Kerjasama dengan Institusi/Instansi Lain

global

Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh, Arab Saudi, di Kampus Terpadu Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Sabtu (22/11/2025). Melalui kerja sama ini diharap menguatkan kiprah PTMA di tingkat global.

Unisa Yogyakarta menjadi salah satu perguruan tinggi yang menandatangani nota kesepahaman. “Nota kesepahaman ini sangat penting, mudah-mudahan mendapat berkah. Kami bahagia diberi mandat, jadi tuan rumah,” kata Rektor Unisa Yogyakarta, Warsiti.

Kiprah Global

Warsiti mengharapkan melalui kerja sama ini dapat mengembangkan berbagai hal dari perguruan tinggi, mulai dari kapasitas dosen, riset kolaboratif, hingga pengabdian masyarakat yang berdampak pada masyarakat global. Tidak hanya berhenti pada Tridharma perguruan tinggi, kerja sama ini diharap juga membuka peluang kerja bagi para lulusan Unisa Yogyakarta.

“Diharapkan lulusan kami juga mendapat kesempatan berkarya, bekerja di Arab Saudi. Diharapkan bisa diluaskan juga bentuk kerja sama yang bisa kita lakukan. Momentum ini kita bangun betul, tidak hanya menandatangani seremonial tapi terimplementasi program nyata. Memberi manfaat masyarakat luas,” ungkap Warsiti.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Riyadh Arab Saudi, Prof. Muhammad Irfan Helmy memaparkan lanskap di Arab Saudi telah mengalami perubahan besar. Banyak peluang yang bisa disenergikan dengan PTMA untuk mengembangkan perguruan tinggi melalui pengabdian, riset, hingga peluang kerja bagi lulusan.

“Sejak dilaunching visi 2030 (rencana strategis yang bertujuan mengurangi ketergantungan negara pada minyak dengan mendiversifikasi ekonomi). Sudah mengalami perubahan sesungguhnya, termasuk pendidikan,” kata Irfan Helmy.

Ia mengatakan melalui penandatanganan nota kesepahaman ini bisa terbangun berbagai sinergi kolaborasi. “Ini menjadi awal yang baik untuk tahapan berikutnya,” ungkapnya.

Senada, Sekretaris Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Ahmad Muttaqin mengatakan melalui sinergi ini dapat berkembang memberi dampak lebih luas. “Internasionalisasi saya rasa bukan hanya retorika gagah-gagahan, harus ada bentuk implementasi. MoU yang ditindaklanjuti dengan kerja sama, secara nyata,” ungkapnya.

Ketua Pengurus Pusat KKN MAs, Ahmad Darmawan mengharapkan kerja sama yang terjalin bisa dalam semua sektor. “Mulai dari riset, magang, pengabdian masyarakat, dan yang lainnya. Ini peluang bersama, PTMA maju bersama,” tegasnya.

Kolaborasi

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta kembali menegaskan komitmennya dalam mengembangkan mobilitas dan kolaborasi pendidikan internasional dengan berpartisipasi aktif dalam 1st Annual Meeting on Global Academic Collaboration for Student Mobility. Pertemuan bergengsi yang diselenggarakan oleh Kyungdong University, Korea Selatan, ini berlangsung pada 27–28 Oktober 2025 di Tashkent, Uzbekistan.

Kolaborasi Global

Kehadiran UNISA Yogyakarta dalam forum ini menjadi langkah strategis dalam memperluas jangkauan global sekaligus membangun kemitraan berkelanjutan dengan universitas-universitas terkemuka dari berbagai negara. Forum internasional yang dihadiri oleh puluhan institusi pendidikan tinggi dunia ini menjadi ajang diskusi mengenai tantangan, peluang, dan praktik terbaik dalam implementasi program pertukaran pelajar dan transfer kredit internasional.

UNISA Yogyakarta diwakili oleh Dr. Moh Ali Imron, S.Sos., M.Fis., selaku Wakil Rektor IV Bidang Kerja Sama dan Urusan Internasional. Dalam forum tersebut, beliau memaparkan kesuksesan UNISA Yogyakarta dalam menjalankan program mobilitas mahasiswa, termasuk pelepasan 19 mahasiswa ke Malaysia untuk periode Oktober 2025 – Maret 2026.

