Dosen Administrasi Publik Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Gerry Katon Mahendra menilai abolisi yang diterima Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong cukup layak. Hal tersebut tidak lepas dari fakta persidangan yang ada.
“Dengan mempertimbangkan fakta persidangan Tom Lembong dimana tidak ditemukan niat jahat mens rea untuk memperkaya diri dan pihak lain, tidak menikmati hasil korupsi, dan mengambil keputusan berdasarkan koordinasi serta mempertimbangkan kondisi saat itu, menurut saya cukup layak untuk mendapatkan abolisi. Tentu saja proses ini kembali menjadi hak penuh Presiden dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Secara administratif, kondisi di atas cukup memenuhi unsur akuntabilitas dan keadilan,” ujar Gerry, Sabtu (2/8/2025).
Dalam konteks administrasi publik, isu abolisi terhadap Tom Lembong memberikan realitas bahwa masih banyak pekerjaan rumah dan tantangan untuk mengelola pemerintahan yang transparan, menjadikan hukum sebagai panglima pemerintahan, dan berkeadilan. “Lebih lanjut, semua pihak baiknya berbenah dan sudah saatnya perbedaan pandangan dikelola lebih demokratis,” ungkap Gerry.
Gerry menjelaskan abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk meniadakan tuntutan pidana. Hak abolisi diberikan dengan tetap memperhatikan pertimbangan DPR. Abolisi berbeda dengan grasi, meski merupakan hak prerogatif presiden namun sifatnya lebih kepada upaya pengurangan dan perubahan hukuman bagi terpidana. Sedangkan amnesti memiliki makna menghapus semua akibat hukum pidana terhadap orang yang menerimanya.
“Abolisi bukan sekedar diskresi administratif biasa, lebih kompleks dan ini merupakan hak konstitusional Presiden. Meskipun menjadi hak Presiden, dalam pelaksanaannya wajib memperhatikan aspirasi masyarakat, kebijaksanaan dan tetap dalam koridor hukum yang berlaku,” kata Gerry.
Pertimbangan pokok dari keputusan untuk memberi atau menolak abolisi adalah memastikan keadilan substantif, aspirasi kepentingan masyarakat dan integritas hukum yang dijalankan. Apabila aspek tersebut terpenuhi, maka sah saja jika abolisi diberikan.
Dalam prinsip akuntabilitas abolisi harus mampu menjamin hadirnya pertanggungjwaban secara moral dan hukum. Artinya pertimbangan abolisi tidak boleh mencederai keadilan hukum. Kedua, prinsip transparansi artinya proses pemberian abolisi harus terbuka dan dapat diakses publik serta menyingkirkan niatan-niatan manipulatif. Ketiga, mempertimbangkan prinsip keadilan, artinya abolisi diberikan jika dalam proses hukum terdapat dugaan atau kondisi ketidakadilan bagi seseorang.
“Abolisi tanpa mempertimbangan objektivitas tentu dapat merusak kepercayaan publik dan mengacaukan tatanan good governance suatu negara,” tegas Gerry.
Gerry mengatakan dampak dari abolisi tergantung dari bagaimana proses hukum yang dilalui seseorang sebelumnya. Dalam kasus Tom Lembong misalnya, sebagian besar publik merasa terdapat proses yang janggal dalam upaya hukum yang dilalui. “Sehingga ketika Presiden memberikan abolisi, sampai hari ini saya melihat respon publik masih cukup positif. Artinya masyarakat mengikuti dan memahami prosesnya, sehingga keputusan abolisi ini cukup dapat diterima,” ungkapnya.
Jika abolisi dilakukan dengan tidak mempertimbangkan aspek keadilan maka akan sangat mungkin untuk merusak tatanan birokrasi dan kepercayaan publik. Sebaliknya, proses abolisi yang clear akan membuat masyarakat menaruh kepercayaan tinggi terhadap pemerintah.
Menurut Gerry langkah normatif harus tetap dikedepankan dalam Keputusan abolisi. Pemenuhan unsur objektivitas, fakta hukum, aspirasi masyarakat tetap menjadi dasar utama. Terlepas dari ada atau tidaknya kepentingan politik, objektivitas dalam memandang kasus harus menjadi pertimbangan utama.
