Perkampungan Air

Dalam rangka Interprofessional Practice Project, 20 mahasiswa Program Studi Magister Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, melakukan kunjungan ke Kampong Ayer, sebuah permukiman ikonik di Brunei Darussalam, Jumat (31/1/2025). Kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari program kolaborasi dengan Universiti Brunei Darussalam (UBD) yang bertujuan untuk memperluas wawasan lintas budaya dan memperdalam pemahaman mengenai sistem kesehatan serta kehidupan sosial masyarakat setempat.

Kampong Ayer, yang dijuluki sebagai ‘Venice of the East’, terletak di Bandar Seri Begawan, Brunei dan merupakan perkampungan air terbesar di Asia Tenggara. Berlokasi di tepi Sungai Brunei, kawasan ini terdiri dari rumah-rumah tradisional yang berdiri di atas tiang kayu, lengkap dengan sekolah berbagai tingkat, pemadam kebakaran, kantor polisi, galeri kebudayaan, masjid, klinik, dan fasilitas umum lainnya yang terhubung oleh jembatan kayu dan perahu sebagai alat transportasi utama.

Program Interprofessional Practice Project ini didampingi oleh Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc dan Dr. Askuri, M.Si. Selama kunjungan, mahasiswa Unisa Yogyakarta berkesempatan untuk berbincang langsung dengan penduduk setempat, memahami pola hidup masyarakat yang masih menjaga tradisi, serta mengamati bagaimana akses layanan kesehatan diberikan kepada penduduk Kampong Ayer.

“Saya sangat kagum melihat bagaimana masyarakat di Kampong Ayer tetap mempertahankan warisan budaya mereka. Meski hidup di atas air, fasilitas di sini cukup lengkap, dan masyarakatnya sangat ramah. Ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi kami untuk memahami keberlanjutan budaya serta tantangan kesehatan di komunitas ini,” ujar salah satu mahasiswa Program Studi Magister Kebidanan Unisa Yogyakarta, Yuriska Verina.

Kunjungan ini tidak hanya memberikan wawasan akademik tetapi juga mempererat hubungan antara Unisa Yogyakarta dan UBD dalam bidang kesehatan, sosial, dan budaya. Mahasiswa berharap kolaborasi seperti ini dapat terus berlanjut di masa depan agar semakin banyak pengalaman berharga yang bisa diperoleh dalam membangun perspektif global.

Dengan berakhirnya kunjungan ini, mahasiswa UNISA Yogyakarta membawa pulang kenangan berharga dan pelajaran mendalam tentang kehidupan masyarakat Kampong Ayer, yang membuktikan bahwa tradisi dan kemajuan dapat berjalan berdampingan dalam harmoni

Penulis: Yuriska Verina dan Awwal Al-fauzia N (Mahasiswa  S2 Kebidanan UNISA Yogyakarta), Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT.,M.Sc dan Dr. Askuri, M.Si (Dosen Kebidanan UNISA Yogyakarta)

Kebijakan Gas Lpg

Dinamika mengenai kebijakan gas LPG subsidi 3 kilogram (kg) masih terus menjadi perbincangan dan kerap menjadi ajang perdebatan ditengah masyarakat. Disatu sisi, gas LPG 3 kg dianggap sebagai solusi tepat bagi masyarakat pasca kebijakan konversi gas, namun disisi lain dengan konsep subsidi yang ditanggung oleh APBN, keberadaan gas LPG 3 kg dianggap menjadi beban bagi pemerintah. Jika menilik sejarah, kehadiran gas LPG subsidi 3 kg tidak lepas dari peran pemerintahan era SBY-Jusuf Kalla, Jusuf Kalla yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI dianggap sebagai pihak yang berjasa dalam upaya konversi minyak tanah ke gas yang secara matematis dianggap dapat menghemat anggaran negara hingga triliunan rupiah.

Dalam perjalanannya, meskipun sempat mengalami Fase Cultural Jump pada rentang tahun 2007-2010, dimana masyarakat masih gagap penyesuaian, rentetan kecelakaan teknis dan bahkan ledakan dalam penggunaan gas 3 kg, nyatanya kebijakan alih konversi ini lambat laun dapat diterima oleh masyarakat luas. Puncak manfaat dari kebijakan ini terlihat pada tahun 2015, ditandai dengan menurunnya penggunaaan minyak tanah dari 9.85 juta kilo liter pada tahun 2007 menjadi hanya 850 ribu kilo liter pada tahun 2015.

