Dalam upaya meningkatkan kompetensi di bidang teknologi informasi, Program Studi Teknologi Informasi (TI) Universitas `Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta telah melaksanakan pelatihan konfigurasi Virtual Local Area Network (VLAN) di SMK Ar Rahmah. Kegiatan ini dilaksanakan dalam dua sesi, yang pertama pada Senin (26/8/2024) dan sesi lanjutan pada Rabu (11/12/2024).
Pelatihan ini diketuai oleh Tikaridha Hardiani, S.Kom., M.Eng, dan didampingi oleh anggota tim, Danur Wijayanto, S.Kom., M.Cs dan 4 mahasiswa. Kegiatan ini dihadiri oleh 18 siswa siswi yang berkomitmen untuk meningkatkan infrastruktur jaringan sekolah.
VLAN
Pada sesi pertama, pelatihan bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar mengenai VLAN dan cara konfigurasinya menggunakan perangkat Mikrotik RB750r2 dan Ruijie Switch RG-ES205GC. Peserta diajak memahami konsep VLAN, yang memungkinkan pemisahan logis dalam satu infrastruktur fisik. Dengan implementasi VLAN, sekolah dapat mengurangi kemacetan lalu lintas data, meningkatkan keamanan, dan mempermudah pengelolaan akses jaringan. Diskusi mengenai pengurangan broadcast domain juga menjadi fokus, yang berkontribusi pada peningkatan performa jaringan secara keseluruhan.
Setelah sesi teori, peserta melakukan praktik langsung. Mereka belajar mengonfigurasi Mikrotik RB750r2 menggunakan aplikasi Winbox, termasuk pembuatan interface VLAN dan pengaturan trunk port. Kemudian, peserta juga mengonfigurasi Ruijie Switch RG-ES205GC untuk menentukan port trunk dan access port yang diperlukan. Di akhir sesi ini, dilakukan pretest dan posttest untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan. Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman peserta mengenai konfigurasi VLAN.
Sesi kedua, melanjutkan dari pembelajaran sebelumnya dengan fokus pada pengujian koneksi antar VLAN dan pengaturan alamat IP. Dalam sesi ini, peserta belajar mengatur alamat IP untuk setiap VLAN, seperti 10.0.10.1/24 untuk VLAN 10. Pengujian koneksi antar VLAN dilakukan untuk memastikan semua konfigurasi berfungsi dengan baik, termasuk melakukan ping antar perangkat di VLAN yang berbeda.
“Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta dalam menghadapi potensi masalah yang mungkin timbul di lapangan. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang pengujian koneksi, peserta diharapkan dapat dengan mudah mengidentifikasi dan mengatasi kendala yang mungkin muncul di jaringan sekolah,” ujar Tikaridha.
Dengan pelatihan ini, diharapkan SMK Ar Rahmah dapat mengimplementasikan manajemen VLAN secara efektif, mendukung proses belajar mengajar yang lebih baik dan dapat menjadi contoh bagi sekolah lain dalam memanfaatkan teknologi informasi guna meningkatkan kualitas pendidikan di era digital.
Tim pengabdian masyarakat dari Unisa Yogyakarta berkomitmen untuk terus memberikan dukungan dalam pengembangan infrastruktur jaringan di sekolah-sekolah lain di daerah tersebut. Melihat antusiasme dan hasil positif dari pelatihan ini, diharapkan kegiatan serupa dapat terus berlanjut, sehingga lebih banyak siswa siswi yang terampil dalam mengelola teknologi jaringan, dan pada gilirannya, meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/12/vlan.jpg717956adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-12-12 14:43:032024-12-12 14:43:10Prodi TI UNISA Yogyakarta Beri Edukasi Konfigurasi VLAN
Yogyakarta – Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan sekaligus menandai 30 tahun Deklarasi dan Platform untuk Aksi Beijing, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dalam Program INKLUSI bekerjasama dengan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta sukses menggelar webinar bertema “Lindungi Perempuan, Ciptakan Ruang Aman, Akhiri Kekerasan Seksual di Kampus”, pada Selasa (10/12/24).