“Kasus ini mengajarkan kita semua bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan etika dan prinsip keadilan demokratis, serta publik memiliki peran penting dalam mengawalnya,” ujar Gerry.
Gerry juga berpesan kepada masyarakat harus mampu menjadi garda depan pengawasan, termasuk dalam konteks kebijakan abolisi dengan mendorong transparansi penjelasan terbuka dari pemerintah, dan memastikan prosesnya dilandasi prinsip keadilan. “Masyarakat, media, dan akademisi harus mampu mengawal agar abolisi tidak digunakan secara politis dan tebang pilih. Pengawasan publik adalah kunci agar setiap keputusan negara tetap berada dalam koridor hukum, etika, dan tata kelola pemerintahan yang sehat,” tutup Gerry.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/Tom-Lembong.jpg788940adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-05 13:28:192025-08-05 13:28:30Dosen Unisa Yogyakarta: Tom Lembong Cukup Layak Dapat Abolisi
Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta resmi membuka Rapat Kerja Akhir Tahun (RKAT) 2025 yang dilaksanakan di Ruang SM 209, Gedung Siti Moenjiyah. Kegiatan ini menjadi momen penting dalam menyusun rencana operasional tahun akademik 2025/2026 yang juga merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Renstra Tahap Berkembang Fase I, Selasa (05/08/2025).
Dalam sambutannya, Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat, menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi perguruan tinggi saat ini semakin kompleks dan tidak mudah. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya membangun dan mengokohkan semangat kerja sama dan kebersamaan di seluruh lini universitas.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Tantangan ke depan semakin berat, dan hanya dengan kerja sama serta kebersamaan yang kokoh kita bisa menjawabnya dengan solusi yang tepat dan inovatif,” ujar Rektor.
Salah satu agenda penting dalam pembukaan RKAT adalah pemaparan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Tambahan (IKT) tahun akademik 2024/2025 yang disampaikan oleh Dr. Asri Hidayat, M.Keb, selaku Kepala Badan Penjaminan Mutu (BPM). Dalam paparannya, ia menyampaikan berbagai pencapaian strategis yang telah diraih oleh UNISA Yogyakarta, sekaligus memberikan catatan evaluatif sebagai dasar percepatan di tahun berikutnya.
RKAT tahun ini mengusung metode kerja komprehensif yang mencakup evaluasi pelaksanaan program dan anggaran, analisis capaian IKU-IKT, serta penyusunan rencana operasional baru dengan prinsip efektivitas dan efisiensi. Kegiatan berlangsung secara luring dan akan dilanjutkan dengan rapat-rapat kerja komisi, sidang pleno, serta proses review dan finalisasi hingga akhir Agustus 2025.
Sebanyak 77 peserta yang terdiri dari pimpinan universitas, pimpinan fakultas, ketua dan sekretaris program studi, serta kepala unit kerja turut hadir dalam pembukaan ini. Diharapkan melalui forum strategis ini, UNISA Yogyakarta semakin mantap dalam mewujudkan visinya sebagai universitas berwawasan kesehatan yang unggul berdasarkan nilai-nilai Islam Berkemajuan.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/kerja-sama-scaled.jpg19222560adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-05 09:15:102025-08-05 09:15:27UNISA Yogyakarta Gelar Rapat Kerja Akhir Tahun 2025: Rektor Tegaskan Pentingnya Kerja Sama dan Kebersamaan
Burn out atau kondisi psikologis yang muncul karena stres berkepanjangan akibat dari kelelahan emosional terhadap suatu pekerjaan ataupun studi kerap menerpa generasi saat ini. Dosen Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Komarudin menjelaskan bagaimana burnout bisa terjadi dan membagikan tips untuk mahasiswa agar tidak mudah mengalami burnout.