Keberhasilan menekan penggunaan minyak tanah dan pemaksimalan penggunaan gas LPG 3 kg ternyata masih menyimpan beberapa masalah terselubung. Pemerintah memang berhasil menekan penggunaan minyak tanah, namun skema subsidi yang diterapkan pada distribusi dan penggunaan gas LPG 3 kg membuat kemampuan anggaran pemerintah mulai terganggu. Salah satu momen krusial terjadi pada rentang tahun 2016-2020 dimana pemerintah terus berupaya mencari cara terbaik dalam menerapkan system subsidi tertutup guna memastikan distribusi gas LPG 3 kg lebih tepat sasaran. 

Kebijakan Trial and Error

Berbicara mengenai implementasi kebijakan untuk hajat masyarakat luas, kita harus mengakui bahwa akurasi data dan teknis pelaksanaan hampir selalu menjadi kendala dalam berbagai penerapan kebijakan di Indonesia, tidak terkecuali mengenai implementasi subsidi gas LPG 3 kg. Patut diakui bahwa distribusi dan penggunaan gas LPG 3 kg masih banyak yang belum tepat sasaran. Kondisi ini pada akhirnya membuat pemerintah “terpaksa” mencoba menerapkan kebijakan trial and error untuk mengatasi masalah tersebut secara jangka pendek.  

Namun sayangnya, dalam konteks pelaksanaan kebijakan distribusi gas LPG 3 kg ini pemerintah dianggap kurang koordinasi, salah kalkulasi dan melupakan aspek dampak kebijakan. Kebijakan yang dianggap mendadak, kurang sosialisasi, dan tidak memihak kepada masyarakat pada akhirnya mendapat respon negatif dari berbagai kalangan. Baik mereka yang menggunakan gas LPG 3 kg maupun tidak. Publik tidak dapat menerima, ketika kebutuhan dasar dan sangat privat seperti memasak di dapur rumah harus dilalui dengan proses antrian panjang dan memakan waktu yang lama di pangkalan gas. Lebih parahnya lagi, dilaporkan di beberapa lokasi antrian tersebut sampai merenggut korban jiwa. Hal tersebut tentu tidak dapat diterima oleh akal sehat masyarakat yang tinggal di negara yang dianggap mampu mengelola sumber daya alamnya (terutama gas alam).

Desakan pembatalan alur distribusi gas LPG 3 kg yang tersentral di pangkalan resmi Pertamina terus menggema dan cepat menyebar. Pada akhirnya kebijakan tersebut dibatalkan oleh para pembuat kebijakan sebelumnya. Lagi dan lagi, mekanisme kebijakan trial and error digunakan untuk menguji respon publik. Pola seperti ini menunjukkan bahwa seringkali kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan kurang reasonable dan tidak melalui proses kajian yang mendalam serta terstruktur.

Subsidi gas LPG 3 kg yang mencapai angka Rp87 triliun tiap tahun memang dapat dikategorikan sebagai sektor yang membebani anggaran negara. Namun, merubah kebijakan secara drastis tanpa memperhitungkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang juga berpotensi membuat situasi masyarakat menjadi chaos. Diperlukan koordinasi, pemikiran, komitmen dan eksekusi yang matang guna memastikan penyaluran gas 3 kg ini nantinya lebih tepat sasaran. Salah satu cara yang dapat dijadikan alternatif guna memastikan subsidi gas 3 kg dapat lebih tepat sasaran adalah melalui penyederhanaan proses dan verifikasi kelayakan penerima subsidi gas 3 kg melalui sistem digital. System digital berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) masyarakat dapat diterapkan baik terhadap penjual pada tingkat pangkalan dan pengecer serta konsumen rumah tangga. Perlu dibangun sistem digital yang komprehensif dan kuat agar antara penjual dan pembeli terverifikasi sebagai pihak yang memang layak mendapatkan subsidi. Sistem digital yang kuat dan terintegrasi diyakini dapat meminimalisir terjadinya penyalahgunaan penyaluran subsidi gas LPG 3 kg.

Pada akhirnya, kebutuhan dasar masyarakat sudah selayaknya dijamin keberlangsungannya dengan baik oleh pemerintah. Tugas pemerintah memastikan segala bentuk kebutuhan dasar masyarakat dapat dipenuhi dengan mudah, aman dan nyaman. Kualitas kebijakan publik menjadi kunci jawaban yang harus diberikan kepada pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut hanya dapat dipenuhi melalui proses yang matang dan terstruktur dengan baik.

Penulis : Gerry Katon Mahendra, S.IP., M.I.P.-Administrasi Publik UNISA Yogyakarta

Layanan

Mahasiswa S2 Kebidanan dari Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta mengunjungi beberapa fasilitas kesehatan di Brunei Darussalam dalam program International Practice Project. Kunjungan ini bertujuan untuk memahami sistem pelayanan kesehatan ibu dan bayi di negara tersebut.

