Biro Humas dan Protokol (BHP) Universitas `Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta menerima kunjungan studi banding dari tim media Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Pertemuan ini berlangsung di ruang meeting lantai 7 Gedung Siti Moendjijah pada Selasa (5/8/2025), dan fokus pada pertukaran ilmu terkait strategi komunikasi digital dan pengelolaan media.
“Kami sangat menyambut baik kedatangan teman-teman untuk bisa saling berbagi kegiatan kehumasan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan website dan media sosial,” ujar Kepala BHP Unisa Yogyakarta, Sinta Maharani, M.I.Kom.
Sinta membuka ruang diskusi seluas-luasnya, mengajak teman-teman dari tim Media Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah untuk bertukar pengalaman pengelolaan media yang telah dilakukan oleh Humas Unisa Yogyakarta.
Perwakilan dari tim media Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Aprilia Sazira Sari, S.I.Kom., M.Sc, menjelaskan alasan dipilihnya Unisa Yogyakarta sebagai destinasi studi banding. “Kami tidak hanya datang untuk silaturahim, tetapi sebelumnya sudah mengamati dan menganalisis media yang diolah oleh Humas Unisa Yogyakarta. Kami melihat pengelolaan media sosial Unisa sangat unik dan menarik,” ungkap Aprilia.
Ia menambahkan, rekomendasi untuk memilih Unisa Yogyakarta sebagai tempat sharing juga datang langsung dari media PP Muhammadiyah. Sebanyak 10 delegasi dari tim media Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah hadir dalam kegiatan ini untuk saling bertukar ilmu dan pengalaman. Diskusi yang interaktif mencakup berbagai topik, seperti pengelolaan pemberitaan di website, strategi hubungan media, dan pemanfaatan platform media sosial untuk memperkuat citra institusi.
Kunjungan ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara unit kehumasan di lingkungan Muhammadiyah serta meningkatkan standar komunikasi publik di seluruh perguruan tinggi.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/tim-media-scaled.jpg19202560adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-06 10:59:462025-08-06 10:59:50Tim Media Diktilitbang PP Muhammadiyah Studi Banding ke UNISA Yogyakarta, Soroti Pengelolaan Humas yang Unik
Fenomena Rombongan Jarang Beli (Rojali) dan Rombongan Hanya Nanya (Rohana) di pusat perbelanjaan akhir-akhir ini, ramai diperbincangkan belakangan ini. Kebutuhan sosial, aktualisasi, hingga pencitraan diri menjadi faktor yang melatarbelakangi fenomena ini.
Dosen Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo menjelaskan ada beberapa faktor yang melatarbelakangi fenomena Rojali dan Rohana. Pertama, kebutuhan sosial, dimana manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan pusat perbelanjaan dapat menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan ini.
Kedua, aktualisasi diri, pada beberapa orang mungkin mengunjungi pusat perbelanjaan untuk menunjukkan status sosial atau untuk merasa bagian dari kelompok tertentu. “Ketiga, pencitraan diri, sebagian orang mereka berpura-pura tertarik membeli suatu barang demi menciptakan kesan positif di mata orang lain. Kita kan ingin punya kesan positif dan merasa paling besok lagi orangnya sudah lupa atau gak ketemu,” jelas Nita, Sabtu (2/8/2025).
Nita mengatakan terkadang orang ingin memperoleh kesan positif dari orang lain, bahwa seseorang itu punya eksistensi untuk berbelanja meski hanya sekedar lihat dan nanya. “Toh lihat dan nanya hari ini, belum tentu tidak beli seterusnya,” kata Nita.
Di sisi lain ada kalanya karena memang kemampuan ekonomi sedang terbatas, maka perlu saving money atau ingin membandingkan harga di beberapa tempat. Terkadang pula ujungnya tidak jadi membeli, karena kemudian menyeleksi dan dirasa barang tersebut tidak penting atau tidak diperlukan.
