Lahan pertanian di perkotaan yang semakin sempit? Tantangan itu coba dijawab tuntas oleh Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta. Melalui Focus Group Discussion (FGD) “FST Integrated Laboratory”, UNISA menggodok strategi ‘perang’ melawan keterbatasan lahan melalui program inovatif bernama TETANEN.
Gebrakan yang digelar pada Kamis (30/10/25) ini tak main-main. FST UNISA Yogyakarta mengumpulkan lintas sektor, mulai dari Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Magelang, Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM), hingga praktisi media industri.
Lahan Pertanian
Dekan FST UNISA Yogyakarta, Tika Ainunnisa Fitria, ST, MT, Ph.D , menjelaskan Tetanen adalah model inovasi pertanian terpadu berbasis microspace. Program ini menyulap ruang sempit seperti balkon, atap, atau pekarangan untuk menghasilkan pangan.
“Program Tetanen kami rancang untuk mengubah ruang kecil menjadi ruang hidup yang produktif. Kami ingin menunjukkan bahwa pertanian masa depan tidak harus luas, tetapi harus cerdas, terintegrasi, dan berkelanjutan,” ujar Tika dalam sambutanya.
Inovasi ini menggabungkan teknologi hidroponik, biokompos mini, sensor IoT (Internet of Things), serta sumber energi terbarukan.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Sukidi, SE., M.Si , menyambut dengan antusias. Menurutnya, Tetanen bukan sekedar program akademik, tapi gerakan sosial.
“Microspace bisa menjadi jawaban untuk memperkuat pangan lokal. Hal ini sejalan dengan visi kami mewujudkan kota yang tangguh pangan,” ungkap Sukidi.
Dukungan tak terduga datang dari Dinas PUPR Kota Magelang. Rizqi Dwi Herawati, ST, M.BA (Koordinator Bidang Teknik Tata Bangunan) menyebut Tetanen sebagai paradigma baru yang relevan dengan tata ruang.
“Konsep microspace farming sangat relevan di perkotaan. Kami melihat potensi besar Tetanen menjadi model percontohan Green Building dan Eco Housing ,” puji Rizqi.
Dari sisi komunitas, Ketua JATAM, Hadi Sutrisno, S.IP., M.Si , menegaskan Tetanen adalah wujud Islam yang berkemajuan.
“JATAM siap bersinergi. Model seperti ini bisa memperkuat ekonomi keluarga,” tegasnya.
FGD ini menyepakati beberapa tindak lanjut, termasuk pengembangan prototipe berbasis sensor dan pembentukan jejaring kolaborasi hijau.
Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta terus memperkuat komitmen menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan. Melalui Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT), berbagai langkah preventif hingga mekanisme penanganan telah disiapkan dengan sistematis.
Ketua Satgas PPKPT Unisa Yogyakarta, Wantonoro, menjelaskan bahwa tugas utama Satgas adalah melakukan langkah pencegahan sekaligus penanganan jika terjadi dugaan kekerasan di lingkungan kampus.
“Tugas utama Satgas PPKPT adalah melakukan upaya preventif terhadap tindakan kekerasan di kampus, dengan cara melakukan sosialisasi jenis-jenis kekerasan dan tata aturan yang berlaku di lingkungan Unisa Yogyakarta. Selain itu, Satgas juga bertugas menangani aduan dugaan kekerasan,” jelas Wantonoro, Senin (10/11/2025).
Menurut Wantonoro, mekanisme pelaporan dan tindak lanjut kasus telah diatur secara jelas dalam Peraturan Rektor Unisa Yogyakarta Nomor 2/PR-UNISA/Au/VII/2025. “Setiap laporan akan diproses sesuai peraturan rektor. Kami memiliki alur penyelesaian yang sudah tertuang dengan jelas, mulai dari penerimaan laporan, verifikasi data, hingga pemberian rekomendasi kepada pimpinan universitas,” terang Wantonoro.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas PPKPT Unisa Yogyakarta terdiri dari unsur lintas keilmuan, termasuk psikologi. Anggota Satgas juga telah mengikuti pelatihan penanganan dan manajemen krisis agar mampu merespons setiap laporan secara profesional dan empatik.
