Kerjasama dengan Institusi/Instansi Lain

Bidan

Tim dosen dari prodi Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar pelatihan khusus untuk para bidan di Rumah Sakit Umum (RSU) ‘Aisyiyah Muntilan, Magelang. Mengusung tema standar terbaru dari WHO, pelatihan ini fokus pada cara memberikan pengalaman melahirkan yang positif bagi ibu.

Kegiatan yang digelar pada Kamis (11/9) ini bertujuan untuk memperbarui (refreshing) pengetahuan dan praktik para bidan agar sejalan dengan rekomendasi kesehatan global terkini. Sebanyak 22 bidan di RSU ‘Aisyiyah Muntilan mengikuti sesi materi dan praktik langsung.

Dosen UNISA Yogyakarta, Nuli Nuryanti Zulala, menjelaskan bahwa pembaruan ilmu ini sangat penting. Menurutnya, asuhan persalinan yang tepat tidak hanya soal keselamatan, tetapi juga tentang pengalaman positif yang dirasakan oleh ibu dan keluarga.

“Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan bagi ibu dan bayi, menurunkan risiko kematian, dan meningkatkan kepuasan ibu terhadap asuhan yang diberikan bidan,” ujar Nuli dalam keterangannya.

Pihak RSU ‘Aisyiyah Muntilan menyambut baik inisiatif ini. Kepala Diklat, Hasanuddin, berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien. Para bidan yang menjadi peserta pun berharap program update keilmuan seperti ini bisa terus berlanjut agar mereka dapat memberikan layanan terbaik sesuai bukti ilmiah terbaru.

Inclusion

Hingar bingar semangat masyarakat Sanden Bantul dalam menjaga kesehatan, menyisakan cerita tentang perjuangan menghadirkan layanan rehabilitasi yang lebih dekat, murah, dan mudah dijangkau. Harapan itu kini mulai nyata lewat Project Inclusion, sebuah kolaborasi antara Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta bersama Puskesmas Sanden.

Selama ini, banyak warga pedesaan yang kesulitan mendapat layanan fisioterapi. Tenaga fisioterapis terbatas, sementara biaya dan jarak ke rumah sakit rujukan terdekat di kota kabupaten tidaklah ringan. “Bagi sebagian warga, pergi ke Rumah Sakit hanya untuk terapi adalah tantangan besar, baik dari segi biaya maupun tenaga,” ungkap salah satu kader kesehatan di Sanden.

Melihat kenyataan itu, para peneliti UNISA Yogyakarta bersama mitra internasional Physitrack UK dan Physiotools Finland mengembangkan Inclusion App, sebuah aplikasi digital yang memungkinkan kader kesehatan desa mendampingi warga dalam latihan rehabilitasi dasar. Tidak hanya mempermudah akses, aplikasi ini juga memberdayakan kader-kader perempuan desa untuk menjadi ujung tombak layanan kesehatan pada komunitas.

Puskesmas Sanden menjadi pilot project program ini. Mahasiswa UNISA Yogyakarta diterjunkan langsung ke dusun-dusun, mendampingi kader dan warga yang membutuhkan rehabilitasi. Bahkan, Puskesmas Sanden kini menjadi tempat belajar bagi mahasiswa internasional yang ingin memahami praktik rehabilitasi berbasis komunitas di Indonesia.

Dampaknya pun mulai terasa. Warga tak lagi harus jauh-jauh ke rumah sakit kota untuk terapi, biaya bisa dihemat, dan kader desa memperoleh keterampilan baru yang meningkatkan peran mereka di masyarakat. “Saya senang bisa membantu tetangga saya berlatih, sekaligus belajar hal baru,” ujar salah satu kader dengan mata berbinar.

Lebih dari sekadar kesehatan, program ini juga memberi nilai tambah bagi masyarakat Sanden Bantul yang hidup berdampingan dengan pariwisata pantai. Dengan tubuh yang sehat, warga bisa tetap produktif mendukung sektor wisata sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir.