“Daya beli kita itu akan menurun kalau saya mau beli sesuatu penuh dengan berbagai pertimbangan. Ini gak hanya berkesan negatif sebetulnya, tapi juga positif. Sebab saving money ini justru membuat kita lebih berhemat. Sekedar hiburan juga bisa bagi mereka yang penat di rumah, melakukan kontak sosial dan komunikasi bertemu orang lain dan menanyakan sesuatu menjadi satu healing tertentu agar kita tetap merasa ada kontak sosial dengan yang lainnya. Jadi sebenarnya bisa juga masuk sebagai satu hiburan bagi kita secara personal,” ungkap Nita.
Pelajaran dari Fenomena Rohana dan Rojali
Nita mengungkapkan tren Rojali dan Rohana memberikan beberapa pelajaran penting bagi masyarakat, khususnya terkait kematangan dalam bersosialisasi. Matang bukan hanya soal perkembangan dan kepribadian orang saja, tapi matang dan dewasa dalam bersosialisasi juga diperlukan agar langgeng dan komunikasi dengan lainnya didasarkan dengan pemenuhan saling mengerti menerima dan menguntungkan.
“Beberapa hal yang bisa kita ambil sebagai manfaat atau pelajaran tren Rohana dan Rojali, pertama tentang konsumsi dan eksistensi. Fenomena ini menunjukkan bahwa konsumsi dan eksistensi tidak hanya tentang membeli barang, tetapi juga tentang bagaimana menunjukkan diri kita di depan orang lain,” kata Nita.
Kedua, tentang citra sosial. Citra sosial kita tidak hanya terbentuk dari apa yang dimiliki, tetapi juga dari bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan menunjukkan diri di media sosial. “Ketiga, tentang empati dan pemahaman. Fenomena ini menunjukkan bahwa kita perlu lebih empati dan memahami makna sosial di balik perilaku orang lain, bukan hanya melihat dari sisi ejekan atau sindiran,” tutur Nita.
Nita mengajak melihat fenomena ini secara lebih bijak dan tidak semata dari sisi ejekan untuk mengikuti latah sosial dan egosentrisme saja. Perlu memahami bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dan motivasi yang berbeda-beda, dan perlu lebih empati dan memahami satu sama lain sih. “Sebab sebaik-baik umat adalah yang bisa merasakan kalau orang lain sakit. Ya kita memahami bahwa sakit ya dibeginikan, jadi jangan lakukan,” ungkap Nita.
Nita menyebut untuk fenomena serupa di masa depan diyakini masih akan ada. Terus muncul dalam bentuk-bentuk baru. Ia memberi gambaran seperti virus, setelah ada penawarnya seperti vaksin, akan bermetamorfosa. “Perilaku manusia juga demikian, berkembang dan berkembang sesuai zaman, terutama dengan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku konsumen. Kita perlu terus memantau dan memahami perubahan-perubahan ini untuk dapat beradaptasi dan berkembang secara harmoni saja, biar tetap sehat mental,” tutup Nita.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/rojali.jpg788940adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-05 16:16:312025-08-05 16:16:38Rojali dan Rohana Cermin Kebutuhan Sosial hingga Pencitraan Diri
Dosen Administrasi Publik Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Gerry Katon Mahendra menilai abolisi yang diterima Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong cukup layak. Hal tersebut tidak lepas dari fakta persidangan yang ada.
“Dengan mempertimbangkan fakta persidangan Tom Lembong dimana tidak ditemukan niat jahat mens rea untuk memperkaya diri dan pihak lain, tidak menikmati hasil korupsi, dan mengambil keputusan berdasarkan koordinasi serta mempertimbangkan kondisi saat itu, menurut saya cukup layak untuk mendapatkan abolisi. Tentu saja proses ini kembali menjadi hak penuh Presiden dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Secara administratif, kondisi di atas cukup memenuhi unsur akuntabilitas dan keadilan,” ujar Gerry, Sabtu (2/8/2025).
Dalam konteks administrasi publik, isu abolisi terhadap Tom Lembong memberikan realitas bahwa masih banyak pekerjaan rumah dan tantangan untuk mengelola pemerintahan yang transparan, menjadikan hukum sebagai panglima pemerintahan, dan berkeadilan. “Lebih lanjut, semua pihak baiknya berbenah dan sudah saatnya perbedaan pandangan dikelola lebih demokratis,” ungkap Gerry.
