Konferensi internasional 2

Universitas `Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta sukses menggelar Konferensi Internasional 2025 secara online melalui platform Zoom pada Sabtu, 26 Juli 2025. Konferensi berskala global ini mengusung tajuk panjang nan visioner: “Wofdic and Interferon: The 2nd International Conference of Women, Family and Disaster Studies and 1st International Conference of Nursing Anesthesiology – Empowering Women and Families: Building Environmental Resilience in Face of Disasters”. Acara ini menjadi wadah strategi untuk membahas peran krusial perempuan dan keluarga dalam mitigasi serta penanganan dampak bencana, sekaligus memperkenalkan perspektif anestesiologi.

Konferensi internasional ini menghadirkan empat narasumber berkompeten dari berbagai belahan dunia. Mereka adalah Joshua Vidal, MSSc., MAEG., EM, LPT dari Manila University Filipina, Dr. Przemysław Żuratyński dari Nicolaus Copernicus University, Wantonoro, Ph.D. dari UNISA Yogyakarta sendiri, serta Dr. Raditya Jati, S.SI., M.SI dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kehadiran para pakar ini memperkaya diskusi dan memberikan perspektif multisektoral.

Dr. M. Ali Imron, M.Fis , selaku Wakil Rektor IV UNISA Yogyakarta, dalam sambutanya mengungkapkan bahwa studi kebencanaan telah menjadi bagian integral dari hampir semua program studi di UNISA Yogyakarta, bahkan sejak kampus ini masih berstatus STIKES `Aisyiyah Yogyakarta.

“Hal-hal yang terkait bencana bukan hanya satu monodisiplin, tetapi interdisiplin,” tutur Imron.

Menyadari pentingnya pendekatan multidisiplin, UNISA Yogyakarta pada tahun 2016 mendirikan lembaga khusus bernama Pusat Studi Perempuan, Keluarga dan Bencana (PSPKB).

Imron menambahkan bahwa berdirinya PSPKB ini memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan, mempersiapkan pembelajaran, membangun jejaring, serta menyusun pedoman yang dapat digunakan masyarakat ketika bencana terjadi. Konferensi Internasional 2025 ini sendiri diikuti oleh 130 peserta dari berbagai daerah di Indonesia, menandakan tingginya minat terhadap isu-isu kebencanaan dan peran sentral perempuan di dalamnya.

Anemia

Keprihatinan akan tingginya angka anemia, menggerakkan sivitas akademika Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta menggagas program Gen Z – Edukasi Nutrisi Zat Besi untuk Cegah Anemia di Desa Sendangagung, Minggir, Sleman. Gerakan ini tidak hanya informatif, tetapi juga menyenangkan dan sesuai dengan karakteristik generasi saat ini.

“Gagasan ini muncul dari keprihatinan kami terhadap tingginya angka anemia, terutama pada remaja putri, yang kami temukan melalui laporan Dinas Kesehatan dan observasi lapangan. Banyak remaja yang tidak memahami pentingnya zat besi dan enggan mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) karena kurangnya edukasi,” ujar Dosen Keperawatan, Hamudi Prasetiyo, Kamis (24/7/2025).

Hamudi mengungkapkan anemia perlu menjadi perhatian karena karena anemia pada remaja berdampak langsung terhadap prestasi belajar, konsentrasi, kelelahan kronis, bahkan risiko komplikasi saat kehamilan di masa depan. “Hasil wawancara kami dengan perangkat puskesmas dan perangkat desa menunjukkan bahwa banyak remaja mengalami anemia ringan hingga sedang tetapi tidak mendapatkan edukasi atau intervensi yang tepat. Hal ini mendorong tim untuk melakukan skrining dan edukasi secara lebih masif,” kata Hamudi.

Program Gen Z – Edukasi Nutrisi Zat Besi untuk Cegah Anemia di Desa Sendangagung, Minggir berhasil mendapat dukungan dari Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Program ini akan digarap dari lintas disiplin ilmu di Unisa Yogyakarta, dari Prodi Keperawatan sebagai penanggung jawab utama edukasi kesehatan dan skrining anemia. Prodi Kebidanan akan fokus pada pendekatan remaja putri dan edukasi tentang siklus menstruasi dan kebutuhan zat besi.

Pastinya dengan mahasiswa di unit organisasi mahasiswa HIMIKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan) dan HIMABIDA (Himpunan Mahasiswa Bidan). Kolaborasi berjalan harmonis sejak awal. Mahasiswa Keperawatan menangani aspek edukasi umum dan skrining kadar Hb, sedangkan mahasiswa Kebidanan mendalami aspek reproduksi remaja, kesehatan menstruasi, dan dampak anemia pada remaja putri. Kami menggabungkan pendekatan promotif dan preventif untuk menjangkau kelompok sasaran dengan lebih tepat,” ungkap Hamudi.

