Wisuda 2025

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar Sidang Terbuka Senat Wisuda Periode ke-23 di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan, Kampus Terpadu UNISA Yogyakarta, Kamis (17/4/2025). Sebanyak 333 mahasiswa dari program magister, sarjana, sarjana terapan, dan diploma resmi diwisuda sebagai lulusan UNISA Yogyakarta.

Dalam momen yang khidmat dan penuh semangat ini, 236 wisudawan atau 71,1 persen di antaranya berhasil meraih predikat cumlaude. Rata-rata IPK lulusan sarjana dan sarjana terapan mencapai 3,65, dengan IPK tertinggi 3,99. Sementara itu, IPK rata-rata untuk program magister tercatat 3,76, dan diploma 3,56.

Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga dan haru atas pencapaian para wisudawan. “Hari ini adalah bukti nyata dari perjuangan panjang yang kalian tempuh, dengan ketekunan, semangat, serta dukungan dari orangtua dan orang-orang tercinta,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Warsiti menyoroti keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di UNISA Yogyakarta. Sebanyak 88,8 persen wisudawan telah menjalani kurikulum MBKM dan mampu menyelesaikan studi lebih cepat. Bahkan, masa studi tercepat mencapai 3 tahun 3 bulan 26 hari, berkat keterlibatan mereka dalam program magang industri, pertukaran pelajar, proyek kemanusiaan, dan kegiatan kewirausahaan.

Rektor UNISA Yogyakarta juga menyampaikan pencapaian penting lainnya, termasuk peluncuran Fakultas Kedokteran dan program pascasarjana baru yaitu S2 Keperawatan. Ia mengajak seluruh hadirin untuk terus mendukung langkah UNISA  Yogyakarta dalam menyiapkan generasi yang unggul, berdaya saing, dan berkarakter.

Di akhir sambutan, Warsiti menyampaikan pesan moral bagi seluruh lulusan. “Teruslah berinovasi, jaga integritas, dan hidupi nilai-nilai kebaikan yang telah ditanamkan selama kuliah di UNISA. Jangan pernah mengorbankan kejujuran demi tujuan jangka pendek,” pesannya.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Dr. Apt. Salmah Orbayinah, M.Kes., juga memberikan sambutan yang menggugah. Ia menegaskan bahwa UNISA Yogyakarta terus meningkatkan mutu layanan pendidikan setiap tahunnya.

“Terbukti, dengan akreditasi universitas yang sudah diraih mencapai kriteria unggul. Tak hanya institusi, beberapa program studi di UNISA pun telah meraih predikat unggul. Ini adalah bukti konkret Unisa Yogyakarta selalu berupaya meningkatkan kualitas dalam rangka layanan kepada mahasiswa,” tegasnya.

Salmah juga menyoroti peningkatan kualitas para dosen. “Sekarang sudah hampir sebagian besar bergelar S3 dan InsyaAllah, beberapa waktu lagi akan ada Guru Besar yang dihasilkan dari Unisa Yogyakarta,” tambahnya.

Acara wisuda ini juga dihadiri oleh Kepala LLDIKTI Wilayah V DIY serta jajaran Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah dan Dikti PP Aisyiyah serta Badan Pembina Harian UNISA Yogyakarta, yang turut memberikan apresiasi atas kontribusi UNISA Yogyakarta dalam mencetak generasi muda berkualitas dan berakhlak mulia.

Sumpah

Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta kembali mengukuhkan para tenaga kesehatan profesional melalui prosesi Sumpah Profesi di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan UNISA Yogyakarta pada Kamis (17/4/2025). Momen ini menandai komitmen para lulusan untuk mengabdikan ilmu dan keahliannya dalam dunia kesehatan dengan menjunjung tinggi etika profesi.

Sebanyak 170 lulusan mengikuti prosesi sumpah profesi yang meliputi Profesi Fisioterapis, Profesi Ners, dan Tenaga Teknologi Laboratorium Medik. Acara ini turut disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube resmi UNISA Yogyakarta.

Dalam laporannya, Dekan FIKes UNISA Yogyakarta, Dr. Dewi Rokhanawati, MPH., menyampaikan bahwa seluruh peserta sumpah telah menyelesaikan proses akademik dan uji kompetensi nasional (UKOM) dengan capaian yang membanggakan. Rinciannya, sebanyak 162 lulusan dari Profesi Fisioterapis, 4 dari Profesi Ners, dan 4 dari Program D4 Teknologi Laboratorium Medik.