Webinar ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu kekerasan seksual, tetapi juga mendorong sinergi berbagai pihak dalam menciptakan budaya kampus yang aman dan bebas dari kekerasan.
Dalam sambutannya, Tri Hastuti Nur Rochimah, Koordinator Program Inklusi ‘Aisyiyah yang juga merupakan Sekretaris Umum PP ‘Aisyyah, menyampaikan keprihatinan atas tingginya angka kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. “Kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita semua. Melalui momentum ini, kita harus terus memperjuangkan ruang aman dan mendukung upaya pencegahan serta penanganan kekerasan seksual di kampus,” ujarnya.
Tri juga menyoroti pentingnya peran semua pihak, termasuk organisasi seperti ‘Aisyiyah, yang hingga kini telah mendirikan 77 Pusat Bantuan Hukum (Posbakum) di seluruh Indonesia. “50% dari Posbakum ini telah terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan HAM. Ini adalah bukti nyata komitmen kami untuk terus berkontribusi dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan,” tambahnya. “Semoga upaya bersama ini menjadi langkah nyata dalam membangun peradaban tanpa kekerasan,” tutup Tri Hastuti.
Mufdlilah, Wakil Rektor III Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, menegaskan relevansi tema webinar ini dengan kondisi di perguruan tinggi. “Sebagai institusi yang mahasiswanya mayoritas perempuan, UNISA berkomitmen menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh sivitas akademika. Kami juga terus memperkuat sistem penanganan kasus kekerasan seksual di kampus, berlandaskan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021,” jelasnya.
Indra Budiman Setiawan, Penanggung Jawab Isu Kekerasan Seksual, Tim Iklim Keamanan Satuan Pendidikan dari Pusat Penguatan Karakter (PUSPEKA) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI menyampaikan bahwa kementerian telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual, termasuk regulasi terbaru seperti Permendikbud Nomor 55 Tahun 2024. “Regulasi ini menguatkan komitmen pemerintah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, bebas dari kekerasan, dan mendukung pengembangan karakter peserta didik,” ujarnya.
Ia juga memaparkan tantangan utama yang dihadapi, seperti normalisasi kekerasan seksual di masyarakat, candaan yang seksis, dan relasi kuasa yang tidak seimbang antara korban dan pelaku. “Masih banyak korban yang enggan melapor karena stigma dan tekanan sosial. Di sisi lain, pemahaman tentang konsep persetujuan juga masih minim,” kata Indra.
Inda menyampaikan data bahwa terdapat lebih dari 3.000 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi selama tahun 2023. “Meskipun jumlah laporan meningkat, ini menunjukkan bahwa semakin banyak korban yang berani bersuara. Ini adalah langkah awal yang harus kita apresiasi,” tuturnya. Menurutnya setiap laporan korban harus diterima dengan empati dan tanggapan yang tepat. “Ketika korban melapor, kita harus percaya dulu. Fakta-fakta selanjutnya akan membantu proses penyelidikan, tetapi langkah awal adalah memberikan dukungan moral kepada korban,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Yayi Suryo Prabandari, Ketua Satgas PPKS Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta memaparkan langkah-langkah strategis yang telah dan akan dilakukan UGM dalam mengatasi isu krusial ini. Yayi menjelaskan bahwa UGM telah memiliki berbagai regulasi dan perangkat pendukung, bahkan sebelum terbentuknya Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Satgas PPKS UGM sendiri disebut Yayi mulai aktif pada 2021. Satgas ini bertugas menangani laporan kekerasan seksual dengan sistem terpadu, mulai dari pendataan hingga proses pendampingan korban. “Kami menangani kasus dengan respons cepat, dalam waktu 3×24 jam setelah laporan diterima. Prosesnya melibatkan tim pemeriksa dari fakultas atau unit terkait, yang dikoordinasikan oleh Satgas. Pendampingan juga disesuaikan dengan kebutuhan korban, baik berupa konseling, bantuan hukum, maupun perlindungan,” jelasnya.