“Kami sudah mengikuti pelatihan terkait manajemen penanganan dan krisis. Di dalam tim Satgas juga ada unsur psikolog, sehingga kami bisa memberikan penanganan yang komprehensif sesuai prioritas masalah yang muncul,” tutur Wantonoro.
Ia menambahkan, Satgas juga bekerja sama dengan Biro Layanan Psikologi Unisa Yogyakarta untuk memberikan layanan bagi civitas akademika yang membutuhkan dukungan psikologis.
Dorong Korban Kekerasan Berani Melapor
Wantonoro mengakui tidak ada hambatan berarti dalam pelaksanaan tugas Satgas. Namun, ia berharap jika terjadi dugaan kekerasan, korban dapat berani menyampaikan laporan dengan didukung bukti dan keterangan yang sesuai.
“Sejauh ini tidak ada hambatan yang berarti. Harapan kami, kalau ada dugaan kekerasan, korban berani memberikan keterangan yang benar dan sesuai. Bahkan bisa didampingi oleh organisasi kemahasiswaan jika diperlukan, dengan berita acara dan informed consent yang jelas,” ujarnya.
Terkait privasi, Wantonoro menegaskan bahwa Satgas sangat menjaga kerahasiaan identitas pelapor dan terlapor. “Kalau ada laporan, kami pastikan identitas pelapor, terlapor, dan kronologinya tercatat dengan baik. Tapi hanya Satgas yang memiliki akses terhadap data tersebut. Privasi dijamin aman dan dijaga sesuai etika anggota Satgas,” tegasnya.
Meski dibentuk melalui Surat Keputusan (SK) Rektor, Wantonoro menegaskan Satgas PPKPT bekerja secara independen dalam melaksanakan tugas teknisnya. “Satgas memang ditugaskan melalui SK Rektor, jadi secara struktural kami berkoordinasi dengan rektorat, tapi secara teknis, Satgas bersifat independen tanpa intervensi. Hasil penelaahan kami nantinya disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada pimpinan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan,” pungkas Wantonoro.
Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta terus memperkuat rasa kebersamaan menjaga ke-Unggulan, melalui kegiatan silaturahmi BPH dan Pegawai Unisa Yogyakarta, di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan Unisa Yogyakarta, Jumat (7/11/2025). Kontribusi seluruh sivitas akademika Unisa Yogyakarta menjadi bagian penting setiap proses perjalanan.
“Keberhasilan Unggul, keberhasilan semua, pengkhidmatan semua,” ungkap Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Unisa Yogyakarta, Siti Noordjannah Djohantini.
Silaturahmi
Noordjannah menekankan bahwa keberhasilan-keberhasilan Unisa Yogyakarta, dimulai dari hal-hal kecil. Meski demikian dari satu hal yang kecil, dirinya mencontohkan kebersihan, sebenarnya tidak sederhana juga.
“Terima kasih kontribusi dan jasanya dalam mendukung Unisa Unggul, karena tidak mungkin terjadi diraih, tanpa kebersamaan. Terima kasih telah meningkatkan pendidikan di Unisa Yogyakarta ini,” ujar Noordjanah.
Anggota BPH Unisa Yogyakarta yang lain juga menekankan kerja sama untuk terus meningkatkan prestasi Unisa Yogyakarta. Tidak hanya berhenti di lokal, nasional, tapi juga hingga tingkat internasional.
Rektor Unisa Yogyakarta, Warsiti mengatakan agenda kali ini untuk memperkuat komitmen seluruh anggota keluarga Unisa Yogyakarta menyamakan langkah, menjalankan amanah masing-masing. “Kegiatan semacam ini mungkin akan dilakukan rutin,” ungkap Warsiti.
Warsiti juga mengungkapkan silaturahmi ini untuk menguatkan komitmen berkhidmat di Unisa Yogyakarta. Selain juga, menjadi wadah untuk menyampaikan gagasan dan pendapat dari sivitas akademika Unisa Yogyakarta.