Project Inclusion pun diakui mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), mulai dari peningkatan kesehatan (SDG 3), pemberdayaan perempuan (SDG 5), pengurangan kesenjangan (SDG 10), hingga penguatan kemitraan global (SDG 17).

Tak berhenti di Sanden, model kolaborasi ini telah dimulai di 2 puskesmas lain yaitu puskesmas Srandakan dan Puskesmas Bambanglipuro dan akan direplikasi ke wilayah lain di seluruh Indonesia. Harapannya, lebih banyak warga desa yang bisa merasakan layanan rehabilitasi tanpa hambatan jarak dan biaya.

“Ini bukti bahwa riset bukan hanya untuk jurnal, tapi benar-benar hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat,” tutur Hilmi Zadah Faidullah salah satu dosen penelitia dari Prodi Fisioterapi UNISA Yogyakarta.

Dengan sentuhan teknologi dan semangat gotong royong, Bantul menunjukkan bahwa inovasi bisa tumbuh dari desa, menyentuh hati, dan membawa dampak perubahan nyata bagi seluruh masyarakat.

kolaborasi

Senyum bahagia muncul dari seorang ibu di Sanden Kabupaten Bantul. Ia tak lagi harus menempuh perjalanan panjang ke kota hanya untuk menjalani latihan dan rehabilitasi fisik. Kini, cukup dengan pendampingan kader kesehatan dan bantuan sebuah aplikasi di gawai sederhana, ia bisa berlatih di rumah. Cerita ini lahir dari Project Inclusion, kolaborasi Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta dan JAMK University Finlandia

Kerjasama ini sejalan dengan agenda global WHO Rehabilitation 2030, yang menegaskan bahwa rehabilitasi adalah hak semua orang. Melalui Inclusion App, teknologi dan kearifan lokal berpadu: kader kesehatan desa menjadi ujung tombak, mahasiswa terlibat langsung, dan dosen serta peneliti berkolaborasi lintas negara.

“Selama ini, keterbatasan tenaga fisioterapi membuat warga desa sering tertinggal dalam akses layanan. Inclusion App menjembatani itu semua,” ujar seorang kader yang baru saja dilatih menggunakan aplikasi tersebut.

Dampaknya melampaui kesehatan. Dengan aplikasi ini, masyarakat menghemat biaya dan waktu, emisi transportasi berkurang, dan perempuan desa mendapat ruang lebih besar untuk berdaya sebagai agen kesehatan. Penyandang disabilitas pun kini memiliki akses lebih adil terhadap layanan yang selama ini sulit dijangkau.

Tak hanya itu, Project Inclusion juga mengangkat nama Indonesia di panggung internasional. UNISA Yogyakarta bersama JAMK menyelenggarakan Digital Rehabilitation Summit lintas negara, mempublikasikan riset bersama, hingga membuka peluang ekspor teknologi kesehatan berbasis aplikasi. “Ini bukan sekadar riset, tapi diplomasi akademik yang menunjukkan bahwa Indonesia bisa memberi solusi global,” tutur salah satu dosen UNISA Yogyakarta penuh semangat.

Dengan langkah ini, UNISA Yogyakarta menegaskan diri bukan hanya kampus lokal, tetapi pionir rehabilitasi digital yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat desa sekaligus memperkuat reputasi bangsa di dunia.

Project Inclusion adalah bukti bahwa ketika pengetahuan, teknologi, dan kepedulian manusia berpadu, harapan baru bisa tumbuh bahkan dari desa kecil, untuk dunia.

Malaysia

Suasana internasional kembali terasa di Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta dengan kedatangan rombongan dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) Malaysia. Sebanyak tujuh mahasiswa dan dua dosen pendamping akan mengikuti program “International Inbound Mobility” yang berlangsung selama lima hari, dari Senin (8/9) hingga Jumat (12/9).