Hamudi mengungkapkan secara khusus, dosen pendamping nantinya akan menjadi motor utama dalam penguatan metodologi, validasi data, dan pengawasan lapangan. Mereka membimbing dalam menyusun proposal, memetakan potensi desa, membangun komunikasi dengan mitra desa, serta membantu tim melakukan monitoring dan evaluasi. Peran mereka sangat krusial dalam menjaga integritas ilmiah program ini.

Hamudi tidak menampik sejumlah tantangan dihadapi saat penyusunan proposal. Seperti menyusun program yang komprehensif namun realistis dijalankan dalam waktu terbatas. Melakukan pemetaan kebutuhan desa secara cepat dan tepat. Menciptakan program edukasi yang inovatif dan menarik untuk Gen Z. Selain juga bagaimana merumuskan indikator keberhasilan yang terukur 

Jalannya program dan harapan

Program nantinya akan berjalan di Desa Sendangagung, Minggir. Desa ini dipilih karena memenuhi tiga kriteria penting. Pertama, tingginya jumlah remaja usia 10–19 tahun di wilayah ini. Rendahnya pemahaman gizi dan tingginya angka anemia berdasarkan data dari Puskesmas Minggir. Kemudian, adanya dukungan dari perangkat desa setempat yang terbuka terhadap kolaborasi program berbasis komunitas. “Selain itu, desa ini belum banyak tersentuh program serupa sehingga intervensi kami menjadi lebih bermakna,” ungkap Hamudi.

Program Gen Z – Edukasi Nutrisi Zat Besi untuk Cegah Anemia di Desa Sendangagung, Minggir, Sleman mencakup skrining kadar hemoglobin remaja, pelatihan kader Gen Z, kemudian kampanye digital via Instagram & TikTok. Selain itu juga pemberian intervensi tablet peningkatan hemoglobin, edukasi interaktif, edukasi orang tua tentang gizi remaja, dan distribusi modul edukatif.

“Kami menggunakan pendekatan edutainment—edukasi yang dikemas menyenangkan berupa visual menarik dan infografik ringkas. Tantangan media sosial (#GenZ), kelas diskusi dengan kuis interaktif, dan story telling dari role model remaja sehat,” ucap Hamudi.

Melalui program ini diharapkan jangka pendeknya, peningkatan pengetahuan remaja tentang anemia dan zat besi, tumbuhnya kader remaja peduli anemia, adanya perubahan konsumsi makanan bergizi. Sementara untuk jangka panjang yaitu penurunan prevalensi anemia remaja, kemandirian kader desa dalam edukasi anemia, dan model program yang dapat direplikasi ke desa lain.

Keberhasilan program di lapangan akan dilihat melalui pre-test dan post-test untuk menilai peningkatan pengetahuan. Kemudian, pemantauan Hb awal dan akhir intervensi. Kemudian, FGD dengan kader dan perangkat desa, dokumentasi aktivitas dan testimoni remaja. Program ini pun direncanakan akan direplikasi ke desa lain.

“Kami sudah berkoordinasi dengan desa tetangga seperti Sidoagung. Proposal replikasi sedang kami rancang agar bisa diusulkan di periode PPK ORMAWA berikutnya atau melalui skema KKN Tematik,” kata dia.

Manfaat untuk mahasiswa dan dukungan Unisa 

Hamudi menyebut melalui PPK ORMAWA mahasiswa akan dilatih untuk memimpin tim, membagi peran, dan bertanggung jawab atas keberhasilan program. Selain itu, mereka dilatih untuk peka terhadap kebutuhan masyarakat, mampu mendengar, dan menyesuaikan strategi edukasi dengan konteks lokal. 

“Kami berharap program ini terus diperkuat sebagai sarana pembinaan karakter mahasiswa. Program seperti ini membuktikan bahwa mahasiswa bisa menjadi agen perubahan nyata di masyarakat, bukan hanya akademisi di kampus,” harapnya.

Hamudi juga berpesan kepada para mahasiswa untuk terus berkarya. Mahasiswa perlu memiliki keresahan, bisa dimulai dari hal kecil. “Mulailah dari keresahan kecil yang ada di sekitar. Jangan menunggu sempurna untuk bergerak. Dengan kerja sama tim, dukungan dosen, dan kemauan belajar, mahasiswa bisa menciptakan program yang bermanfaat dan berdampak,” ucap Hamudi.