Gerry menjelaskan abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk meniadakan tuntutan pidana. Hak abolisi diberikan dengan tetap memperhatikan pertimbangan DPR. Abolisi berbeda dengan grasi, meski merupakan hak prerogatif presiden namun sifatnya lebih kepada upaya pengurangan dan perubahan hukuman bagi terpidana. Sedangkan amnesti memiliki makna menghapus semua akibat hukum pidana terhadap orang yang menerimanya.
“Abolisi bukan sekedar diskresi administratif biasa, lebih kompleks dan ini merupakan hak konstitusional Presiden. Meskipun menjadi hak Presiden, dalam pelaksanaannya wajib memperhatikan aspirasi masyarakat, kebijaksanaan dan tetap dalam koridor hukum yang berlaku,” kata Gerry.
Pertimbangan pokok dari keputusan untuk memberi atau menolak abolisi adalah memastikan keadilan substantif, aspirasi kepentingan masyarakat dan integritas hukum yang dijalankan. Apabila aspek tersebut terpenuhi, maka sah saja jika abolisi diberikan.
Dalam prinsip akuntabilitas abolisi harus mampu menjamin hadirnya pertanggungjwaban secara moral dan hukum. Artinya pertimbangan abolisi tidak boleh mencederai keadilan hukum. Kedua, prinsip transparansi artinya proses pemberian abolisi harus terbuka dan dapat diakses publik serta menyingkirkan niatan-niatan manipulatif. Ketiga, mempertimbangkan prinsip keadilan, artinya abolisi diberikan jika dalam proses hukum terdapat dugaan atau kondisi ketidakadilan bagi seseorang.
“Abolisi tanpa mempertimbangan objektivitas tentu dapat merusak kepercayaan publik dan mengacaukan tatanan good governance suatu negara,” tegas Gerry.
Gerry mengatakan dampak dari abolisi tergantung dari bagaimana proses hukum yang dilalui seseorang sebelumnya. Dalam kasus Tom Lembong misalnya, sebagian besar publik merasa terdapat proses yang janggal dalam upaya hukum yang dilalui. “Sehingga ketika Presiden memberikan abolisi, sampai hari ini saya melihat respon publik masih cukup positif. Artinya masyarakat mengikuti dan memahami prosesnya, sehingga keputusan abolisi ini cukup dapat diterima,” ungkapnya.
Jika abolisi dilakukan dengan tidak mempertimbangkan aspek keadilan maka akan sangat mungkin untuk merusak tatanan birokrasi dan kepercayaan publik. Sebaliknya, proses abolisi yang clear akan membuat masyarakat menaruh kepercayaan tinggi terhadap pemerintah.
Menurut Gerry langkah normatif harus tetap dikedepankan dalam Keputusan abolisi. Pemenuhan unsur objektivitas, fakta hukum, aspirasi masyarakat tetap menjadi dasar utama. Terlepas dari ada atau tidaknya kepentingan politik, objektivitas dalam memandang kasus harus menjadi pertimbangan utama.
“Kasus ini mengajarkan kita semua bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan etika dan prinsip keadilan demokratis, serta publik memiliki peran penting dalam mengawalnya,” ujar Gerry.
Gerry juga berpesan kepada masyarakat harus mampu menjadi garda depan pengawasan, termasuk dalam konteks kebijakan abolisi dengan mendorong transparansi penjelasan terbuka dari pemerintah, dan memastikan prosesnya dilandasi prinsip keadilan. “Masyarakat, media, dan akademisi harus mampu mengawal agar abolisi tidak digunakan secara politis dan tebang pilih. Pengawasan publik adalah kunci agar setiap keputusan negara tetap berada dalam koridor hukum, etika, dan tata kelola pemerintahan yang sehat,” tutup Gerry.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/Tom-Lembong.jpg788940adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-05 13:28:192025-08-05 13:28:30Dosen Unisa Yogyakarta: Tom Lembong Cukup Layak Dapat Abolisi
Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta resmi membuka Rapat Kerja Akhir Tahun (RKAT) 2025 yang dilaksanakan di Ruang SM 209, Gedung Siti Moenjiyah. Kegiatan ini menjadi momen penting dalam menyusun rencana operasional tahun akademik 2025/2026 yang juga merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Renstra Tahap Berkembang Fase I, Selasa (05/08/2025).