Komar menjelaskan bahwa burnout dengan stres ada perbedaan. Stres bisa positif atau negatif, stres sesuatu yang wajar dihadapi setiap manusia. Jika mereka bisa mengendalikan maka justru bisa menjadi motivasi untuk memperoleh sesuatu, yang mana disebut dengan eustress. “Kalau burnout ini karena tumpukan distress yang akhirnya mengakibatkan seorang itu mengalami kelelahan emosional dan akhirnya putus asa dalam meraih sesuatu,” ujar Komar, Sabtu (2/8/2025).
Dirinya menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami burnout. Mulai dari faktor internal dan eksternal. Dari internal lebih karena faktor yang berasal dari mahasiswa itu sendiri, misalnya karakter yang kurang tangguh dalam menghadapi tantangan, memiliki grit / daya juang yang tidak kuat, tidak disiplin, suka menunda-nunda pekerjaan, mudah over thinking, memiliki coping stress yang buruk atau kurang memiliki kecakapan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
“Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar, seperti kurang uang untuk melanjutkan studi, habis diputusin pacar jadi tidak semangat untuk melakukan aktivitas, lingkungan teman yang tidak sehat. Selain itu mendapatkan pembimbing yang tidak kooperatif, atau peraturan kampus yang berubah-ubah dan menyulitkan mahasiswa,” ungkap Komar.
Komar menjelaskan berdasar WHO ada beberapa ciri burnout antara lain gangguan tidur, menurunnya imunitas tubuh/ mudah sakit, mulai menarik diri dari lingkungan sosial. Kemudian, meningkatnya perilaku maladaptive (misalnya penggunaan zat adiktif, doomscrolling yang menghabiskan banyak waktu), kewalahan terhadap tugas. “Atau secara sekilas fisik dan mentalnya tampak tidak sehat yang ditandai dengan sikap menghindar dan putus asa,” ucapnya.
Bagimana dampak jangka panjang jika kondisi burnout tidak disadari atau ditangani? Menurut Komar, depersonalisasi pada burnout menjadikan mahasiswa apatis terhadap lingkungan kampus dan menarik diri dari lingkungan sosial. Dalam jangka panjang, jika burnout tidak segera ditangani dapat menghambat perkembangan pribadi. “Orang yang mengalami burnout biasanya juga diawali dengan gejala-gejala kecemasan dan jika bertumpuk tanpa ada solusi pasti akan membawa kepada kondisi depresi,” kata Komar.
Bagaimana Mengatasi Burnout?
Komar mengatakan jika mulai merasa burnout, bisa mencari strategi coping yang tepat, misalnya problem focused coping. “Coping ini dalam beberapa hasil riset menunjukkan keefektifan dengan tetap fokus pada tujuan dan merencanakan alternatif pemecahan masalah, jangan menutup diri untuk mencari dukungan sosial,” saran Komar.
Komar mengatakan untuk membangun grit atau ketangguhan dapat dibangun dari menguatkan dua dimensinya, yaitu memiliki kegigihan dalam berusaha, sehingga ketika menghadapi masalah apapun tetap tenang dan pantang menyerah. “Kedua, yaitu konsistensi minat dengan merefleksikan tujuan dulu kuliah apa, mengapa harus kuliah, kuliah untuk siapa dan lain-lain, yang kesemuanya bermuara pada fokus tujuan awal yang dulu ingin dicapai dan sekarang harus diperjuangkan kembali,” kata Komar.
Komar mengatakan penting bagi mahasiswa untuk belajar manajemen waktu dan emosi sejak awal perkuliahan. Dengan manajemen waktu dan emosi yang baik, mahasiswa akan lebih disiplin mengejar target-targetnya, sehingga menghindari penumpukan beban pada suatu waktu yang akan memicu burnout.
Ia berpesan kepada mahasiswa tingkat akhir khususnya, untuk bisa menyelesaikan apa yang sudah dimulai. “Tuhan memiliki kejutan yang indah atas setiap doa yang dipanjatkan. Pasti akan ada waktunya semua yang diusahakan akan selesai,” kata Komar.
