kesejahteraan bersama. Dengan memahami dan menerapkan konsep ini, setiap institusi dapat menjadi lebih bertanggung jawab dan berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Sedangkan clean government merupakan upaya untuk menciptakan institusi pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menciptakan pemerintah yang bersih maka sama halnya dengan meningkatkan kualitas Pembangunan yang ada di daerah. Kedua hal tersebut harus menjadi perhatian, sebab kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) tercatat semakin meluas dan turut menjadi faktor penghambat proses pembangunan daerah. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2004-2024 menyebutkan terdapat 167 kepala daerah terjerat kasus korupsi (bupati/wali kota dan wakilnya).
Pilkada serentak di daerah, hendaknya menjadi langkah dan harapan baru bagi tiap-tiap daerah dalam membangun daerahnya dengan mengedepankan prinsip good governance dan clean government. Masyarakat sebagai penentu siapa pemimpin baru yang akan terpilih, menjadi pihak yang paling berperan. Atas dasar situasi tersebut, tentunya rasionalitas dan literasi politik yang baik harus dikedepankan agar nantinya pemilih dapat memilih dengan penuh pertimbangan dan tanggung jawab. Jika upaya tersebut dapat diterapkan, maka implementasi good governance oleh pemimpin daerah selanjutnya semakin nyata untuk diterapkan.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/11/pilkada.jpg450800adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-11-16 13:33:412024-11-18 09:02:23Pilkada sebagai Langkah Awal Good Governance
Musim hujan kembali tiba, membawa serta kekhawatiran yang seakan menjadi ritual tahunan yaitu banjir yang menggenangi berbagai wilayah. Setiap tahunnya, berita tentang banjir, penumpukan sampah di badan sungai, dan kerugian yang dialami masyarakat memenuhi halaman media. Namun, di balik fenomena alam ini, ada masalah mendasar yang sebenarnya bisa kita atasi bersama yaitu penanganan sampah yang masih jauh dari ideal dan rendahnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan.
Banjir adalah sebuah akibat, bukan penyebab. Sebagian besar banjir merupakan akibat perilaku manusia, bukan hanya akibat alamiah berupa hasil dari tingginya intensitas curah hujan atau topografi wilayah setempat. Banjir terutama merupakan dampak dari ketidakmampuan kita mengelola sampah dengan baik. Data menunjukkan bahwa saluran air, sungai, dan bahkan pantai kita saat ini penuh dengan sampah, yang tidak hanya menghambat aliran air tetapi juga mengancam ekosistem secara keseluruhan. Sayangnya, solusi yang kita terapkan belum cukup kuat untuk mengatasi masalah ini. Kebijakan terkait pengelolaan sampah terpadu, sering kali hanya menjadi sebatas gagasan di atas kertas yang tidak diikuti dengan implementasi yang serius dan berkelanjutan.
Pengelolaan sampah organik di rumah tangga sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi banyak orang. Sisa makanan, sayuran, kulit buah, dan bahan-bahan dapur lainnya yang terbuang begitu saja ke tempat sampah sebenarnya masih bisa dimanfaatkan dengan cara yang lebih bermanfaat. Salah satu metode pengelolaan sampah organik, yang mulai popular dan ramah lingkungan adalah metode LOSIDA yang merupakan kependekan dari Lodong Sisa Dapur. Keberadaan LOSIDA ini memiliki potensi besar dalam pencegahan terjadinya banjir akibat adanya penumpukan sampah. Konsep ini memungkinkan setiap rumah tangga memiliki sistem pengelolaan sampah yang efektif dan efisien.
LOSIDA adalah sistem pengelolaan sampah organik yang berfokus pada pemanfaatan limbah dapur sebagai bahan kompos melalui wadah berupa paralon, tong, ember, galon atau wadah tertutup lainnya yang dapat dengan mudah ditempatkan di area rumah. Tujuan dari metode ini adalah untuk mengurangi jumlah sampah organik yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), serta menghasilkan kompos berkualitas tinggi yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman. Proses ini cukup sederhana dan praktis, sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja, baik di perkotaan maupun di pedesaan, tanpa memerlukan alat atau bahan yang mahal.
LOSIDA adalah solusi praktis, murah, dan efektif dalam mengelola sampah organik rumah tangga. Selain mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA, mencegah penumpukan sampah di saluran air, metode ini juga mendukung keberlanjutan lingkungan serta berkontribusi dalam menjaga kebersihan lingkungan dan membangun budaya peduli sampah. Semakin banyak masyarakat yang menerapkan metode ini, semakin besar pula dampak positifnya bagi kota-kota yang rawan banjir.
Musim hujan tidak perlu lagi menjadi ancaman jika kita mau berbuat sesuatu dari hal-hal kecil, seperti pengelolaan sampah dapur. Dengan LOSIDA, kita bisa menghadapi musim hujan tanpa rasa was-was akan banjir, sambil mendukung keberlanjutan lingkungan. Mari kita jadikan pengelolaan sampah sebagai prioritas, bukan hanya sebagai wacana tahunan. Hanya dengan kesadaran kolektif dan tindakan nyata, kita bisa mewujudkan lingkungan yang bersih dan bebas dari bencana banjir akibat sampah.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/11/tangani-sampah.jpg389645adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-11-15 10:26:082024-11-15 10:26:13Losida, Alternatif Tangani Sampah dan Hadapi Musin Hujan Tanpa Bencana