Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta Kelompok 72 berhasil menyelenggarakan Posyandu Balita di PALA 2 RW 2 Kelurahan Notoprajan, Selasa (19/8/2025). Kegiatan ini menunjukkan sinergi positif antara mahasiswa dan masyarakat, dengan capaian partisipasi 100 persen, di mana seluruh 35 balita yang terdaftar hadir.
“Alhamdulillah, partisipasi balita di posyandu kali ini bisa hadir 100%. Ini bukti semangat masyarakat dalam menjaga kesehatan anak,” ujar Ketua pelaksana KKN, Fiqry Alfarabhi menyampaikan rasa bangganya atas antusiasme warga.
Fiqry menjelaskan, program ini dilaksanakan secara lintas disiplin ilmu, melibatkan mahasiswa dari prodi Kebidanan, Keperawatan, Gizi, dan Fisioterapi. Kolaborasi ini didukung penuh oleh kader posyandu dan petugas Puskesmas Ngampilan.
Lurah Notoprajan, Diah Nur Astuti, S.H., M.Si., mengapresiasi keberhasilan ini. “Kami berharap Posyandu Balita dapat berjalan optimal dan konsisten mencapai target 100%. Posyandu merupakan salah satu upaya penting untuk memastikan anak-anak kita sehat, cerdas, dan siap menyongsong masa depan,” ungkap Diah.
Kader posyandu RW 2, Kustanti, juga merasa sangat terbantu dengan kehadiran mahasiswa. “Kami sangat terbantu dengan kehadiran adik-adik mahasiswa UNISA Yogyakarta. Kehadiran mereka memberi semangat baru bagi kader dalam melayani masyarakat,” katanya, seraya mengajak para ibu untuk lebih rajin datang ke posyandu setiap bulan.
Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), Bdn. Siti Arifah, S.ST., M.H., menegaskan bahwa kegiatan ini adalah wujud nyata pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Menurutnya, melalui posyandu ini, mahasiswa dapat berkontribusi langsung dalam menciptakan generasi bangsa yang sehat, kuat, dan cerdas.
“Program ini tidak hanya ditujukan bagi warga Notoprajan, tetapi juga bisa menjadi contoh baik bagi seluruh masyarakat Yogyakarta,” pungkasnya.
Kasus balita meninggal karena cacingan di Sukabumi, Jawa Barat menjadi sebuah ironi. Dosen Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Endang Koni Suryaningsih menilai cacingan tidak bisa dianggap sebagai penyakit ringan dan bisa berakibat fatal.
“Kasus meninggalnya balita di Sukabumi akibat cacingan sangat memprihatinkan dan menjadi peringatan bagi kita semua. Banyak masyarakat masih menganggap cacingan sebagai penyakit ringan, padahal bila tidak ditangani dapat menimbulkan komplikasi serius seperti anemia berat, kekurangan gizi, hingga gangguan tumbuh kembang anak,” ucap Endang Koni, Kamis (21/8/2025).
Endang Koni menjelaskan kondisi tersebut bisa melemahkan daya tahan tubuh anak, membuatnya rentan terhadap penyakit lain, dan dalam kasus tertentu dapat berujung pada kematian. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, kasus ini menunjukkan bahwa upaya promotif dan preventif seperti edukasi kebersihan, sanitasi lingkungan, serta pemberian obat cacing rutin harus semakin digencarkan, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Lebih lanjut Endang Koni mengatakan kasus cacingan bisa berujung fatal karena cacing di dalam usus anak dapat menghisap darah dan zat gizi secara terus-menerus. Bila jumlahnya banyak, anak akan mengalami anemia berat, kekurangan protein, dan energi kronis. Kondisi ini membuat tubuh anak sangat lemah, rentan infeksi, hingga organ vital seperti jantung tidak mampu bekerja optimal akibat kurangnya suplai oksigen. Pada tahap inilah risiko kematian bisa terjadi. “Jadi, cacingan bukan sekadar penyakit ringan, melainkan ancaman serius bagi tumbuh kembang bahkan keselamatan jiwa anak, terutama bila terlambat ditangani,” ungkapnya.
Anak bisa rentan cacingan bila sering bermain tanpa alas kaki, jarang cuci tangan, kuku kotor, makan makanan yang tidak higienis, serta tinggal di lingkungan dengan sanitasi dan air bersih yang buruk. Gizi anak juga berpengaruh terhadap risiko dan keparahan cacingan. “Anak dengan gizi baik lebih kuat melawan infeksi, sedangkan anak dengan gizi buruk lebih mudah sakit, kehilangan zat besi lebih cepat, dan cacingan akan menimbulkan gejala yang jauh lebih berat,” ujar Endang Koni.
Gejala dan Upaya Mencegahnya
Endang Koni mengungkapkan gejala cacingan pada anak sering kali tidak langsung terlihat, sehingga orang tua perlu jeli memperhatikan tanda-tandanya. Beberapa gejala dini yang patut dicurigai antara lain nafsu makan menurun tetapi perut tampak buncit, berat badan sulit naik, anak tampak pucat dan lemas, sering mengeluh sakit perut, serta gatal di sekitar anus terutama pada malam hari. Selain itu, anak juga bisa menjadi mudah rewel, sulit konsentrasi, dan daya tahan tubuhnya menurun sehingga mudah sakit. Jika gejala ini muncul, sebaiknya segera diperiksakan ke fasilitas kesehatan agar mendapat penanganan lebih cepat dan tepat.
“Tanda bahaya cacingan yang harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan adalah bila anak tampak sangat pucat, lemas, sesak napas, atau muntah dan buang air besar keluar cacing. Kondisi ini menunjukkan infeksi sudah berat dan bisa mengancam nyawa,” jelas Endang Koni.
Untuk mencegah cacingan bisa dilakukan dengan membiasakan anak cuci tangan menggunakan sabun, memakai alas kaki, menjaga kebersihan kuku, memastikan makanan dan minuman higienis, serta memberi obat cacing rutin setiap 6 bulan. Obat cacing juga sangat penting untuk memutus siklus infeksi, menjaga anak terhindar dari anemia dan gizi buruk. Idealnya diberikan rutin setiap 6 bulan, atau 2 kali dalam setahun sesuai anjuran Kementerian Kesehatan.
Tidak kalah penting adanya Posyandu. Posyandu bisa membagikan obat cacing dan memantau tumbuh kembang anak, sekolah menanamkan kebiasaan hidup bersih, sementara kader desa mengedukasi keluarga dan menjaga sanitasi lingkungan. Kolaborasi ini kunci pencegahan cacingan.
“Pesan saya jangan anggap remeh cacingan. Penyakit ini bisa menghambat tumbuh kembang anak bahkan berujung fatal. Biasakan hidup bersih dan beri obat cacing rutin agar anak tetap sehat dan terlindungi,” pesan Endang Koni.