Program ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang komprehensif. Para peserta tidak hanya akan mendalami ilmu di dalam kelas, tetapi juga akan terjun langsung ke lapangan untuk melihat praktik keperawatan di Indonesia. Agenda menarik seperti kunjungan rumah sakit (Hospital Visit) di PKU Muhammadiyah Gamping dan program pengabdian masyarakat di SMK Negeri 2 Godean telah disiapkan.

Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Kesehatan UNISA Yogyakarta, Wantonoro, Ph.D., menyambut hangat kedatangan delegasi UiTM. Ia menyatakan bahwa kerja sama ini akan berjalan dua arah.

“Selamat datang. Dari sekian banyak universitas, UNISA Yogyakarta jadi pilihan. Tahun depan, giliran kami yang akan mengirimkan mahasiswa ke UiTM dalam program yang sama, tidak hanya dari keperawatan,” ucap Wantonoro.

Di sela-sela kegiatan akademik, para mahasiswa UiTM juga akan diajak berkeliling untuk mengenal kekayaan budaya Yogyakarta. Ts. DR. Sharifah Shafinaz binti SH Abdullah, salah satu dosen pendamping dari UiTM, menjelaskan bahwa tujuan utama mereka adalah belajar ilmu keperawatan sekaligus mendapatkan pengalaman langsung di rumah sakit Indonesia.

Kunjungan ini diharapkan menjadi awal dari kolaborasi yang lebih luas, tidak hanya sebatas pertukaran mahasiswa, tetapi juga merambah ke ranah riset bersama dan publikasi ilmiah untuk pengembangan ilmu keperawatan di kedua negara.

Mahasiswa jepang 2

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta kembali memperkuat kolaborasi internasionalnya melalui KKN Tematik Teknologi Pertanian yang melibatkan mahasiswa Jepang dari Ibaraki University. Nakajima Shie, mahasiswa asal Jepang, tiba di Yogyakarta pada 17 Agustus 2025 dan langsung berinteraksi dengan mahasiswa UNISA Yogyakarta dan masyarakat lokal di Desa Bergan, Wijirejo, Bantul, selama 10 hari.

Kehadiran Nakajima Shie, atau yang akrab disapa Shie-san, menjadi wujud nyata dari kolaborasi global. Ia tidak hanya belajar, tetapi juga berbagi pengetahuan dan perspektif budaya. Salah satu kegiatan yang diikuti adalah kunjungan ke Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta pada 22 Agustus 2025. Di sana, Shie-san mempelajari berbagai teknik, mulai dari kultur jaringan , aklimatisasi pisang, hingga konservasi tanaman.

“Di Jepang, saya hanya mengenal pisang Cavendish dan melihat kurang lebih sekitar 300 variasi pisang di sini sangat membuka wawasan saya,” ujar Shie-san dengan penuh kekaguman.

Selain itu, Shie-san juga ikut serta dalam pelatihan pembibitan vegetatif yang terbuka untuk masyarakat umum. Dalam pelatihan ini, mahasiswa UNISA Yogyakarta membagikan pengetahuan tentang teknik stek batang pada labu madu dan aklimatisasi bibit pisang Cavendish. Teknik pembibitan vegetatif dipilih karena dinilai lebih efisien untuk mempertahankan sifat tanaman induk, terutama untuk benih hibrida yang tidak bisa dibiakkan melalui biji.

Partisipasi Shie-san ikut membangkitkan semangat pelajar lokal. Nizar Abdurrafi, mahasiswa Bioteknologi UNISA Yogyakarta, mengatakan, “Kehadiran Shie-san membuat kami lebih semangat belajar dan berbagi. Kami jadi sadar bahwa ilmu yang kami pelajari bisa berdampak global.”

Program KKN ini juga memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pelatihan pembibitan mendukung SDG 2: Zero Hunger dengan mendorong ketahanan pangan. Kolaborasi antar universitas ini menjadi wujud nyata SDG 17: Partnerships for the Goals , sementara transfer pengetahuan sejalan dengan SDG 4: Quality Education.