Dalam sambutannya, Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat, menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi perguruan tinggi saat ini semakin kompleks dan tidak mudah. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya membangun dan mengokohkan semangat kerja sama dan kebersamaan di seluruh lini universitas.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Tantangan ke depan semakin berat, dan hanya dengan kerja sama serta kebersamaan yang kokoh kita bisa menjawabnya dengan solusi yang tepat dan inovatif,” ujar Rektor.
Salah satu agenda penting dalam pembukaan RKAT adalah pemaparan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Tambahan (IKT) tahun akademik 2024/2025 yang disampaikan oleh Dr. Asri Hidayat, M.Keb, selaku Kepala Badan Penjaminan Mutu (BPM). Dalam paparannya, ia menyampaikan berbagai pencapaian strategis yang telah diraih oleh UNISA Yogyakarta, sekaligus memberikan catatan evaluatif sebagai dasar percepatan di tahun berikutnya.
RKAT tahun ini mengusung metode kerja komprehensif yang mencakup evaluasi pelaksanaan program dan anggaran, analisis capaian IKU-IKT, serta penyusunan rencana operasional baru dengan prinsip efektivitas dan efisiensi. Kegiatan berlangsung secara luring dan akan dilanjutkan dengan rapat-rapat kerja komisi, sidang pleno, serta proses review dan finalisasi hingga akhir Agustus 2025.
Sebanyak 77 peserta yang terdiri dari pimpinan universitas, pimpinan fakultas, ketua dan sekretaris program studi, serta kepala unit kerja turut hadir dalam pembukaan ini. Diharapkan melalui forum strategis ini, UNISA Yogyakarta semakin mantap dalam mewujudkan visinya sebagai universitas berwawasan kesehatan yang unggul berdasarkan nilai-nilai Islam Berkemajuan.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/kerja-sama-scaled.jpg19222560adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-05 09:15:102025-08-05 09:15:27UNISA Yogyakarta Gelar Rapat Kerja Akhir Tahun 2025: Rektor Tegaskan Pentingnya Kerja Sama dan Kebersamaan
Burn out atau kondisi psikologis yang muncul karena stres berkepanjangan akibat dari kelelahan emosional terhadap suatu pekerjaan ataupun studi kerap menerpa generasi saat ini. Dosen Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Komarudin menjelaskan bagaimana burnout bisa terjadi dan membagikan tips untuk mahasiswa agar tidak mudah mengalami burnout.
Komar menjelaskan bahwa burnout dengan stres ada perbedaan. Stres bisa positif atau negatif, stres sesuatu yang wajar dihadapi setiap manusia. Jika mereka bisa mengendalikan maka justru bisa menjadi motivasi untuk memperoleh sesuatu, yang mana disebut dengan eustress. “Kalau burnout ini karena tumpukan distress yang akhirnya mengakibatkan seorang itu mengalami kelelahan emosional dan akhirnya putus asa dalam meraih sesuatu,” ujar Komar, Sabtu (2/8/2025).
Dirinya menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami burnout. Mulai dari faktor internal dan eksternal. Dari internal lebih karena faktor yang berasal dari mahasiswa itu sendiri, misalnya karakter yang kurang tangguh dalam menghadapi tantangan, memiliki grit / daya juang yang tidak kuat, tidak disiplin, suka menunda-nunda pekerjaan, mudah over thinking, memiliki coping stress yang buruk atau kurang memiliki kecakapan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
“Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar, seperti kurang uang untuk melanjutkan studi, habis diputusin pacar jadi tidak semangat untuk melakukan aktivitas, lingkungan teman yang tidak sehat. Selain itu mendapatkan pembimbing yang tidak kooperatif, atau peraturan kampus yang berubah-ubah dan menyulitkan mahasiswa,” ungkap Komar.