Komar juga mengatakan peran keluarga sangat penting sebagai support system. Bagi orang tua, saudara, atau significant others bahwa dukungan orang tua merupakan resources yang berharga bagi anak yang saat ini sedang berjuang menyelesaikan tugas akhirnya. “Janganlah segan untuh memberikan perhatian, menjadi pendengar yang baik atas keluh kesah Ananda, jangan terlampau banyak menasehati yang mengarah pada penghakiman, menjadi teman mencari solusi, dan yang pasti kuatkan doa untuk kelancaran semua proses perjuangan Ananda tercinta,” ujar Komar.
Komar mengungkapkan kampus juga mengambil peran penting untuk mengatasi burnout. Kampus perlu membuat suatu regulasi yang tidak berubah-ubah dan membingungkan mahasiswa, sehingga mahasiswa memiliki kesiapan untuk menyiapkan tugas akhirnya pada pertengahan semester berjalan. Sementara bagi dosen, tentunya harus mengupdate kemampuannya dalam memberikan layanan kepada mahasiswa karena generasi yang dihadapi saat ini bisa jadi berbeda dengan generasi yang dulu dialami oleh si dosen, lebih bijaksana dalam menemu kenali karakteristik mahasiswanya sehingga dapat menggunakan berbagai pendekatan yang sesuai.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/burn-out.jpg788940adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-04 14:14:252025-08-04 14:16:12Bagaimana Burnout Terjadi dan Cara Mengatasinya, Ini Kata Dosen Psikologi Unisa Yogyakarta
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menyebut peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mendukung tercapainya target Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030. Memperhatikan kesehatan sejak dini menjadi bagian penting untuk mencetak SDM unggul.
Pria yang juga dikenal sebagai seorang dokter itu mengatakan ditengah target SDGs 2030 perlu disadari banyak hal yang harus berubah. Ia mencontohkan salah satunya bonus demografi, yang peluangnya belum tentu menjadi positif.
“Kita harus hati-hati, bangsa kita (Masyarakat) menua tapi belum kaya. Berat sekali middle income trap. Kesehatan reproduksi menjadi hal penting untuk meningkatkan kualitas SDM,” ujar Hasto saat mengisi Seminar Nasional dalam Milad ke-1 Fakultas Kedokteran Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta dengan tajuk Pertemuan Ilmiah Kedokteran ‘Aisyiyah Yogyakarta (PIKAY) ‘Upaya Promotif-Preventif Terkini dalam Masalah Kesehatan Reproduksi’ di Kampus Terpadu Unisa Yogyakarta, Sabtu (2/8/2025).
Hasto dalam kesempatan tersebut menyampaikan materi tentang Makna Promotif & Preventif Terkini dalam Masalah Kesehatan Reproduksi. Ia mengatakan tatanan kesehatan reproduksi bertautan dengan variabel lain seperti kemiskinan, kelaparan, kesehatan: kematian ibu bayi dan stunting, pendidikan, dan kualitas dan pemberdayaan perempuan. “Menjadi kunci yang tidak bisa ditinggalkan,” tegas Hasto.
Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) itu menyebut untuk mendukung target SDGs pemerintah bergantu pada SDM yang berkualitas unggul. Menurutnya perlu empat tahap untuk mencapai itu.
Pertama, SDM unggul harus bekerja, kedua menabung. Ketiga, harus membuat lapangan pekerjaan dan menyerap pekerja. Keempat pemberdayaan perempuan. “Oleh karena itu Fakultas Kedokteran dan Unisa sendiri besar perannya dalam satu rantai mewujudkan SDM unggul untuk Indonesia maju. Pemberdayaan perempuan jadi salah satu kunci untuk maju,” tegas Hasto.
Gelaran Semnas ini bertujuan memberikan edukasi terkait pengetahuan dan pemahaman tentang reproduksi Wanita, serta tatalaksana masalah kesehatan reproduksi pria dan wanita. Pengambilan tema merujuk pada unggulan FK Unisa Yogyakarta yang berfokus pada pencegahan masalah reproduksi, khususnya kehamilan.
“Kita hadir di sini tidak hanya dalam rangka Milad FK UNISA Yogyakarta yang pertama, namun hadir dalam forum ilmiah yang saya kira mengangkat isu yang strategis dan relevan, yaitu upaya promotif dan preventif terkini dalam masalah reproduksi yang ditinjau dalam berbagai perspektif,” jelas Rektor UNISA Yogyakarta, Warsiti.