Pelaksanaan program ini didamping oleh dua dosen dari Unisa Yogyakarta, Prof. Dr. Mufdlilah, M.Sc dan Dr. Askuri, M.Si. Dengan motto “Sehat Bersama Ibu dan Bayi,” sebagai bagian dari komitmen berkelanjutan terhadap kesehatan ibu dan bayi, Brunei Darussalam memperluas layanan persalinan gratis dengan menyediakan pompa ASI dan pampers selama satu tahun untuk setiap bayi yang lahir di rumah sakit pemerintah. Setiap ibu yang akan mendapatkan pompa ASI tanpa biaya, kain penutup menyusui, serta pempers gratis selama satu tahun untuk bayinya.

Pelayanan Persalinan Gratis di Rumah Sakit Pemerintah

Salah satu temuan menarik dalam kunjungan ini adalah kebijakan persalinan gratis yang diterapkan di rumah sakit pemerintah Brunei Darussalam. Setiap ibu yang melahirkan mendapatkan layanan kesehatan tanpa dipungut biaya, termasuk perawatan prenatal, persalinan, hingga perawatan pasca persalinan.

Selain itu, fasilitas yang diberikan juga mencakup pemberian pompa ASI tanpa biaya bagi ibu menyusui dan pempers gratis selama satu tahun untuk bayi yang baru lahir. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan setiap bayi mendapatkan nutrisi optimal dan membantu meringankan beban finansial keluarga baru.

Pemberian pempres gratis selama satu tahun setelah melahirkan di Brunei Darussalam bertujuan untuk meringankan beban keuangan keluarga baru, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar bayi yang bisa sangat mahal. Kebijakan ini juga mendukung kesehatan bayi dengan memastikan kebersihan dan perawatan yang tepat, serta membantu ibu fokus pada pemberian ASI eksklusif tanpa terbebani biaya perlengkapan. Selain itu, pemberian pempres ini mencerminkan komitmen pemerintah Brunei untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, serta kualitas hidup keluarga baru secara holistik.

Kondisi  Sistem Kesehatan di Indonesia

Mahasiswa menerima informasi bahwa sistem pelayanan kesehatan di Brunei Darussalam memiliki keunggulan dalam hal cakupan layanan gratis yang lebih luas. Beberapa layanan  yang menjadi pembanding dengan layanan BPJS di Indonesia, meskipun biaya persalinan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, ibu masih perlu menanggung beberapa biaya tambahan, termasuk perlengkapan bayi dan kebutuhan menyusui. Beberapa daerah mungkin memiliki program bantuan tambahan, tetapi belum ada kebijakan nasional yang menjamin fasilitas seperti pompa ASI dan pempers gratis bagi semua ibu dan bayi. Selain itu, sistem kesehatan di Brunei memiliki jumlah penduduk yang lebih kecil dan sumber daya yang lebih besar per kapita dibandingkan Indonesia, yang memungkinkan penerapan kebijakan layanan kesehatan yang lebih komprehensif.

“Kami sangat terkesan dengan komitmen pemerintah Brunei dalam memberikan layanan kesehatan ibu dan bayi. Ini bisa menjadi referensi bagi sistem kesehatan di Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.dalam hal promosi dan perhatian kunjungan setelah melahirkan juga perhatian terhadap tumbuh kembang dengan uapaya promosi melalui media sarana promosi di mulai usian dini playgroup, TK  SD dan sekolah menengah,” ujar Mahasiswa S2 Kebidanan Unisa Yogyakarta, Sesaria Lukman dan Neneng Haerotunnisa, dalam keterangannya Rabu (5/2/2025).

Meningkatkan Wawasan dan Kompetensi Mahasiswa

Prof. Dr. Mufdlilah, M.Sc  mengatakan Program International Practice Project ini tidak hanya memperluas wawasan mahasiswa tentang sistem kesehatan di ajang internasional, tetapi juga memberikan inspirasi untuk meningkatkan pelayanan kebidanan di Indonesia. “Diharapkan, pengalaman ini dapat menjadi bekal bagi para mahasiswa dalam mengembangkan kebijakan dan praktik kebidanan yang lebih baik di masa depan serta mahasiswa memahami pelayanan yang dilaksanakan di internasional dengan persiapan lulusan bisa bekerja di tingkat internasional,” ujar Prof. Dr. Mufdlilah, M.Sc.