Salah satu dosen fisioterapi terbaik Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Dika Rizki Imania, SST.Ft., M.Fis., kembali menjadi sorotan berkat dedikasi dan prestasinya di bidang pendidikan, penelitian, dan inovasi. Selama 15 tahun mengabdi di UNISA Yogyakarta, Dika (sapaan akrabnya) telah menorehkan berbagai capaian yang menginspirasi sivitas akademika, khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes).
Dosen Fisioterapi
Dalam perjalanan kariernya, Dika tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga terus belajar dari setiap pengalaman. “Bertemu orang-orang hebat di UNISA Yogyakarta menjadi motivasi bagi saya untuk terus berkembang dan memberi kontribusi terbaik,” ungkapnya.
Sebagai akademisi yang aktif dalam riset dan inovasi, Dika bersama timnya telah menghasilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Beberapa inovasi yang telah ia ciptakan antara lain, Kursi Toilet Bleksibel untuk pasien pascaoperasi patah tulang panggul, penulis buku saku Anatomi Tubuh Manusia (2020), serta penyusun buku Homecare Interprofessional Collaboration (2023).
Selain berinovasi, Dika juga aktif menulis publikasi ilmiah yang berdampak luas. Di antara karyanya antara lain, Interdisciplinary homecare improves the mental health of diabetic ulcer patients, Upaya Peningkatan Perkembangan Anak dengan Down Syndrome, Analisis Tingkat Risiko Penyakit Kardiovaskuler, Differences in the Impact of Abdominal Exercise and Swiss Ball Exercise on Abdominal Fat Reduction in Adolescents
Komitmennya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan terus ia wujudkan dengan melanjutkan studi S3 di Universitas Sebelas Maret (UNS) melalui Beasiswa BPI, membuktikan semangatnya untuk terus belajar tanpa henti.
Bagi Dika, perkuliahan dan dunia akademik bukan sekadar rutinitas, melainkan latihan untuk kehidupan yang sesungguhnya. “Nikmati perjalanan kehidupan di kampus dengan pikiran terbuka dan mengikuti kata hati,” pesannya untuk para mahasiswa.
Dengan kiprah panjang dan semangat pantang menyerah, sosok Dika Rizki Imania menjadi teladan nyata dosen inspiratif UNISA Yogyakarta, mewakili semangat kampus unggul, berdaya saing global, dan berorientasi pada kemaslahatan masyarakat.
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) perlu menjadi perhatian hingga saat ini. Di Kabupaten Sleman, kasus ISPA juga tinggi, berdasar data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, hingga akhir Oktober 2025 mencapai 94.000 kasus. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Dika Rizkiardi memberikan saran pencegahan hingga penanganan kasus ISPA.
“ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah istilah medis untuk infeksi yang menyerang saluran pernapasan kita, mulai dari hidung, tenggorokan, hingga paru-paru. Disebut ‘akut’ karena biasanya berlangsung cepat, umumnya kurang dari 14 hari,“ ungkap Dika, Rabu (5/11/2025).
Penyebabnya bisa bermacam-macam, namun yang paling sering adalah virus. Contoh penyakit yang termasuk ISPA ini sangat umum kita kenal, seperti batuk pilek biasa (common cold), influenza, faringitis, hingga yang lebih serius seperti bronkitis dan pneumonia.
Penyebab utamanya sebagian besar adalah virus, seperti Rhinovirus, Influenza, dan RSV. “Faktor lingkungan dan cuaca saat ini sangat berpengaruh. Kita sedang berada di musim pancaroba, di mana suhu udara sering tidak menentu, kadang panas sekali lalu tiba-tiba hujan,” ungkap Dika.
Ditambah lagi, kualitas udara yang mungkin menurun akibat polusi atau debu di musim kemarau bisa menyebabkan iritasi pada saluran napas. Kondisi inilah yang menurunkan daya tahan lokal di saluran napas kita, sehingga virus atau bakteri jadi lebih mudah masuk dan menginfeksi.