“Alhamdulillah, rata-rata capaian UKOM Nasional mencapai 92,76%, dengan Profesi Fisioterapis dan Ners memperoleh kelulusan 100%, dan Teknologi Laboratorium Medik mencapai 86%,” jelas Dewi.

Tak hanya itu, para lulusan juga mencatatkan prestasi akademik yang gemilang. IPK tertinggi pada jenjang profesi mencapai 4,00, sedangkan pada jenjang D4 mencapai 3,73. Sebagian besar lulusan fisioterapi (159 orang) memperoleh predikat kelulusan dengan pujian (cumlaude), begitu pula seluruh lulusan Profesi Ners.

Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., dalam sambutannya menegaskan pentingnya integritas dan akhlak mulia dalam menjalani profesi di bidang kesehatan. “Lulusan UNISA harus menjunjung tinggi etika profesi. Ilmu yang kalian peroleh harus diiringi dengan tanggung jawab moral dan spiritual,” tegas Warsiti.

Warsiti juga menginformasikan bahwa mulai tahun ini, UNISA membuka peluang bagi para lulusan untuk memperluas wawasan dan mencari pengalaman kerja di luar negeri. “Kami berharap ini menjadi kabar baik bagi para lulusan, dan tentu saja dukungan dari orang tua sangat diharapkan agar ananda tercinta bisa mengembangkan diri secara global,” ujarnya.

Menanggapi maraknya kasus pelanggaran etik profesi yang tengah viral di masyarakat, Rektor menyampaikan keprihatinannya. “Kita harus belajar dari kasus tersebut. Kecerobohan sekecil apa pun yang dilakukan tenaga kesehatan bisa berdampak besar dan menurunkan kepercayaan masyarakat. Harapan kami, lulusan UNISA senantiasa menjaga akhlak, etika, dan profesionalisme dalam bertugas,” pesan beliau.

Momen ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi para orang tua dan keluarga lulusan yang turut hadir menyaksikan secara langsung prosesi sumpah profesi. FIKes UNISA Yogyakarta menegaskan komitmennya untuk terus mencetak tenaga kesehatan yang unggul, beretika, dan berkontribusi nyata dalam pembangunan kesehatan nasional dan global.

Acara ini turut dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, rohaniwan, perwakilan organisasi profesi, serta para mitra rumah sakit dan institusi layanan kesehatan. Prosesi berlangsung dengan khidmat dan ditutup dengan doa serta ungkapan syukur.

Kekerasan seksual 2

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini di Indonesia menjadi sebuah ironi. Berbagai faktor mendorong terjadinya kasus pelecehan dan kekerasan seksual, mulai dari budaya patriarki hingga gangguan psikologi.

“Kasus pelecehan dan kekerasan seksual belakangan ini merupakan fenomena yang kompleks dan memprihatinkan,” ungkap Dosen Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi, Psikolog, Sabtu (12/4/2025).

Nita menyebut di balik gelar akademik dan posisi yang dihormati, beberapa individu terpelajar ternyata justru malah menyalahgunakan kekuasaan dan pengaruh mereka untuk melakukan tindakan yang sangat tidak pantas. “Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan seksual adalah kultur patriarkis yang masih kuat dalam masyarakat,” ujar Nita.

Pandangan bahwa perempuan sebagai objek yang dapat dimanfaatkan dan dikontrol masih melekat dalam beberapa lapisan masyarakat, termasuk di kalangan terpelajar. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku mereka dan membuat mereka merasa memiliki hak untuk mengontrol dan memanfaatkan orang lain. Selain itu, posisi kekuasaan dan akses ke sumber daya yang luas juga dapat membuat orang terpelajar dengan kekuasaan merasa tidak dapat dijangkau oleh hukum dan akuntabilitas. “Mereka mungkin merasa bahwa mereka dapat melakukan apa saja tanpa konsekuensi, karena mereka memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar,” ucap Nita.