Dengan program International Practice Project, Universitas Aisyiyah Yogyakarta terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan kebidanan dengan membuka peluang bagi mahasiswa untuk belajar dari sistem kesehatan negara lain dan menyiapkan lulusan bekerja di luar negeri.

Brunei Darussalam 1

Mahasiswa Magister Kebidanan Angkatan XI Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta melakukan International Practice Project (IPP) di Universiti Brunei Darussalam (UBD), Rabu (19/1/2025) – Minggu (2/2/2025). Program ini merupakan salah satu kompetensi wajib bagi mahasiswa Magister Kebidanan Unisa Yogyakarta untuk menyelesaikan salah satu MK IPP tentang kesehatan ibu anak di ajang internasional.

Program IPP ini diikuti oleh 20 mahasiswa Program Studi Magister Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Unisa Yogyakarta, dengan didampingi oleh Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc dan Dr. Askuri, M.Si sebagai dosen pendamping. Di Universiti Brunei Darussalam (UBD), mahasiswa disambut oleh Dr Khadijah binti Haji Abdul Mumin. 

Program ini dibuka secara langsung oleh Dr. Deeni Rudita bin Idris sebagai Acting Programme Leader (Nursing and Midwifery) di Universiti Brunei Darussalam, yang merupakan universitas terbaik peringkat 18 se-Asia Tenggara, oleh lembaga pemeringkatan Quacquarelli Symonds (QS Rankings) pada 4 Juni 2024. Selain itu merupakan universitas terbaik dan terbesar di negara ini.

“Wawasan global memberikan perspektif yang lebih luas bahwa ada banyak pengalaman ummat manusia dari berbagai bangsa yang bisa dipelajari dan dikembangkan untuk meningkatkan pendidikan kesehatan di tanah air,” kata Dr. Askuri dibersamai Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., MSc  ketika memberikan pengantar dalam sambutannya mewakili delegasi Unisa Yogyakarta pada saat Pembukaan program ini di Theater Room Institute of Health Sciences, Universiti Brunei Darussalam.

Kegiatan IPP ini bertujuan untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam asuhan kebidanan, khususnya terkait pelayanan ibu dan anak. Melalui pengalaman langsung di universitas internasional, para mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan kompetensi di bidang kebidanan, baik dari segi layanan kesehatan, pendidikan, maupun manajerial. Dalam program ini mahasiswa tidak hanya mengikuti perkuliahan di kelas, orientasi kampus, namun juga dirancang untuk memperkenalkan dan merasakan langsung praktik kebidanan terkini di negara Brunei Darussalam, sehingga mampu memberikan wawasan global kepada para mahasiswa.

Selama program berlangsung, mahasiswa mengikuti serangkaian kelas tatap muka, tidak hanya terkait kebidanan yang disampaikan oleh para ahli dari Universiti Brunei Darussalam, namun juga tentang kehidupan sosial dan budaya di Brunei. Kelas tatap muka pertama membahas tentang Introduction to Brunei Culture and Lifestyle, yang disampaikan oleh Pg Dr Hjh Norainna. Pada tatap muka berikutnya, topik lain yang dibahas adalah tentang Brunei Traditional Medicine yang berkaitan dengan praktik kebidanan terkini oleh Dr. Nurol.

Para mahasiswa juga mendapatkan kesempatan untuk observasi langsung (Campus Tour) di Simulation Centre laboratorium kebidanan dan keperawatan Universiti Brunei Darussalam yang dilengkapi dengan teknologi terbaru, diantaranya di ruang simulasi Antenatal Care, ruang simulasi Intranatal Care, ruang simulasi Neonatal And Pediatric, ruang OSCA (Objective Structured Clinical Assessment), hingga Operation Simulation Room. Mereka belajar mengenai teknik dan prosedur dalam menangani kasus-kasus kebidanan secara langsung.

Di Universiti Brunei Darussalam, mahasiswa juga diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman Technical Visit di Rumah Sakit dan Klinik Terbesar di Negara Brunei Darussalam, diantaranya di Raja Isteri Pengiran Anak Saleha Hospital (RIPAS) – Pusat Kesihatan Perempuan dan Kanak-Kanak, Gadong Maternal Health Clinic, Pusat Promosi Kesihatan, Bangar Maternal Health Clinic Temburong, Jerudong Park Medical Centre (Obstetric and Gynecology Ward), serta Berakas Maternal Health Clinic. Dalam kesempatan ini, mereka mempelajari manajemen pemantauan kesehatan ibu antenatal, intranatal, postnatal serta masa menyusui secara langsung.