Saat disinggung peningkatan tajam kasus di Sleman, kemungkinan besar bersifat multifaktorial. Pertama, seperti yang disebutkan, faktor cuaca dan kualitas udara yang sedang tidak bersahabat. Kedua, aktivitas masyarakat kini sudah kembali normal pasca-pandemi, interaksi sosial dan kepadatan di ruang publik meningkat, sehingga penularan penyakit yang ditularkan lewat droplet (percikan ludah) seperti ISPA ini juga otomatis meningkat. “Ketiga, bisa jadi ada sedikit penurunan kewaspadaan dalam menerapkan protokol kesehatan dasar, seperti memakai masker saat sedang sakit,” ungkapnya.
Gejala, Risiko, dan Penanganan ISPA
Dika menjelaskan gejala awal ISPA biasanya sangat bisa dikenali. Mulai dari hidung tersumbat atau meler, bersin-bersin, rasa tidak nyaman atau gatal di tenggorokan, kemudian disertai batuk (bisa kering atau berdahak). Seringkali ini juga disertai gejala sistemik seperti demam ringan, sakit kepala, dan badan terasa pegal-pegal atau tidak bugar.
Ada beberapa kelompok yang perlu mendapat perhatian khusus karena lebih rentan mengalami gejala yang lebih berat. Mereka adalah, Anak-anak, terutama balita, karena sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sempurna. Lansia (lanjut usia), karena fungsi sistem imunitas mereka sudah mulai menurun secara alami. Orang dengan komorbid atau penyakit penyerta, seperti penderita asma, PPOK, penyakit jantung, diabetes, atau orang dengan sistem imun yang lemah (misalnya pasien kemoterapi atau HIV). Perokok aktif juga memiliki risiko yang jauh lebih tinggi.
“Pada individu sehat, ISPA ringan akibat virus biasanya bisa sembuh sendiri (self-limiting) dengan istirahat dan asupan cairan yang cukup. Namun, jika diabaikan, kurang istirahat, atau terjadi pada kelompok rentan tadi, infeksinya bisa menyebar. Infeksi dari saluran napas atas bisa ‘turun’ ke bawah menjadi bronkitis atau pneumonia (radang paru). Bisa juga terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Dampak terburuknya, terutama pada pneumonia berat, adalah gagal napas, yang tentu saja mengancam jiwa,“ kata Dika.
Menurut Dika penting untuk diketahui agar tidak terlambat, tapi juga tidak panik berlebihan dalam penanganan ISPA. Penderita ISPA bisa melakukan perawatan mandiri di rumah jika gejalanya ringan (batuk pilek biasa, demam ringan). Namun, segera ke dokter atau fasilitas kesehatan jika mengalami sesak napas atau kesulitan bernapas. Ini tanda bahaya utama. Demam tinggi (di atas 38,5°C) yang tidak kunjung turun setelah 3 hari minum obat penurun panas. Batuk yang tidak membaik dalam 2 minggu, atau disertai nyeri dada hebat. Gejala terjadi pada kelompok rentan, seperti bayi di bawah 3 bulan, lansia, atau penderita komorbid. Jangan tunda, lebih baik segera periksakan.
Prosedur penanganan tergantung tingkat keparahan. Untuk ISPA ringan yang 90% disebabkan virus, pengobatannya bersifat simtomatik, artinya kita atasi gejalanya. Misalnya, obat penurun demam (parasetamol), pereda batuk, dan yang terpenting adalah edukasi untuk istirahat dan minum banyak air. Penting diingat, ISPA virus tidak butuh antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat justru berbahaya. Untuk kasus sedang hingga berat, seperti pneumonia, penanganan medis mungkin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti rontgen dada, dan pemberian obat-obatan yang lebih spesifik (termasuk antibiotik jika terbukti ada infeksi bakteri), terapi oksigen, atau bahkan rawat inap untuk pemantauan.
“Peran kami, baik sebagai tenaga medis maupun institusi pendidikan, ada dua sisi. Pertama, di sisi kuratif (pengobatan), kami di fasilitas kesehatan tentu siap memberikan pelayanan dan pengobatan terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan. Kedua, dan ini yang tidak kalah penting, adalah sisi promotif (promosi kesehatan) dan preventif (pencegahan). Fakultas Kedokteran Unisa Yogyakarta memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan edukasi kesehatan yang benar dan mudah dipahami kepada masyarakat, seperti melalui wawancara ini, agar masyarakat bisa berdaya dan melakukan pencegahan secara mandiri,” kata Dika.
