Pos

Mudik

Mudik atau pulang kampung merupakan momen yang seharusnya ditunggu-tunggu datang. Seharusnya, momen pulang kampung saat lebaran akan menjadi momen yang membahagiakan, bukan menegangkan.

Tapi realitanya terkadang tidak demikian. Kebahagiaan yang menurut Seligman (tokoh psikologi positif) adalah hasil dari kontribusi lingkungan dan faktor internal ini, menjadi ukuran bahwa konsep Bahagia saat lebaran menjadi nisbi manakala pertanyaan stigmatif lebaran mulai bermunculan dari lingkungan.

Mereka yang akan pulang ke kampung halaman, pasti merasakan hal ini. Mulai dari ditanya “Kapan lulus?”, “Kapan nikah?”, “Kapan punya momongan?”, “Kapan kerja?”, maupun kapan kapan yang lainnya. Ya begitulah, kebiasaan peduli kebablasan menjadi curiosity. Bagaimana dengan kalian sendiri, apakah kalian juga pernah mengalaminya?..

Berdasarkan survey terbatas yang dilakukan oleh Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi., Psikolog yang merupakan dosen prodi Psikologi UNISA Yogyakarta, didapatkan data bahwa pertanyaan paling dihindari saat lebaran bagi mahasiswa adalah “Kapan lulus?”, sedangkan bagi mereka yang sudah lulus, tetap saja akan muncul pertanyaan lainnya dengan “Kapan kerja”. Tidak berhenti disitu saja, pertanyaan lainnya setelah lulus adalah “Kapan nikah?”, dan malangnya, bagi yang sudah menikahpun tetap akan dicecar pertanyaan dengan “Kapan punya momongan?”. Ini sering ditanyakan ketika berkumpul dengan keluarga saat lebaran. Walau terdengar sepele, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi “momok” bagi sebagian orang sehingga mereka merasa tertekan. Dampak pertanyaan tersebut bahkan dapat memunculkan gangguan psikologis. Lantas, kenapa orang Indonesia senang menanyakan pertanyaan-pertanyaan stigmatif tersebut saat lebaran? Lalu, bagaimana cara menjawabnya?

Ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan stigmatif tersebut saat kumpul bersama keluarga ketika lebaran memang membuat kurang nyaman, terlebih jika belum memiliki progress dalam studi/lambat progress, belum memiliki pacar atau pasangan, atau belum memiliki pekerjaan mapan, atau belum memiliki momongan. Bagi Anda yang berencana mudik saat lebaran namun belum siap dengan pertanyaan-pertanyaan stigmatif yang besar jadi akan dilontarkan keluarga dan handai taulan ini, berikut beberapa tips menghadapinya:

  • Bangun Topik Pembicaraan yang Umum

Hindari topik obrolan yang menjurus ke ranah pribadi supaya tidak memancing pertanyaan dari orang lain.

  • Alihkan Topik Pembicaraan

Cobalah untuk mengalihkan topik obrolan dengan lawan bicara ke hal-hal yang umum. Pertanyaan sensitif yang kurang etis ditanyakan, terutama kepada mereka yang memiliki keterbatasan atau permasalahan pribadi.

  • Hadapi Dengan Senyuman

Hadapi pertanyaan stigmatif ini dengan senyuman. Terkadang orang bertanya tanpa berpikir, dan senyuman dapat membawa dampak positif bagi diri kita dan orang lain.

  • Balas Dengan Lelucon

Balas pertanyaan ini dengan lelucon atau candaan untuk menurunkan tegangan dan menghindari “bad mood”.

  • Menjauh

Jika merasa risih atau tidak betah karena ditanya dengan pertanyaan stigmatif ini, ada baiknya menjauh dari lokasi. Lakukan relaksasi untuk mengurangi dampak negatifnya.

Semoga tips sederhana ini dapat membantu menghadapi pertanyaan-pertanyaan stigmatif saat mudik tersebut dengan lebih tenang dan bahagia saat berkumpul dengan keluarga pada momen lebaran.

Berat badan

Sebuah penelitian terbaru menyoroti bahwa ibadah puasa yang dilakukan tanpa diimbangi dengan pola makan yang sehat dapat meningkatkan berat badan seseorang. Selama 30 hari ibadah puasa, pola makan terjadwal ketika berbuka dan sahur telah mengubah ritme sirkadian tubuh, menyebabkan adaptasi yang berdampak pada kesehatan.

Nor Eka Noviani, S.Gz., M.PH dosen prodi Gizi UNISA Yogyakarta, menjelaskan bahwa sistem tubuh beradaptasi dengan pola makan terjadwal selama bulan Ramadan. “Aktivitas yang banyak dilakukan di malam hari mengubah jam tidur dan ritme biologis tubuh,” ujarnya. Hal ini dapat mengganggu kualitas tidur dan menyebabkan perubahan dalam metabolisme tubuh.

