Pos

kekerasan

Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta terus memperkuat komitmen menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan. Melalui Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT), berbagai langkah preventif hingga mekanisme penanganan telah disiapkan dengan sistematis.

Ketua Satgas PPKPT Unisa Yogyakarta, Wantonoro, menjelaskan bahwa tugas utama Satgas adalah melakukan langkah pencegahan sekaligus penanganan jika terjadi dugaan kekerasan di lingkungan kampus.

“Tugas utama Satgas PPKPT adalah melakukan upaya preventif terhadap tindakan kekerasan di kampus, dengan cara melakukan sosialisasi jenis-jenis kekerasan dan tata aturan yang berlaku di lingkungan Unisa Yogyakarta. Selain itu, Satgas juga bertugas menangani aduan dugaan kekerasan,” jelas Wantonoro, Senin (10/11/2025).

Menurut Wantonoro, mekanisme pelaporan dan tindak lanjut kasus telah diatur secara jelas dalam Peraturan Rektor Unisa Yogyakarta Nomor 2/PR-UNISA/Au/VII/2025. “Setiap laporan akan diproses sesuai peraturan rektor. Kami memiliki alur penyelesaian yang sudah tertuang dengan jelas, mulai dari penerimaan laporan, verifikasi data, hingga pemberian rekomendasi kepada pimpinan universitas,” terang Wantonoro.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas PPKPT Unisa Yogyakarta terdiri dari unsur lintas keilmuan, termasuk psikologi. Anggota Satgas juga telah mengikuti pelatihan penanganan dan manajemen krisis agar mampu merespons setiap laporan secara profesional dan empatik.

“Kami sudah mengikuti pelatihan terkait manajemen penanganan dan krisis. Di dalam tim Satgas juga ada unsur psikolog, sehingga kami bisa memberikan penanganan yang komprehensif sesuai prioritas masalah yang muncul,” tutur Wantonoro.

Ia menambahkan, Satgas juga bekerja sama dengan Biro Layanan Psikologi Unisa Yogyakarta untuk memberikan layanan bagi civitas akademika yang membutuhkan dukungan psikologis.

Dorong Korban Kekerasan Berani Melapor

Wantonoro mengakui tidak ada hambatan berarti dalam pelaksanaan tugas Satgas. Namun, ia berharap jika terjadi dugaan kekerasan, korban dapat berani menyampaikan laporan dengan didukung bukti dan keterangan yang sesuai.

“Sejauh ini tidak ada hambatan yang berarti. Harapan kami, kalau ada dugaan kekerasan, korban berani memberikan keterangan yang benar dan sesuai. Bahkan bisa didampingi oleh organisasi kemahasiswaan jika diperlukan, dengan berita acara dan informed consent yang jelas,” ujarnya.

Terkait privasi, Wantonoro menegaskan bahwa Satgas sangat menjaga kerahasiaan identitas pelapor dan terlapor. “Kalau ada laporan, kami pastikan identitas pelapor, terlapor, dan kronologinya tercatat dengan baik. Tapi hanya Satgas yang memiliki akses terhadap data tersebut. Privasi dijamin aman dan dijaga sesuai etika anggota Satgas,” tegasnya.

Meski dibentuk melalui Surat Keputusan (SK) Rektor, Wantonoro menegaskan Satgas PPKPT bekerja secara independen dalam melaksanakan tugas teknisnya. “Satgas memang ditugaskan melalui SK Rektor, jadi secara struktural kami berkoordinasi dengan rektorat, tapi secara teknis, Satgas bersifat independen tanpa intervensi. Hasil penelaahan kami nantinya disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada pimpinan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan,” pungkas Wantonoro.

Kekerasan

Berbagai kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual belakangan muncul dari kalangan terpelajar. Ironi yang terjadi turut menjadi perhatian bagi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Melihat rentetan kejadian yang ada, Menteri PPPA, Arifah Fauzi mengatakan Kementerian PPPA bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menginisiasi memberikan pembekalan tentang bahaya kekerasan terhadap perempuan, saat penerimaan mahasiswa baru.

“Mahasiswa ospek harus ada materi tentang bahayanya kekerasan terhadap perempuan,” ucap Arifah, ditemui di Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Sabtu (19/4/2025).

Selain itu, Arifah menyebut setiap mahasiswa baru juga harus punya komitmen atau semacam pakta integritas. Bila mereka melakukan kekerasan, maka akan ada konsekuensinya. “Seluruh Indonesia deklarasi kampus anti kekerasan, dan ramah terhadap perempuan,” tegas Arifah.

Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti mengatakan UNISA Yogyakarta memiliki komitmen untuk perlindungan dan pemberdayaan perempuan. UNISA Yogyakarta juga memiliki konsen pada bidang kesehatan mencoba menjalankan berbagai program, salah satunya community development, dengan menguatkan masyarakat dengan wawasan kesehatan.

“Kami mendorong teman-teman civitas UNISA Yogyakarta ini yang 80 persennya perempuan. Mendorong dosen kami melakukan riset, pemberdayaan perempuan. Bahkan itu jadi indikator khusus, fokus pemberdayaan perempuan dan anak,” ungkap Warsiti.

Warsiti menyebut kekerasan terhadap perempuan juga menjadi perhatian khusus bagi UNISA Yogyakarta. Dikatakannya kekerasan ini perlu diantisipasi. Disebutnya UNISA Yogyakarta juga memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). “Kita mengkampanyekan kampus ramah anak, perempuan, disabilitas, salah satu program kami,” ujarnya.