Dalam hal pencegahan, UGM mengintegrasikan prinsip zero tolerance terhadap kekerasan seksual ke dalam konsep Health Promoting University (HPU). Pendekatan ini bertujuan menciptakan lingkungan kampus yang sehat, aman, dan inklusif. Kampus juga mengembangkan berbagai media edukasi, seperti modul daring (MOOC), poster, hingga buku panduan “Relasi Sehat” yang akan segera diluncurkan. “Upaya pencegahan kekerasan seksual membutuhkan kolaborasi semua pihak. UGM berusaha memastikan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan memahami pentingnya menciptakan relasi yang sehat dan saling menghormati.”
Sementara itu, Tri Wahyuni Sukesi, Ketua Satgas PPKS Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta memaparkan tantangan dan upaya penanganan kekerasan berbasis gender di lingkungan kampus. Ia menyoroti fenomena kekerasan berbasis gender secara online yang semakin marak, seperti revenge porn (penyebaran konten intim tanpa izin), cyber harassment (pelecehan daring), cyber stalking (menguntit secara digital), hingga morphing (manipulasi foto untuk tujuan negatif). “Banyak korban yang tidak menyadari bahwa tindakan ini adalah bentuk kekerasan seksual berbasis gender,” tambahnya.
Selain itu, Tri Wahyuni menjelaskan bahwa kekerasan berbasis gender kerap dianggap normal oleh masyarakat. Misalnya, candaan seksis atau tuntutan ekonomi dalam hubungan pacaran, seperti memaksa pasangan untuk memberikan sesuatu dengan ancaman emosional. Ia menegaskan bahwa hal ini merupakan kekerasan sosial dan ekonomi yang harus dihindari.
Lebih lanjut, ia juga membahas tentang berbagai tempat terjadinya kekerasan berbasis gender, termasuk di rumah, fasilitas umum, sekolah, hingga perguruan tinggi. Dalam upaya penanganan, Tri Wahyuni mengakui bahwa belum semua institusi pendidikan memiliki satuan tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang optimal. Sehingga ia menekankan pentingnya edukasi kepada mahasiswa mengenai berbagai jenis kekerasan seksual berbasis gender agar mereka lebih peka dan berani melaporkan kasus yang mereka alami atau saksikan.
“Jika adik-adik mahasiswa menemui kasus seperti ini, baik dialami sendiri atau oleh teman, segera laporkan kepada pihak yang berwenang.” Ia menegaskan bahwa pencegahan kekerasan seksual memerlukan kerja sama dari seluruh pihak di lingkungan kampus. Komitmen untuk menciptakan ruang aman bagi mahasiswa dan mahasiswi menjadi langkah penting dalam memerangi kekerasan berbasis gender.
Afkari Zulaiha, Sekretaris Bidang Immawati Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DIY, menyampaikan pentingnya peran mahasiswa dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus. “Mahasiswa seringkali dianggap sebagai agen perubahan, namun suara mereka belum sepenuhnya diperhatikan. Padahal, kita memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan nyata di kampus,” ujarnya.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh IMM DIY, tambah Akari, adalah dengan memasukkan isu kekerasan seksual dan kesetaraan gender dalam proses perekrutan anggota. Hal ini bertujuan untuk membangun kesadaran yang lebih kuat di kalangan mahasiswa sejak awal.
Afkari juga memaparkan langkah-langkah konkret yang telah dilakukan oleh IMM DIY dalam menangani kekerasan seksual, di antaranya adalah pembuatan standar operasional prosedur (SOP) untuk penanganan kekerasan seksual yang akan segera diluncurkan. SOP ini diharapkan dapat menjadi panduan yang jelas dalam menangani kasus-kasus yang terjadi di lingkungan kampus.
Selain itu, IMM DIY juga mendirikan Pusat Studi Mernissi, yang fokus pada penelitian masalah gender dan kekerasan seksual. “Kami juga membuka layanan konseling bagi korban kekerasan seksual melalui konselor sebaya yang telah dilatih secara khusus,” tambah Akari.