Namun, bukan hanya faktor fisik yang berperan. Psikologi dan emosi manusia juga memainkan peran penting selama bulan suci ini. “Perasaan ingin makan semua sajian lezat menjadi faktor yang mempengaruhi pola makan selama bulan puasa,” kata Novi. “Berkunjung ke sanak saudara juga membuka peluang untuk makan berlebihan.”

Makan berlebihan selama bulan puasa dan perayaan Idul Fitri tidak hanya meningkatkan risiko kesehatan, tetapi juga dapat mengganggu fungsi tubuh secara keseluruhan.

Setelah lebaran, berbagai penyakit berisiko muncul akibat perubahan pola makan dan gaya hidup. Novi mengingatkan tentang peningkatan risiko infeksi dan penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes.

Untuk menghindari dampak negatif ini, penting untuk menjaga pola yang seimbang dan sehat. Novi merekomendasikan prinsip “4J”: jam, jenis, jumlah, dan jurus mengolah. “Makan terjadwal, memilih jenis makanan yang tepat, mengontrol jumlah konsumsi, dan cara pengolahan yang sehat sangat penting,” katanya.

Dengan kesadaran akan pola yang sehat dan pengendalian emosi yang baik, diharapkan masyarakat dapat menghadapi bulan puasa dan perayaan Idul Fitri dengan lebih baik, menjaga kesehatan tubuh dan menghindari risiko penyakit.

Berbagi takjil

Dalam semangat memeriahkan bulan suci Ramadhan, Himpunan Mahasiswa Bidan (HIMABIDA) Universitas `Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar kegiatan Shine of Ramadhan (SOR) dengan berbagi takjil, Sabtu (06/04).

Bulan Suci

Sekitar 200 takjil dibagikan kepada para pengendara dan warga sekitar yang melintasi sekitaran jalan Godean, Sleman.

Rina selaku ketua pelaksana kegiatan SOR menyampaikan bahwa rangkaian acara tersebut meliputi kegiatan bagi-bagi takjil, kajian dengan tema “Ramadhanmu ngebosenin? Yuk kita bikin romantis”, dan buka bersama.

Kajian dengan tema tersebut akan dibuka untuk umum melalui zoom meeting. Setelah kajian, diadakan kegiatan berbagi takjil, yang kemudian dilanjutkan dengan buka bersama HIMABIDA.

Feero ketua HIMABIDA periode 2023/2024 UNISA Yogyakarta, menyatakan bahwa kegiatan SOR merupakan program kerja Divisi Kemuhammadiyahan HIMABIDA. Dia menambahkan bahwa kegiatan ini adalah upaya untuk mengajak mahasiswi kebidanan untuk berpartisipasi aktif dalam program kerja HIMABIDA, dengan harapan agar kegiatan ini dapat menjadi tradisi setiap tahun sebagai sarana untuk bersama-sama mencari kebaikan di bulan Ramadhan.

Ramadhan Ceria

Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Ilmu Kesehatan (PK IMM Fikes) Universitas `Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar kegiatan Ramadhan Ceria yang meriah di Panti Asuhan Yatim putri ‘Aisyiyah, pada Rabu (03/04/2024) di Notoprajan, Kota Yogyakarta.

Acara yang memanfaatkan 10 hari terakhir Ramadhan ini menarik partisipasi sebanyak 100 orang yang turut hadir untuk berbagi kebahagiaan dan semangat berbuat kebaikan.

Kegiatan ini meliputi buka puasa bersama, pemeriksaan kesehatan, serta pembagian sembako kepada yang membutuhkan. Nur Ida Ersafabanyo, Ketua Umum PK IMM Fikes, menjelaskan bahwa kegiatan Ramadhan Ceria ini merupakan bagian dari agenda kolaborasi antara bidang Tabligh Kajian Keislaman (TKK) dan Sosial Pemberdayaan Masyarakat (SPM) PK IMM Fikes Unisa Yogyakarta periode 2023 – 2024.

“Dengan kegiatan ini, kami berharap dapat membentuk sebuah Panti Pemberdayaan kader yang fokusnya pada bidang kesehatan dan dikelola oleh Bidang SPM. Ini menjadi momen silaturahmi dan kolaborasi yang mempererat hubungan antar ortom di persyarikatan,” ungkap Nur Ida.

Kebersamaan dalam beribadah dan berbuat kebaikan semakin memperkuat jalinan ukhuwah di tengah-tengah masyarakat, mengukuhkan semangat kebersamaan dan gotong royong dalam meraih kebaikan.