“Ini pengalaman yang sangat berharga buat saya karena di sini saya mendapatkan pengetahuan adanya perbedaan di Indonesia dan Brunei Darussalam mengenai layanan kebidanan, teknologi terkini yang digunakan, kebijakan pemerintah tentang pendanaan/asuransi kesehatan, dan bagaimana sistem promosi kesehatannya. Selain itu, menambah wawasan kita tentang bagaimana interprofesional itu dilakukan di negara ini, tentang tanggung jawab masing-masing tenaga kesehatan seperti Obsgyn, Bidan dan Perawat,” ujar salah satu Mahasiswa Magister Kebidanan Unisa Yogyakarta, Sesaria Lukman.

Hari terakhir di kampus Universitas Brunei Darussalam, mereka mengikuti perkuliahan bersama dengan mahasiswa keperawatan dari University Mahidol Thailand tentang Global Health Partnerships yang disampaikan oleh Dr. Amrizal Muhammad Nur. Tentu saja, kesempatan berinteraksi dengan mahasiswa dari universitas lain, seperti mahasiswa Keperawatan dari Mahidol University Thailand, juga memberi mereka perspektif yang lebih luas tentang kesehatan global dan kerja sama internasional.

Program IPP ini ditutup oleh Professor Kenneth Kok Yuh Yen, Dean of the Pengiran Anak Puteri Rashidah Sa’adatul Bolkiah (PAPRSB), Institute of Health Sciences, Universiti Brunei Darussalam, dalam acara closing ceremony pemutaran video dan presentasi kegiatan oleh ketua kelompok. Suasana lebih meriah saat seluruh mahasiswa Magister Kebidanan Unisa Yogyakarta menampilkan tarian “Maumere” yang berasal dari NTT, menjadi cara yang indah untuk memperkenalkan lagu dan tarian daerah dari Indonesia di kancah Internasional.

Menurut Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc mengenai kegiatan International Practice Project (IPP) ini sangat memberikan pengalaman yang realistis di kancah global dan menyiapkan lulusan siap pakai bekerja di kancah internasional. Ia juga menekankan kerja sama ini harus tetap dilanjutkan dengan berbagai pengembangan kegiatan lainnya. “Bisa dengan kegiatan dosen visiting professor, seminar bersama, workshop, joint riset, joint publikasi, dan change student dari Brunei ke Indonesia,” ujar Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc.

Penulis: Dian Trillus

Visiting Lecturer 1

Program Studi Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas `Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta sukses menggelar kegiatan visiting lecturer di Gedung Siti Bariyah Kampus Terpadu UNISA Yogyakarta, Sabtu (25/1/2025). Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama internasional antara UNISA Yogyakarta dengan Universiti Teknologi Malaysia (UTM).

Visiting Lecturer

Hadir sebagai narasumber, Assoc. Prof. Ts Dr. Mohd Hisyam bin Rasidi, seorang dosen terkemuka dari UTM, dan Mr. Shahrin bin Hasyim, M. Ed., seorang dosen senior dari Fakultas Sains dan Kemanusiaan UTM. Keduanya memberikan wawasan berharga tentang tema yang diangkat, yaitu “Place Making In Relation To People and Build Environment”.

Kegiatan visiting lecturer ini menjadi platform penting bagi mahasiswa Arsitektur UNISA Yogyakarta untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan mereka tentang perkembangan arsitektur global. Tema yang diangkat, “Place Making In Relation To People and Build Environment”, sangat relevan dengan tantangan dan tren arsitektur saat ini, yang menekankan pada pentingnya menciptakan ruang yang tidak hanya fungsional, tetapi juga humanis dan berkelanjutan.

Riri Chairiyah, S.T, M.Arch, selaku Ketua Program Studi Arsitektur UNISA Yogyakarta, menyampaikan harapan besar terhadap kegiatan ini. Riri berharap kerja sama antara UNISA Yogyakarta dan UTM akan semakin erat dan menghasilkan lebih banyak kegiatan positif yang dapat mengembangkan kualitas pendidikan di kedua universitas.

“Kami sangat senang dapat menyelenggarakan kegiatan visiting lecturer ini sebagai bagian dari upaya kami untuk meningkatkan kualitas pendidikan di program studi Arsitektur, harapanya kerjasama dengan UTM akan terus berlanjut dan memberikan manfaat besar bagi mahasiswa kami,” ujar Riri.

Selain itu, Riri juga berharap kegiatan ini dapat memotivasi mahasiswa untuk terus meningkatkan kompetensi mereka agar mampu bersaing di panggung internasional. “Kami ingin mahasiswa Arsitektur UNISA Yogyakarta memiliki semangat untuk go international dan berkontribusi dalam perkembangan arsitektur dunia,” tambahnya.