Menurutnya, kampus harus menjadi tempat yang aman bagi setiap individu, dan mahasiswa dapat memainkan peran penting dalam mencapainya. “Perubahan ini bisa dimulai dari kita, mahasiswa, melalui diskusi, penelitian, dan advokasi yang melibatkan sesama teman sebaya.”
Acara ini dilangsungkan secara daring melalui Zoom Meeting dan YouTube, serta dihadiri lebih dari 1000 peserta dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, dosen, dan aktivis perempuan. Acara ini juga disiarkan langsung melalui YouTube untuk menjangkau audiens yang lebih luas, mencerminkan semangat inklusivitas dan kolaborasi yang diusung oleh ‘Aisyiyah dan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. (Rere/Suri)
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/12/kekerasan-seksual.jpg6731035adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-12-11 14:13:522024-12-11 14:14:00Bersama Akhiri Kekerasan Seksual: Refleksi 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2024
Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta mengadakan serangkaian lomba sebagai bagian dari upaya mensyiarkan agama Islam dan memperingati perjalanan panjang organisasi Muhammadiyah yang ke-112. Kegiatan tersebut meliputi lomba adzan, lomba tahfidz, dan lomba menulis.
“Melalui lomba-lomba ini, UNISA Yogyakarta memiliki tujuan untuk menggali potensi seluruh civitas akademika dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam dengan cara yang kreatif dan menyenangkan,” ujar Ketua Takmir Masjid Walidah Dahlan dan Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam UNISA Yogyakarta, Dr. Nurdin Zuhdi, Selasa (10/12/2024).
Muhammadiyah
Nurdin mengatakan lomba adzan menjadi salah satu kegiatan yang diadakan untuk menghargai dan melestarikan adzan sebagai panggilan suci untuk melaksanakan ibadah salat. Kegiatan ini juga bertujuan untuk melahirkan muadzin yang cinta terhadap apa yang terkandung dalam lantunan adzan.
Selain Lomba adzan, lomba tahfidz Qur’an untuk mendorong seluruh civitas akademika UNISA Yogyakarta agar lebih mendalami, menghafal, dan mengamalkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Melalui lomba ini, diharapkan para peserta dapat menumbuhkan rasa cinta dan keimanan yang lebih dalam terhadap kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup umat Islam. “Selain syiar agama, lomba ini diadakan untuk mencetak para muadzin dan pengahfal Quran yang professional,” ucap Nurdin.
Lomba Menulis dengan tema Adab Berpakaian dalam Islam bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep berpakaian yang sesuai dengan syariat Islam, yang tidak hanya mencerminkan kesopanan tetapi juga mengedepankan prinsip keharmonisan dan moderasi. “Dengan demikian, generasi muda dapat lebih memahami bagaimana berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam yang penuh rahmat dan mengedepankan nilai-nilai moral yang baik,” ungkap Nurdin.
Lomba Adzan dan Lomba Tahfidz diselenggarakan tanggal 6 Jumadal Akhirah 1446 H, atau bertepatan pada 7 Desember 2024, sedangkan lomba menulis membatasi batas pengumpulan penulisan pada 23 Desember 2024. Pemenang lomba akan diumumkan ketika kajian SANGAJI, Kajian Sabtu Mengaji dan Berbagi pada akhir Desember 2024 di Masjid Walidah Dahlan.
Dengan diadakannya lomba-lomba ini, UNISA Yogyakarta berharap dapat berkontribusi dalam memperkuat syiar Islam di tengah masyarakat. Sekaligus mendorong generasi muda untuk lebih mengenal dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan cara yang kreatif, inovatif dan menyenangkan.