“Melalui partisipasi ini, UNISA Yogyakarta terus berupaya memperluas jejaring global agar mahasiswa memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan pengalaman belajar lintas budaya dan meningkatkan kompetensi global,” ujar Dr. Moh Ali Imron.

Acara yang digagas oleh Kyungdong University tersebut menyoroti pentingnya sinergi antar perguruan tinggi dalam memfasilitasi mahasiswa menghadapi dinamika globalisasi melalui pengalaman akademik internasional.

Partisipasi aktif UNISA Yogyakarta dalam ajang 1st Annual Meeting on Global Academic Collaboration for Student Mobility ini diharapkan menjadi pintu pembuka bagi pengembangan program internasional lainnya, seperti pertukaran pelajar, penelitian bersama, dan kuliah tamu internasional. Langkah ini sekaligus memperkuat posisi UNISA sebagai kampus global yang unggul, berdaya saing, dan berwawasan internasional.

Bidan

Tim dosen dari prodi Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar pelatihan khusus untuk para bidan di Rumah Sakit Umum (RSU) ‘Aisyiyah Muntilan, Magelang. Mengusung tema standar terbaru dari WHO, pelatihan ini fokus pada cara memberikan pengalaman melahirkan yang positif bagi ibu.

Kegiatan yang digelar pada Kamis (11/9) ini bertujuan untuk memperbarui (refreshing) pengetahuan dan praktik para bidan agar sejalan dengan rekomendasi kesehatan global terkini. Sebanyak 22 bidan di RSU ‘Aisyiyah Muntilan mengikuti sesi materi dan praktik langsung.

Dosen UNISA Yogyakarta, Nuli Nuryanti Zulala, menjelaskan bahwa pembaruan ilmu ini sangat penting. Menurutnya, asuhan persalinan yang tepat tidak hanya soal keselamatan, tetapi juga tentang pengalaman positif yang dirasakan oleh ibu dan keluarga.

“Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan bagi ibu dan bayi, menurunkan risiko kematian, dan meningkatkan kepuasan ibu terhadap asuhan yang diberikan bidan,” ujar Nuli dalam keterangannya.

Pihak RSU ‘Aisyiyah Muntilan menyambut baik inisiatif ini. Kepala Diklat, Hasanuddin, berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien. Para bidan yang menjadi peserta pun berharap program update keilmuan seperti ini bisa terus berlanjut agar mereka dapat memberikan layanan terbaik sesuai bukti ilmiah terbaru.

Inclusion

Hingar bingar semangat masyarakat Sanden Bantul dalam menjaga kesehatan, menyisakan cerita tentang perjuangan menghadirkan layanan rehabilitasi yang lebih dekat, murah, dan mudah dijangkau. Harapan itu kini mulai nyata lewat Project Inclusion, sebuah kolaborasi antara Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta bersama Puskesmas Sanden.

Selama ini, banyak warga pedesaan yang kesulitan mendapat layanan fisioterapi. Tenaga fisioterapis terbatas, sementara biaya dan jarak ke rumah sakit rujukan terdekat di kota kabupaten tidaklah ringan. “Bagi sebagian warga, pergi ke Rumah Sakit hanya untuk terapi adalah tantangan besar, baik dari segi biaya maupun tenaga,” ungkap salah satu kader kesehatan di Sanden.

Melihat kenyataan itu, para peneliti UNISA Yogyakarta bersama mitra internasional Physitrack UK dan Physiotools Finland mengembangkan Inclusion App, sebuah aplikasi digital yang memungkinkan kader kesehatan desa mendampingi warga dalam latihan rehabilitasi dasar. Tidak hanya mempermudah akses, aplikasi ini juga memberdayakan kader-kader perempuan desa untuk menjadi ujung tombak layanan kesehatan pada komunitas.

Puskesmas Sanden menjadi pilot project program ini. Mahasiswa UNISA Yogyakarta diterjunkan langsung ke dusun-dusun, mendampingi kader dan warga yang membutuhkan rehabilitasi. Bahkan, Puskesmas Sanden kini menjadi tempat belajar bagi mahasiswa internasional yang ingin memahami praktik rehabilitasi berbasis komunitas di Indonesia.