Faktor lainnya adalah karena nir empati. Ilmu yang didapatkan sebagai yang terpelajar justru digunakan sebagai alat untuk meraih dan memuaskan nafsu. Beberapa diantara yang terjadi bisa jadi karena memang ada indikasi faktor psikologis yang dimiliki, seperti adanya masalah psikologi hingga gangguan psikologi. Masa kecil yang buruk, pernah mendapatkan pelecehan seksual, atau terbiasa melihat tontonan berbau pornografi dapat menjadi penyebab lainnya. Adanya disorientasi seksual, kebiasaan memperlakukan orang lain semena-mena serta libido yang tidak sejalan dengan super ego menjadi faktor penguat kenapa ini mudah terjadi. Super ego dalam diri manusia sejatinya bisa mengendalikan manusia jika ingin melakukan hal yang buruk, jika super ego tidak berfungsi dan ego menjadi dominan, maka muncullah nir empati dengan tanpa memikirkan bagaimana efek dari semua yang akan terjadi.

“Ego berkuasa untuk dipenuhi, itulah yang membuat mereka kalap dan ingin dan ingin terus melakukan hal tersebut tanpa rasa malu. Namun, perlu diingat bahwa kekerasan seksual tidak hanya terjadi karena faktor-faktor tersebut. Trauma dan gangguan psikologis juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Beberapa orang terpelajar mungkin memiliki riwayat trauma atau gangguan psikologis yang mempengaruhi perilaku mereka,” ungkapnya.

Dampak kekerasan seksual pada korban sangat besar dan berkepanjangan. Korban dapat mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD), depresi, dan kecemasan yang berkepanjangan. Kekerasan seksual juga dapat mempengaruhi kemampuan korban untuk membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sangat penting. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual dan dampaknya dapat membantu mencegah kasus-kasus seperti ini.

“Dukungan pada korban, seperti konseling dan bantuan hukum, juga sangat penting untuk membantu mereka pulih. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual dapat menjadi efek jera dan mencegah kasus-kasus serupa di masa depan,” tutup Nita.

Ners 1

Sebanyak 84 calon perawat profesional dari Program Studi Keperawatan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas `Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta mengikuti acara Janji Pra Ners di Hall Baroroh Baried pada Selasa (15/04). Acara ini menjadi penanda kesiapan para siswa untuk memasuki dunia praktek dan penerapan ilmu yang telah mereka peroleh selama masa pendidikan.

Ketua Program Studi Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners FIKes UNISA Yogyakarta, Dr. Sarwinanti, S.Kep,Ners.M.Kep.,Sp.Mat, dalam laporannya menyampaikan bahwa para mahasiswa profesi Ners ini akan segera diterjunkan ke berbagai fasilitas kesehatan, termasuk sejumlah rumah sakit dan juga komunitas, selama kurang lebih sepuluh bulan ke depan. Penempatan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa dalam menangani berbagai kasus kesehatan dan berinteraksi dengan pasien serta masyarakat.

“Selama kurang lebih sepuluh bulan, para mahasiswa akan menjalani beberapa tahapan praktik di berbagai tempat pelayanan kesehatan. Ini adalah kesempatan emas bagi mereka untuk mengasah keterampilan klinis, menerapkan ilmu pengetahuan, serta membangun profesionalisme sebagai seorang Ners,” ujar Sarwinanti. Ia juga menekankan pentingnya menjaga nama baik almamater selama menjalankan praktik.

Sementara itu, Dekan FIKes UNISA Yogyakarta, Dr. Dewi Rokhanawati, S.SiT., M.PH, dalam sambutanya memberikan pesan mendalam kepada para calon Ners. Dewi berpesan agar para mahasiswa dapat memanfaatkan ilmu yang telah diperolehnya secara maksimal di lahan praktik. Lebih dari itu, Dewi juga berharap para calon Ners ini dapat membuktikan kualitas pendidikan yang mereka terima di UNISA Yogyakarta.

“Saya menyampaikan pesan kepada seluruh calon Ners, manfaatkanlah ilmu yang telah kalian peroleh ini sebaik mungkin di tempat praktik nanti. Tunjukkan kalian adalah mahasiswa UNISA yang kompeten dan berintegritas,” tegas Dewi.