Warsiti juga menjelaskan kesehatan reproduksi tidak hanya menjadi isu medis, namun juga persoalan pembangunan peradaban manusia. “Jika kita berbicara tentang reproduksi sehat kita sedang berbicara tentang masa depan bangsa saya kira,” ujar Warsiti.
Musim Haji 2025 bisa dikatakan sebagai musim haji yang sangat spesial karena merupakan pelayanan Haji terakhir yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Musim Haji 2025 juga moment yang sangat spesial khususnya bagi calon jamaah haji dari kalangan Lansia dan berkebutuhan khusus. Sebab pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M Kementerian Agama RI mengangkat tema “Haji Ramah Lansia dan Disabilitas”. Tema ini tentunya tidak main-main mengingat dari 203.149 Jamaah Haji Indonesia Tahun 2025 sekitar 44.085 jamaah adalah Lansia (21%), dan 472 jamaah adalah penyandang disabilitas (0,23%). Sehingga topik ini akan menjadi harapan besar bagi mereka para lansia dan disabilitas beserta keluarganya yang selama ini was-was dengan rencana perjalanan hajinya.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, Lansia dan disabilitas (dalam tulisan ini penulis memilih menggunakan istilah berkebutuhan khusus) sudah selayaknya untuk diutamakan dan diprioritaskan. Karena mereka memiliki sejumlah kerentanan. Apalagi pada pelaksanaan ibadah haji yang notabene adalah ibadah fisik. Namun demikian jangankan pemerintah, Allah SWT yang mengundang mereka berkunjung ke rumahNya pun tidak menghendaki kesukaran dan jangan sampai memberatkan sebagaimana disebutkan dalam QS Al Baqarah ayat 185 dan QS. Al Maidah ayat 6.
Pelayanan khusus dari mulai persiapan keberangkatan, pemberangkatan, pelayanan kedatangan, pelayanan selama menunggu puncak haji, pelayanan pada saat puncak haji, serta pelayanan kepulangan semuanya telah dipersiapkan dengan baik oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kementerian Agama Republik Indonesia baik PPIH di Indonesia maupun di Arab Saudi. Namun dalam proses pelaksanaannya tidak semuanya berjalan lancar seperti yang diharapkan. Sejumlah catatan-catatan kecil dari seluruh rangkaian perjalanan ibadah haji tahun 2025 khususnya bagi Lansia dan berkebutuhan khusus terangkum sebagaimana berikut ini.
Persiapan keberangkatan
Pelayanan Manasik oleh Kementerian Agama
Dalam persiapan menjalankan ibadah haji seluruh calon jamaah haji yang sudah masuk daftar berangkat akan mendapatkan pelayanan manasik oleh Kementerian Agama melalui Kantor Urusan Agama di masing-masing kecamatan. Rangkaian manasik disampaikan selama 5 hari dengan berbagai macam topik. Dari mulai topik Kesehatan hingga bimbingan ibadah selama menjalankan ibadah haji. Namun sayangnya topik khusus yang berisi penjelasan bagaimana mekanisme dan pelayanan teknis bagi calon jamaah haji selama perjalanan dan selama di tanah suci khusus Lansia dan berkebutuhan khusus terlewatkan. Jika topik ini dianggap khusus maka sebetulnya dapat dialokasikan manasik khusus Calon Haji dari kalangan Lansia dan berkebutuhan khusus. Dan akan lebih baik lagi selain bagi calon jamaah dimaksud juga diwajibkan bagi para pendamping dan keluarga.
Kementerian agama melalui kantor wilayah masing-masing sebenarnya telah memproduksi manasik online melalui beberapa platform yang salah satunya juga mengangkat topik tentang layanan jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus. Namun sayangnya masih minim informasi terkait teknis layanan dari mulai persiapan hingga kepulangan. Konten lebih didominasi terkait layanan ibadah selama di tanah suci.