Anak muda muslim

Dampak perubahan iklim menjadi isu penting saat ini. Dampaknya sudah dirasakan seperti cuaca ekstrem, suhu panas udara yang semakin panas, musim kemarau yang lebih panjang, maupun banjir. Dalam jangka panjang jika tidak diantisipasi maka akan memberikan dampak yang lebih buruk pada problem lingkungan dan kemanusiaan. Di tingkat dunia, upaya-upaya untuk merumuskan tindakan dan strategi pencegahan dampak perubahan iklim sudah disepakati untuk mencegah agar suhu bumi tidak meningkat maksimal 1,5 derajat. Semua pihak harus memberikan perhatian dengan melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim ini. Demikian juga di kalangan anak muda muslim. Anak muda merupakan agen perubahan (agent of change) yang penting dalam mengkampanyekan pencegahan, bagaimana melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Salah satu upaya yang dilakukan merespon dalam perubahan iklim ini adalah melakukan kolaborasi dengan menggelar kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk Generasi Hijau: Edukasi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim untuk Generasi Muhammadiyah.  Kolaborasi ini dilakukan antara dosen dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Aisyiyah (UNISA)Yogyakarta melalui kegiatan pengabdian masyarakat. Kegiatan ini diadakan di SM Tower and Convention dan dihadiri oleh aktivis remaja muslim dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah Yogyakarta baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota (20/3/2024).

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pemuda, khususnya generasi muda Muhammadiyah, agar lebih siap dan mampu beradaptasi dengan fenomena perubahan iklim yang semakin nyata. Melalui gerakan “Generasi Hijau”, diharapkan generasi muda Muhammadiyah dapat menjadi agen perubahan yang proaktif dalam merespons isu perubahan iklim. Sebagai generasi muda, yang dekat dengan dunia digital, mereka akan secara aktif melakukan kampanye melalui media social untuk bersama-sama mencegah dampak perubahan iklim ini melalui berbagai aksi. Selain itu pertemuan diskusi, dialog dan aksi bersama anak muda akan dilakukan untuk pencegahan dampak perubahan iklim ini.

Tri Hastuti Nur Rochimah, ketua Abdimas dari Ilmu Komunikasi UMY menyatakan pentingnya kesadaran akan perubahan iklim di kalangan generasi muda, kader-kader muda persyarikatan harus menjadi pelaku sejarah, menjadi agen-agen yang aktif dalam menghadapi isu penting yang berdampak pada problem kemanusiaan ini yaitu perubahan iklim. Kesadaran baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi ini penting, bagaimana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menjadi salah satu agenda penting organisasi IPM dan IPmawati. Kader-kader muda persyarikatan Muhammadiyah perlu dipersiapkan untuk menghadapi perubahan iklim, mengambil bagian terdepan untuk peduli dengan berbagai aksi untuk mencegah dampak perubahan iklim, ujarnya. Nilai-nilai Islam menjadi landasan dalam bertindak, bahwa manusia adalah khalifah di bumi dan salah satu tugasnya adalah mencegah kerusakan di muka bumi ini. Alam diciptakan untuk dijaga keseimbangannya, dijaga kelestariannya sebagai bentuk keimanan kita pada Allah. Muhammadiyah juga sudah memiliki fiqh air, salah satu bagian penting terkait dengan alam dan lingkungan. maka menjadi penting kita semua mengambil peran penting menghadapi dampak perubahan iklim, khususnya generasi muda.

Ade Putranto dan Erwin Rasyid, Dosen Ilmu Komunikasi UNISA dalam paparan materinya menyampaikan isu perubahan iklim tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat, dan sektor swasta untuk mencapai solusi yang efektif. “Termasuk peran aktif anak muda muslim untuk terlibat aktif dalam upaya mitigasi dan advokasi isu perubahan iklim. Generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam memperjuangkan keberlanjutan lingkungan hidup” ujar Erwin menambahkan.

Perwakilan IPM Yogyakarta menyampaikan bahwa sudah dilakukan upaya-upaya yang dilakukan oleh pengurus IPM dan IPMawati melalui divisi lingkungan hidup. “Setelah kegiatan ini kami akan menindaklanjuti kembali hasil mapping terkait isu-isu lingkungan di masing-masing wilayah. Sehingga adaptasi dan mitigasi terkait isu perubahan iklim dapat berjalan dengan baik” ujar El dari IPM Yogyakarta.

Kegiatan Pengabdian Masyarakat ini didukung oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UMY. Harapannya, melalui kegiatan ini generasi muda Muhammadiyah dan juga anak muda muslim dapat menjadi agen perubahan yang memiliki pemahaman mendalam tentang isu perubahan iklim serta mampu mengambil langkah-langkah konkrit untuk melindungi lingkungan dan meraih masa depan yang berkelanjutan.