“Mohon nanti kalian tetap harus menjaga fisik dan psikis selama praktik. Jangan ragu untuk berkomunikasi dengan pembimbing lahan jika mengatasi kendala atau masalah di lapangan. Kami berharap, melalui komunikasi yang baik, setiap permasalahan dapat segera dicarikan solusi yang tepat,” imbuhnya.

Acara Janji Pra Ners ini merupakan bagian penting dalam rangkaian pendidikan profesi Ners di FIKes UNISA Yogyakarta. Melalui janji ini, diharapkan para calon perawat semakin termotivasi untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh dedikasi dan profesionalisme, serta memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat.

Mahasiswa non muslim 1

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta kembali menunjukkan komitmennya sebagai institusi pendidikan tinggi yang inklusif, humanis, dan terbuka terhadap keberagaman. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk Project Al-Ma’un, mahasiswa Program Studi Profesi Fisioterapis UNISA Yogyakarta, yang merupakan mahasiswa non-Muslim atas nama Mieke Paulina Ivana Dimu, melaksanakan penyuluhan kesehatan di Masjid Jami Muhammadiyah Ar Rahmah, Sumba Barat, Minggu (13/4/2025).

Kegiatan ini mengangkat tema penyuluhan mengenai Nyeri Punggung Bawah, keluhan kesehatan yang kerap dialami masyarakat luas. Warga mendapatkan edukasi seputar penyebab, pencegahan, hingga latihan peregangan sederhana yang dapat dilakukan mandiri. Selain itu, kegiatan juga disertai sesi tanya jawab dan demonstrasi langsung oleh mahasiswa.

Keikutsertaan Mieke, mahasiswa non-Muslim asal Nusa Tenggara Timur, menjadi wujud nyata bahwa UNISA Yogyakarta tidak hanya menerima, tetapi juga memfasilitasi dan mendukung penuh mahasiswa dari berbagai latar belakang agama, suku, dan budaya. “Saya merasa sangat diterima di UNISA, baik oleh teman-teman maupun dosen. Saya tidak pernah merasa dikucilkan atau berbeda. Justru saya merasa berkembang dan bisa belajar banyak tentang toleransi, empati, dan kolaborasi lintas iman,” ujar Mieke.

Mieke juga menambahkan bahwa lingkungan kampus UNISA Yogyakarta sangat nyaman dan mendukung mahasiswa non-Muslim untuk beradaptasi, baik dalam kegiatan akademik maupun sosial kemasyarakatan. Menurutnya, keterlibatannya dalam kegiatan yang berlangsung di masjid ini menjadi bukti bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk melayani dan berkontribusi di tengah masyarakat.

“Saya berharap UNISA Yogyakarta terus memperkuat nilai inklusifitasnya dan menjadi teladan bahwa kampus Islam bisa menjadi rumah belajar yang hangat bagi siapa pun,” ucap Mieke.

Ketua Program Studi Sarjana dan Profesi Fisioterapi UNISA Yogyakarta, Hilmi Zadah Faidullah, M.Sc., PhD (PT) menyatakan bahwa kegiatan ini bukan hanya ajang praktik keilmuan, tetapi juga ruang pembelajaran karakter dan nilai. “Keterlibatan mahasiswa seperti Mieke menunjukkan bahwa inklusifitas bukan sekadar slogan di UNISA Yogyakarta, tetapi menjadi nilai yang dihidupkan dan diwujudkan dalam setiap aspek pendidikan,” jelasnya.

Masjid Jami Muhammadiyah Ar Rahmah, sebagai lokasi kegiatan, menyambut baik kehadiran mahasiswa. Jamaah dan tokoh masyarakat setempat, menyampaikan apresiasinya. Mereka bangga menjadi bagian dari kegiatan ini. Semangat membantu dan mengedukasi warga tanpa melihat latar belakang keyakinan adalah cerminan nilai-nilai luhur bangsa.

Melalui Project Al-Ma’un, UNISA Yogyakarta tidak hanya menanamkan nilai profesionalisme kepada mahasiswanya, tetapi juga menegaskan peran penting perguruan tinggi dalam membangun jembatan toleransi dan kemanusiaan. Kehadiran mahasiswa dari berbagai latar belakang yang bisa bersatu dalam misi sosial membuktikan bahwa nilai inklusifitas di UNISA Yogyakarta tidak hanya kuat, tapi juga mengakar dan nyata terasa oleh seluruh sivitas akademika.