Komar menjelaskan berdasar WHO ada beberapa ciri burnout antara lain gangguan tidur, menurunnya imunitas tubuh/ mudah sakit, mulai menarik diri dari lingkungan sosial. Kemudian, meningkatnya perilaku maladaptive (misalnya penggunaan zat adiktif, doomscrolling yang menghabiskan banyak waktu), kewalahan terhadap tugas. “Atau secara sekilas fisik dan mentalnya tampak tidak sehat yang ditandai dengan sikap menghindar dan putus asa,” ucapnya.
Bagimana dampak jangka panjang jika kondisi burnout tidak disadari atau ditangani? Menurut Komar, depersonalisasi pada burnout menjadikan mahasiswa apatis terhadap lingkungan kampus dan menarik diri dari lingkungan sosial. Dalam jangka panjang, jika burnout tidak segera ditangani dapat menghambat perkembangan pribadi. “Orang yang mengalami burnout biasanya juga diawali dengan gejala-gejala kecemasan dan jika bertumpuk tanpa ada solusi pasti akan membawa kepada kondisi depresi,” kata Komar.
Bagaimana Mengatasi Burnout?
Komar mengatakan jika mulai merasa burnout, bisa mencari strategi coping yang tepat, misalnya problem focused coping. “Coping ini dalam beberapa hasil riset menunjukkan keefektifan dengan tetap fokus pada tujuan dan merencanakan alternatif pemecahan masalah, jangan menutup diri untuk mencari dukungan sosial,” saran Komar.
Komar mengatakan untuk membangun grit atau ketangguhan dapat dibangun dari menguatkan dua dimensinya, yaitu memiliki kegigihan dalam berusaha, sehingga ketika menghadapi masalah apapun tetap tenang dan pantang menyerah. “Kedua, yaitu konsistensi minat dengan merefleksikan tujuan dulu kuliah apa, mengapa harus kuliah, kuliah untuk siapa dan lain-lain, yang kesemuanya bermuara pada fokus tujuan awal yang dulu ingin dicapai dan sekarang harus diperjuangkan kembali,” kata Komar.
Komar mengatakan penting bagi mahasiswa untuk belajar manajemen waktu dan emosi sejak awal perkuliahan. Dengan manajemen waktu dan emosi yang baik, mahasiswa akan lebih disiplin mengejar target-targetnya, sehingga menghindari penumpukan beban pada suatu waktu yang akan memicu burnout.
Ia berpesan kepada mahasiswa tingkat akhir khususnya, untuk bisa menyelesaikan apa yang sudah dimulai. “Tuhan memiliki kejutan yang indah atas setiap doa yang dipanjatkan. Pasti akan ada waktunya semua yang diusahakan akan selesai,” kata Komar.
Komar juga mengatakan peran keluarga sangat penting sebagai support system. Bagi orang tua, saudara, atau significant others bahwa dukungan orang tua merupakan resources yang berharga bagi anak yang saat ini sedang berjuang menyelesaikan tugas akhirnya. “Janganlah segan untuh memberikan perhatian, menjadi pendengar yang baik atas keluh kesah Ananda, jangan terlampau banyak menasehati yang mengarah pada penghakiman, menjadi teman mencari solusi, dan yang pasti kuatkan doa untuk kelancaran semua proses perjuangan Ananda tercinta,” ujar Komar.
Komar mengungkapkan kampus juga mengambil peran penting untuk mengatasi burnout. Kampus perlu membuat suatu regulasi yang tidak berubah-ubah dan membingungkan mahasiswa, sehingga mahasiswa memiliki kesiapan untuk menyiapkan tugas akhirnya pada pertengahan semester berjalan. Sementara bagi dosen, tentunya harus mengupdate kemampuannya dalam memberikan layanan kepada mahasiswa karena generasi yang dihadapi saat ini bisa jadi berbeda dengan generasi yang dulu dialami oleh si dosen, lebih bijaksana dalam menemu kenali karakteristik mahasiswanya sehingga dapat menggunakan berbagai pendekatan yang sesuai.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/burn-out.jpg788940adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-04 14:14:252025-08-04 14:16:12Bagaimana Burnout Terjadi dan Cara Mengatasinya, Ini Kata Dosen Psikologi Unisa Yogyakarta