Dampaknya pun mulai terasa. Warga tak lagi harus jauh-jauh ke rumah sakit kota untuk terapi, biaya bisa dihemat, dan kader desa memperoleh keterampilan baru yang meningkatkan peran mereka di masyarakat. “Saya senang bisa membantu tetangga saya berlatih, sekaligus belajar hal baru,” ujar salah satu kader dengan mata berbinar.

Lebih dari sekadar kesehatan, program ini juga memberi nilai tambah bagi masyarakat Sanden Bantul yang hidup berdampingan dengan pariwisata pantai. Dengan tubuh yang sehat, warga bisa tetap produktif mendukung sektor wisata sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir.

Project Inclusion pun diakui mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), mulai dari peningkatan kesehatan (SDG 3), pemberdayaan perempuan (SDG 5), pengurangan kesenjangan (SDG 10), hingga penguatan kemitraan global (SDG 17).

Tak berhenti di Sanden, model kolaborasi ini telah dimulai di 2 puskesmas lain yaitu puskesmas Srandakan dan Puskesmas Bambanglipuro dan akan direplikasi ke wilayah lain di seluruh Indonesia. Harapannya, lebih banyak warga desa yang bisa merasakan layanan rehabilitasi tanpa hambatan jarak dan biaya.

“Ini bukti bahwa riset bukan hanya untuk jurnal, tapi benar-benar hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat,” tutur Hilmi Zadah Faidullah salah satu dosen penelitia dari Prodi Fisioterapi UNISA Yogyakarta.

Dengan sentuhan teknologi dan semangat gotong royong, Bantul menunjukkan bahwa inovasi bisa tumbuh dari desa, menyentuh hati, dan membawa dampak perubahan nyata bagi seluruh masyarakat.

kolaborasi

Senyum bahagia muncul dari seorang ibu di Sanden Kabupaten Bantul. Ia tak lagi harus menempuh perjalanan panjang ke kota hanya untuk menjalani latihan dan rehabilitasi fisik. Kini, cukup dengan pendampingan kader kesehatan dan bantuan sebuah aplikasi di gawai sederhana, ia bisa berlatih di rumah. Cerita ini lahir dari Project Inclusion, kolaborasi Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta dan JAMK University Finlandia

Kerjasama ini sejalan dengan agenda global WHO Rehabilitation 2030, yang menegaskan bahwa rehabilitasi adalah hak semua orang. Melalui Inclusion App, teknologi dan kearifan lokal berpadu: kader kesehatan desa menjadi ujung tombak, mahasiswa terlibat langsung, dan dosen serta peneliti berkolaborasi lintas negara.

“Selama ini, keterbatasan tenaga fisioterapi membuat warga desa sering tertinggal dalam akses layanan. Inclusion App menjembatani itu semua,” ujar seorang kader yang baru saja dilatih menggunakan aplikasi tersebut.

Dampaknya melampaui kesehatan. Dengan aplikasi ini, masyarakat menghemat biaya dan waktu, emisi transportasi berkurang, dan perempuan desa mendapat ruang lebih besar untuk berdaya sebagai agen kesehatan. Penyandang disabilitas pun kini memiliki akses lebih adil terhadap layanan yang selama ini sulit dijangkau.

Tak hanya itu, Project Inclusion juga mengangkat nama Indonesia di panggung internasional. UNISA Yogyakarta bersama JAMK menyelenggarakan Digital Rehabilitation Summit lintas negara, mempublikasikan riset bersama, hingga membuka peluang ekspor teknologi kesehatan berbasis aplikasi. “Ini bukan sekadar riset, tapi diplomasi akademik yang menunjukkan bahwa Indonesia bisa memberi solusi global,” tutur salah satu dosen UNISA Yogyakarta penuh semangat.

Dengan langkah ini, UNISA Yogyakarta menegaskan diri bukan hanya kampus lokal, tetapi pionir rehabilitasi digital yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat desa sekaligus memperkuat reputasi bangsa di dunia.

Project Inclusion adalah bukti bahwa ketika pengetahuan, teknologi, dan kepedulian manusia berpadu, harapan baru bisa tumbuh bahkan dari desa kecil, untuk dunia.