“Kegiatan ini juga menjadi salah satu langkah nyata dalam mensyiarkan ajaran Islam yang penuh kedamaian dan kasih sayang sebagaimana Milad Muhammadiyah yang ke-112. Dengan tema Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua. Selamat dan sukses Tanwir dan Milad Muhammadiyah yang ke-112,” tutup Nurdin.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/12/Muhammadiyah-4.jpg9001600adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-12-10 15:31:352024-12-10 15:31:41Menyemarakan 112 Tahun Muhammadiyah, UNISA Yogyakarta Gelar Berbagai Lomba
Penelitian kolaboratif yang dilakukan oleh Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret (UNS) telah berhasil mengeksplorasi implementasi nilai-nilai keislaman dalam pelayanan kebidanan pada ibu hamil. Fokus utama penelitian ini adalah bagaimana mahasiswa kebidanan mampu mengintegrasikan pendekatan spiritual dalam praktik asuhan kebidanan, khususnya untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan pasien.
Ibu Hamil
Penelitian yang diketuai Endang Koni Suryaningsih, S.ST., MSc.N-M., Ph.D ini beranggotakan tim dosen dan mahasiswa Bidan dari Unisa Yogyakarta bersama tim dari dosen dan mahasiswa bidan UNS ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi, dan analisis data dari mahasiswa kebidanan semester V. Partisipan dipilih berdasarkan pengalaman mereka dalam praktik klinik kebidanan. Penelitian ini berhasil mengungkapkan berbagai cara nilai-nilai keislaman diterapkan dalam pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Koni mengatakan temuan penelitian ini pertama implementasi nilai-nilai keislaman dalam pelayanan kebidanana, dalam praktik kebidanan, mahasiswa membiasakan diri membaca basmalah sebelum tindakan dan hamdalah setelah selesai. “Mereka juga memberikan bimbingan spiritual kepada ibu hamil, seperti mengajarkan doa sebelum persalinan atau menyarankan dzikir dan doa untuk mengatasi kecemasan. Praktik ini tidak hanya mendukung ibu hamil secara psikologis tetapi juga memberikan pengalaman spiritual yang bermakna,” kata Koni, Senin (9/12/2024).
Kedua, manfaat pendekatan spiritual bagi pasien; Pendekatan berbasis keislaman membantu mengurangi kecemasan ibu hamil, menciptakan rasa tenang, dan meningkatkan kepercayaan terhadap penyedia layanan kesehatan. Ibu hamil yang menerima dukungan spiritual ini merasa lebih siap menghadapi persalinan, yang pada akhirnya dapat membantu proses persalinan berjalan lebih lancar.
Ketiga, kegunaan nilai keislaman bagi mahasiswa; Mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini mengaku bahwa penerapan nilai-nilai keislaman membantu mereka menjadi lebih empati dan komunikatif dalam memberikan pelayanan. Selain itu, pengalaman ini memperkuat pemahaman mereka tentang pentingnya memberikan asuhan yang holistik, mencakup aspek fisik, psikologis, dan spiritual.
Keempat, tantangan dalam Implementasi; Beberapa mahasiswa menghadapi kendala seperti keterbatasan waktu selama praktik klinik dan kurangnya pemahaman pasien tentang pentingnya aspek spiritual dalam pelayanan kesehatan. Namun, kendala ini dapat diatasi dengan komunikasi yang efektif dan pelatihan lebih lanjut.
Koni mengatakan kesimpulan penelitian ini bahwa penerapan nilai-nilai keislaman dalam pelayanan kebidanan memberikan manfaat besar, baik bagi mahasiswa maupun pasien. Mahasiswa mampu memberikan asuhan yang lebih humanis, sementara pasien merasa lebih nyaman dan dihargai.
“Beberapa rekomendasi dari hasil penelitian ini meliputi, penguatan kurikulum yaitu menambahkan modul pembelajaran terkait pendekatan spiritual dalam pelayanan kebidanan. Pelatihan praktik klinis, mengadakan pelatihan intensif bagi mahasiswa untuk meningkatkan keterampilan dalam mengintegrasikan aspek spiritual dalam pelayanan. Evaluasi layanan, mengembangkan mekanisme evaluasi untuk memastikan implementasi nilai-nilai keislaman dalam praktik kebidanan,” ujar Koni.
Koni mengatakan dampak yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan pendidikan kebidanan di Indonesia. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai keislaman, profesi kebidanan dapat memberikan pelayanan yang lebih komprehensif dan bermakna, serta mendukung upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat.