Dika juga mengatakan sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, Fakultas Kedokteran Unisa Yogyakarta secara rutin melaksanakan berbagai program pengabdian masyarakat. Bisa dalam bentuk penyuluhan kesehatan langsung ke sekolah, posyandu, atau komunitas, bakti sosial pemeriksaan kesehatan, atau penelitian yang berfokus pada masalah kesehatan riil di masyarakat, termasuk terkait penyakit pernapasan dan implementasi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pencegahan dan Edukasi Jadi Bagian Penting
Dika mengungkapkan pencegahan adalah kunci utamanya. Pertama, jaga daya tahan tubuh. Ini fundamental. Kedua, kurangi paparan. Jika kita tahu kualitas udara sedang buruk, sebaiknya kurangi aktivitas fisik berat di luar ruangan. Jika terpaksa harus keluar rumah, sangat disarankan menggunakan masker yang layak untuk menyaring polutan. Pastikan juga ventilasi udara di dalam rumah atau ruang kerja tetap baik agar sirkulasi udara lancar.
Peran PHBS sangat sentral dan fundamental. Virus dan bakteri penyebab ISPA ini mudah sekali menular lewat tangan. “Kita memegang gagang pintu, meja, lalu tidak sengaja menyentuh hidung atau mulut. Jadi, hal sederhana seperti mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir secara rutin terutama sebelum makan, setelah dari toilet, atau setelah memegang fasilitas umum adalah cara paling efektif memutus rantai penularan. Menjaga kebersihan lingkungan rumah juga penting untuk mengurangi debu dan kuman,“ ungkap Dika.
Dika menyebut penggunaan masker hingga etika batuk perlu jadi perhatian dan masih relevan pasca pandemi. Menurutnya kebiasaan saat pandemi Covid-19 tersebut harus dijaga. Pandemi Covid-19 telah mengajarkan betapa pentingnya masker dan etika batuk. “Jika Anda merasa sakit (batuk/pilek), pakailah masker. Itu adalah bentuk tanggung jawab sosial kita untuk melindungi orang di sekitar. Jika Anda sehat tapi berada di keramaian atau area berpolusi, masker melindungi Anda. Etika batuk, yaitu menutup mulut dengan siku bagian dalam atau tisu saat batuk atau bersin, juga wajib diteruskan untuk mencegah penyebaran droplet,“ ujar Dika.
Dirinya juga menyarankan untuk menjaga daya tahan tubuh, kuncinya ada di gizi seimbang. Perbanyak konsumsi sayur dan buah segar yang kaya vitamin C, vitamin D, dan antioksidan. Pastikan asupan cairan, terutama air putih, cukup, minimal 8 gelas sehari, agar mukosa (lapisan lendir) saluran napas kita tetap lembap dan sehat. Dan yang sering dilupakan, jangan lupakan istirahat yang cukup. Tidur berkualitas 7-8 jam per malam adalah ‘charger’ terbaik untuk sistem imun.
“Pesan kami dari Fakultas Kedokteran Unisa Yogyakarta untuk seluruh masyarakat Sleman dan sekitarnya, jangan panik menghadapi peningkatan kasus ISPA ini, tapi tetaplah waspada. ISPA adalah penyakit yang sangat bisa kita cegah. Mulailah dari diri sendiri dan keluarga. Terapkan kembali PHBS, terutama cuci tangan pakai sabun. Jaga imunitas tubuh dengan makanan bergizi dan istirahat cukup. Dan jangan ragu untuk kembali menggunakan masker jika Anda merasa sakit, atau jika berada di keramaian dan area berpolusi,” ucap Dika.
https://www.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2025/11/Ispa.jpg687830adminhttps://media.unisayogya.ac.id/wp-content/uploads/2024/01/Logo-Unisa_Horisontal_bg_putih.pngadmin2025-11-06 15:49:382025-11-06 15:49:51ISPA Masih Mengancam, Dosen Unisa Yogyakarta Paparkan Cara Pencegahan dan Penanganannya