Pelayanan Pelunasan
Setiap jamaah haji yang sudah dinyatakan lolos tes Kesehatan (Istitoah) maka diberikan kesempatan untuk melakukan pembayaran pelunasan. Kondisi ini tentunya aman-aman saja bagi jamaah yang memang sudah banyak persiapan jauh-jauh hari. Namun permasalahan muncul ketika Pemerintah membuka kesempatan pelunasan tahap dua bagi calon jamaah haji cadangan. Dimana di dalam daftar jamaah haji cadangan ini ternyata juga terdapat calon jamaah haji dari kalangan kaum rentan. Sehingga secara teknis mereka tidak memiliki persiapan yang cukup dan matang, baik persiapan kondisi kesehatan, teknis perjalanan dan bimbingan ibadah. Sebab masa pelaksanaan manasik oleh Kantor Urusan Agama sudah lewat. Kecuali mereka mengikuti bimbingan dari KBIHU. Tapi perlu diingat tidak semua calon jamaah haji menjadi jamaah KBIHU. Oleh karena itu akan lebih tepat jika calon jamaah haji cadangan untuk pelunasan tahap dua adalah bagi calon jamaah bukan dari kaum rentan.
Pelayanan Pemberangkatan
Keberangkatan adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh seluruh calon jamaah haji. Tak terkecuali calon jamaah haji Lansia dan berkebutuhan khusus. Pada tahap ini sejumlah skenario pelayanan untuk jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus telah dirancang sedemikian rupa. Namun sayangnya ada satu proses yang belum tentu semua jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus siap menghadapinya. Yakni pada proses transfer dari embarkasi ke bandara keberangkatan. Pada proses ini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus dipisahkan dari pendamping masing-masing. Walaupun hanya sebentar namun sejumlah jamaah khususnya Lansia tidak siap dengan pemisahan ini, rasa khawatir dan takut tampak pada raut wajah mereka. Bahkan ditemukan jamaah yang menangis karena takut menghadapi proses pemeriksaan barang bawaan dan juga pemeriksaan imigrasi. Dilain sisi karena pemahaman yang kurang tentang perjalanan jauh ke luar negeri banyak jamaah Lansia yang membawa barang perlengkapan seperti jaket, bantal leher dan goodybag perbekalan kesehatan yang justru merepotan mereka sendiri ketika proses transfer ke bandara keberangkatan dan tanpa pendamping.
Pelayanan kedatangan di tanah suci
Pelayanan di bandara Arab Saudi jauh berbeda dengan pelayanan oleh bandara-bandara di Indonesia. Keterbatasan petugas pendorong kursi roda menjadikan pelayanan jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus terhambat. Bahkan ditemukan satu pendorong kursi roda mendorong dua jamaah sekalian berikut dua koper kecil jamaah. Selain beresiko, kondisi ini tentunya menghambat proses layanan pergerakan jamaah, sehingga waktu tunggu untuk pergerakan menuju bus penjemputan menjadi lebih lama.
Setelah jamaah sampai pada bus yang telah menunggu mereka, kini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus harus menghadapi kondisi bus penjemputan yang kurang ramah terhadap kondisi mereka. Akses masuk bus yang cukup tinggi membutuhkan effort lebih agar mereka dapat masuk kedalam bus dengan dibantu oleh petugas. Lagi-lagi pada proses ini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus belum bisa disatukan dengan para pendampingnya karena beda jalur keluar dari pesawat.
Perjalanan dari bandara ke kota tujuan khususnya Mekkah membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Sehingga toilet menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Sayangnya toilet yang tersedia didalam bus tidak ramah terhadap Lansia dan berkebutuhan khusus. Kondisi toilet yang sangat sempit dan harus turun tangga untuk mengaksesnya sangat mempersulit mereka.