Dirinya juga mengucapkan terima kasih kepada Unisa Yogyakarta yang telah memberikan berbagai dukungan. Mulai dari pelatihan proposal dan Monev, kemudian bimbingan dosen pembimbing PPK ORMAWA, pendanaan awal program. Selain juga dukungan fasilitasi publikasi program ke media internal dan eksternal. “Serta pengakuan dukungan administratif,” kata Hamudi.

Mahasiswa kkn 1

Universitas `Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta kembali mengadakan pengabdian masyarakat melalui mahasiswanya. Sebanyak 1.121 mahasiswa dilepas untuk mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang akan berlangsung di 11 desa, tersebar di lima kabupaten dan kota di DI Yogyakarta, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta, Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Acara pelepasan berlangsung di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan pada Selasa, 22 Juli 2025.

Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat , dalam sambutanya mengatakan bahwa KKN bukan sekedar program kerja semata, melainkan sebuah proses pembelajaran hidup yang berharga.

“Di masyarakat, mahasiswa akan banyak belajar. Tidak hanya mengimplementasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah, tetapi juga akan banyak belajar tentang nilai-nilai kearifan lokal,” ujar Warsiti.

Ia juga menambahkan bahwa pengalaman ini akan menuntut kemampuan adaptasi yang cepat dari para mahasiswa dalam menghadapi realitas sosial yang kompleks. “Hal ini memerlukan proses adaptasi yang cepat serta menghadapi realitas yang kompleks,” tegasnya, mengingatkan mahasiswa akan tantangan yang mungkin dihadapi di lapangan.

Lebih lanjut Warsiti menekankan pentingnya kemampuan komunikasi yang baik bagi setiap peserta KKN. Ia berpesan agar mahasiswa menciptakan program-program yang benar-benar bermanfaat dengan ide-ide yang bermakna bagi masyarakat.

“Buatlah program yang bermanfaat dengan ide yang bermakna bagi masyarakat, dan tetap menjaga etika agar bisa berbaur dengan masyarakat,” tutupnya, memberikan bekal penting bagi mahasiswa agar dapat diterima dan memberikan dampak positif di lokasi KKN.

Pelepasan ini menandai dimulainya babak baru bagi para mahasiswa UNISA untuk menerapkan ilmu, sekaligus memperkaya diri dengan pengalaman sosial yang tak ternilai.

Mahasiswa arsitektur 3

Bakat dan kreativitas mahasiswa Program Studi Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas `Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta kembali memukau. Mahasiswa semester II sukses menciptakan karya arsitektur playground kreatif yang inovatif, dipamerkan di Kampus Terpadu Unisa Yogyakarta, Senin (21/7/2025). Proyek ini menjadi bukti nyata kemampuan mahasiswa dalam menerjemahkan teori ke dalam aplikasi desain fungsional.

Melalui mata kuliah Studi Perancangan dengan tema “Konfigurasi”, para mahasiswa dibagi menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok diberikan tugas untuk merancang dan mengaplikasikan konsep arsitektur ke dalam bentuk nyata, sebelum kemudian mempresentasikan hasil karya mereka kepada dosen penanggung jawab. Hasilnya, tiga karya playground yang unik dan menarik berhasil tercipta, masing-masing diberi nama Jungle Land, Rubik, dan Pitter Petter, khusus dirancang sebagai arena permainan anak-anak.

Ar. Rizki Aldillah, S.Ars., M.Ars., IAI, atau yang akrab disapa Kiki, selaku dosen mata kuliah perancangan di Prodi Arsitektur, menjelaskan bahwa proyek ini bertujuan mengenalkan mahasiswa pada konsep konfigurasi arsitektur.

“Mahasiswa semester dua ini mulai mengenal apa itu konfigurasi arsitektur. Mereka tidak hanya sekadar mengerti dan paham, akan tetapi dapat mengaplikasikannya dalam sebuah karya dengan desain yang berbeda dan fungsional,” tutur Kiki.

Lebih lanjut, Kiki menambahkan bahwa perkuliahan konfigurasi ini dirancang untuk membentuk mahasiswa agar siap menghadapi proses perancangan yang lebih matang, tanpa mengesampingkan pentingnya ide dan kreativitas. Ia juga menyoroti tantangan era digital, di mana dosen arsitektur Unisa Yogyakarta tidak ingin mahasiswanya kurang kreatif karena terlalu banyak mengonsumsi desain dari platform digital.

“Harapannya, apa yang mereka dapatkan pada semester dua ini bisa mereka bawa ke semester selanjutnya untuk mengeksplorasi desain yang lebih jauh dan mempunyai keunikan,” pungkas Kiki.

Inisiatif ini menegaskan komitmen Unisa Yogyakarta dalam mencetak arsitek muda yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga kaya akan inovasi desain dan berpikir di luar kebiasaan.