“Penelitian ini juga menunjukkan pentingnya pendekatan spiritual dalam layanan kesehatan, terutama dalam memberikan dukungan psikologis dan emosional kepada ibu hamil. Hal ini mempertegas peran bidan sebagai tenaga kesehatan yang tidak hanya bertugas secara klinis, tetapi juga mampu membangun hubungan yang penuh empati dan dukungan bagi pasien,” ungkapnya.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/12/ibu-hamil-1.jpg727897adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2024-12-10 11:11:202024-12-10 11:11:23Implementasi Nilai-nilai Keislaman Dalam Pelayanan Kebidanan Ibu Hamil
Awal tahun 90-an ramai dalam pemberitaan majalah politik dan koran politik di Indonesia dengan kata “stupid” yang dikemukakan oleh Gus Dur yang saat itu adalah ketua PBNU dan Ketua Forum Demokrasi. Awalnya kata stupid itu dilontarkan oleh Gus Dur ketika beliau diwawancarai sebuah media luar negeri berbahasa inggris. “He is stupid” demikian kira-kira kata Gus Dur ketika ditanya pendapatnya tentang langkah-langkah yang dilakukan Soeharto pada waktu itu.
Mengatakan Soeharto stupid dalam konteks politik Indonesia waktu itu bukan saja memerlukan keberanian yang luar biasa, akan tetapi juga dilandasi dengan argumentasi yang kuat. Maka hampir semua khalayak mengagumi keberanian Gus Dur dan justru dengan afirmasi menyetujuinya. Setelah pernyataan itu maka pergulatan politik antara NU, Fordem, Pemerintah, dan ABRI sebagai pembela Soeharto berjalan keras. Dimulai dari pelarangan seminar hingga percobaan penggulingan Gus Dur dari ketua PBNU.
Goblok
Belum lama terdengar, sekitar 2 tahun lalu Pakar Filsafat demikian selalu disebut, Rocky Gerung mengatakan bahwa Jokowi itu “dungu” ketika dia berbicara di suatu kesempatan. Menurut Rocky, Pak Jokowi itu dungu karena tidak paham tentang hal-hal yang fundamental dalam pemerintahan. Dunia media Indonesia pun riuh rendah. Ada yang pro maupun yang kontra.
Sebagaimana biasa istana atau Jokowi tak pernah menanggapi kritik RG meskipun untuk sebagian besar telinga kata “dungu” itu termasuk kasar. Bukannya mengalami kesulitan seperti Gus Dur, bung RG malah semakin berkibar dan diundang kemana-mana. Nampaknya para oposisi Jokowi senang dengan ungkapan RG itu.
Beberapa hari ini meluncurlah kata “goblok” yang dikeluarkan “di atas” es teh oleh seorang staf khusus presiden di suatu forum pengajian. Kata itu kemudian menjadi viral dipotong-potong dalam video media sosial yang akhirnya memunculkan suatu intensi bahwa kata goblok itu demikian menghinakan. Bahkan di media sosial dibumbui dengan pendapat-pendapat yang sangat personal tentang stafsus presiden yang memang tidak disukai sebelumnya dan diikuti dorongan pemecatan.
Kalau kita melihat konteksnya dalam acara es teh itu sebenarnya celotehan candaan yang sudah biasa terjadi dalam forum-forum yang sama di tempat lain dan orang biasa saja. Ketika seorang pedagang belum bisa menjual dagangannya bisa jadi dia memang gak pinter jualan alias goblok. Lantas salahnya di mana kata goblok itu hingga menimbulkan hujatan.
Barangkali adalah posisi yang mengucapkan hari ini adalah pembantu presiden yang dalam Pemilu kemarin bukan pilihan netizen. Pertanyaannya adalah kenapa kata dungu yang dilontarkan kepada seorang presiden dianggap lebih tepat oleh netizen dibanding dengan kata goblok untuk seorang penjual es teh? Adilkah?
Oleh : Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis. (Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama dan Urusan Internasional Unisa Yogyakarta)