Layanan fastrack yang diharapkan mempercepat proses pelayanan ternyata justru menimbulkan permasalahan baru. Harapan dari layanan ini agar tidak terjadi penumpukan jamaah di area kedatangan. Sehingga setiap jamaah tiba langsung diangkut kedalam bus tanpa memperhatikan basis rombongan. Setiap bus yang sudah penuh akan segera jalan menuju hotel tujuan. Permasalahannya adalah ketika dalam satu kelompok terbang tersebut dilayani oleh beberapa syarikah sehingga hotel jamaahpun berbeda-beda. Kondisi ini akhirnya menjadikan ketidakefektifan dalam proses pengantaran jamaah. Sebab satu bus bisa mengantarkan pada dua lokasi hotel yang jaraknya tidak dekat. Pada situasi ini jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus harus bersabar karena belum tentu mereka akan diantarkan langsung pada hotel mereka. Melainkan bisa mampir ke hotel lain karena harus mengantarkan Jamaah lainnya yang berbeda
syarikah. Kondisi ini diperparah oleh crew bus yang tidak bisa Bahasa Arab maupun Bahasa Inggris.
Pelayanan Bis Sholawat
Tidak semua bus sholawat ramah terhadap jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus. Beberapa bis ditemukan tidak memiliki akses yang baik untuk pengguna kursi roda. Bahkan tidak ada space khusus untuk penempatan kursi roda. Sehingga para pendamping harus melipat kursi rodanya untuk diangkut ke dalam bus. Padahal bus sering sekali penuh pada jam-jam tertentu.
Pelayanan pada saat puncak haji
Masa Puncak haji adalah prosesi haji yang sebenarnya. Sejumlah rukun dan kewajiban jamaah harus dijalankan. Pada masa ini banyak tantangan dan ujian kesabaran yang akan dialami oleh jamaah haji. Khususnya bagi jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus. Beberapa catatan atas pelayanan haji 2025 selama di Arofah, Musalifah dan Mina terangkum sebagai berikut.
Tenda yang kurang representatif. Bagi jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tenda-tenda yang disediakan di Arofah dan Mina kurang representatif dan jauh dari rasa nyaman. Selain over capacity, penempatan jamaah lansia dan berkebutuhan khusus juga tidak diatur dengan baik. Sehingga jamaah lansia dan berkebutuhan khusus harus mencari tempat yang paling nyaman bagi dirinya termasuk akses keluar masuk serta dapat berdekatan dengan pendamping. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya masalah double kloter pada sejumlah tenda. Satu tenda yang idealnya ditempati oleh satu kelompok terbang namun harus ditempati juga oleh kelompok terbang lainnya.
Tempat tidur yang sangat berhimpitan dan mempersulit ruang Gerak. Setiap jamaah haji mendapatkan fasilitas matras (Kasur lantai) selama di tenda Arofah dan Mina. Namun sayangnya ukuran matras ini sangat minimalis (tepat seukuran badan manusia). Kondisi ini diperparah dengan penataan yang berhimpitan nyaris tidak ada sekat antar jamaah. Sehingga sangat membatasi ruang gerak jamaah ketika telentang ditempat tidur. Dan tantangan terberatnya bagi jamaah lansia dan berkebutuhan khusus ketika mendapatkan tempat tidur tidak dipinggir maka akan kesulitan untuk akses keluar masuknya. Karena benar-benar tidak ada space antar tempat tidur satu dengan yang lainnya.
Terbatasnya layanan toilet khusus jamaah Lansia dan Berkebutuhan Khusus. Jumlah toilet selama di Arofah dan Mina sangat terbatas. Dan tidak sebanding dengan jumlah jamaah yang ada. Kondisi ini menyebabkan antrian panjang disetiap saat. Toilet khusus jamaah lansia dan berkebutuhan khusus memang telah disediakan. Namun jumlahnya sangat terbatas (hanya 1 toilet duduk dan 1 toilet disabilitas) pada setiap unitnya. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya etika jamaah lain yang lebih sehat kadang harus menyerobot layanan khusus tersebut. Jumlah toilet putra dan putri juga tidak dihitung perbandingannya. Sehingga jamaah haji putri yang notabene pada tahun 2025 jumlahnya lebih banyak sering mengakuisisi sebagian toilet putra.
Makanan khusus jamaah Lansia dan berkebutuhan Khusus
Selama puncak haji 2025 di arofah, musdalifah dan mina harus diakui bahwa layanan konsumsi sangat tepat waktu dan melimpah. Namun sayangnya tidak disediakan makanan khusus jamaah lansia dan berkebutuhan khusus. Kondisi ini menjadikan sejumlah jamaah haji khususnya lansia tidak maksimal dalam berkonsumsi. Dampaknya adalah sejumlah haji lansia tumbang karena asupan gizi yang tidak seimbang.
Pelayanan kepulangan ke tanah air
Pada proses pelayanan ini tidak berbeda jauh dengan pelayanan-pelayanan sebelumnya. Jamaah Haji Lansia dan berkebutuhan khusus tetap mendapatkan prioritas layanan. Bahkan sesekali petugas Kesehatan dan ketua kloter aktif menyambangi jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus selama dalam penerbangan. Sapaan ini sangat berarti untuk para jamaah. Paling tidak akan membuat mereka lebih tenang selama penerbangan.
Melihat keseluruhan proses pelayanan dari hulu sampai hilir penyelenggaraan haji khusus untuk Lansia dan berkebutuhan khusus pada musim Haji 2025 boleh dibilang Kementerian Agama sangat totalitas dalam merencanakannya. Namun sejumlah permasalahan sebagaimana diuraiakan diatas masih saja ditemukan dan dirasakan oleh jamaah Lansia dan berkebutuhan khusus. Kondisi ini menjadikan pelayananan yang sebelumnya direncanakan sangat ideal menjadi kurang total. Meskipun sejumlah Lansia dan berkebutuhan khusus lebih pasrah dan harus bersyukur atas apa yang diterimanya. Sebab dalam manasik-manasik sebelumnya selalu ditekankan oleh para narasumber bahwa selama menjalankan ibadah haji yang ada adalah “kita harus selalu bersyukur dan bersyukur sekali” atas apa yang kita terima selama menjalankan ibadah haji. Namun demikian kondisi ini tentunya bertentangan dengan kondisi yang dialami, dan justru sebaiknya dapat disampaikan agar dapat menjadi bahan evaluasi. Tuslisan ini diharapkan menjadi evaluasi kita bersama baik dari jamaah haji, keluarga jamaah dan juga Pemerintah.
Pelayanan kepada lansia dan berkebutuhan khusus membutuhkan effort lebih khususnya dalam komunikasi, penanganan fisik dan kepercayaan. Unsur-unsur ini identik dengan dimensi quality service yang dikembangkan oleh Parasuraman, diantaranya reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (kepastian), empathy(empati), dan tangible (berwujud). Namun penggunaan dimensi-dimensi ini untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada jamaah haji lansia dan berkebutuhan khusus tidaklah cukup. Pelibatan mereka dalam perbaikan kualitas layanan berikutnya sangat dibutuhkan. Dan kita perlu menanamkan bahwa setiap keluhan bukanlah bentuk ketidaksyukuran, melainkan koreksi dan informasi yang berharga dan harus didengar. Sayangnya beberapa beberapa pihak sering mendefinisikan bahwa keluhan adalah sebuah bentuk ketidaksyukuran, jamaah harus selalu bersabar karena kita sedang menjadi tamu Allah. Yang pada akhirnya jamaah memilih diam karena khawatir akan keabsahan dari ibadah hajinya yang sudah lama dinantinya. Terlebih jamaah haji Lansia dan berkebutuhan khusus yang harus banyak bersyukur bisa menjalankan ibadah haji. Namun sebenarnya secara tidak kita sadari ini justru membungkam informasi yang dapat memperbaiki kualitas layanan berikutnya.
Pelayanan kepada jamaah haji dari waktu ke waktu harus terus ditingkatkan. Salah satunya dengan mendengarkan apa keluhan mereka dan apa harapannya. Selain itu ketersediaan standar pelayanan sesuai peraturan perundangan dan dipublish kepada seluruh jamaah akan menjadi tool yang fear untuk mewujudkan kualitas pelayanan jamaah haji yang berkelanjutan.
Penulis adalah Dosen Program Studi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta,
Jamaah Haji Indonesia 2025 dengan layanan kebutuhan khusus.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/jamaah-haji.png10241536adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-08-04 08:58:542025-08-04 08:59:26Sebuah Catatan Terhadap Pelayanan Jamaah Haji Lansia dan Berkebutuhan Khusus