Pos

Kartini

Dalam rangka memperingati Hari Kartini yang bertepatan pada tanggal 21 April 2025, Wakil Rektor III Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc., memberikan pesan kepada para mahasiswa UNISA terkhusus perempuan, untuk merefleksikan kembali semangat juang yang membara pada RA Kartini. Hal itu bisa diwujudkan dengan berpikir merdeka, berani bersuara dan berani mengambil peran.

“Hari ini, Kartini mengamanahkan kepada kita sekaligus harapan, agar kita senantiasa terlibat didalam sebuah proses pendidikan, kewirausahaan, pengambilan kebijakan, bahkan didalam mendidik anak, sehingga perempuan memiliki akses untuk berkembang dan maju,” kata Mufdlilah, di UNISA Yogyakarta, Senin (21/4/2025).

Mufdlilah juga berharap kepada mahasiswa UNISA Yogyakarta khususnya perempuan dalam mengisi Hari Kartini 2025, agar dapat berperan dan menjadi penggerak dalam masyarakat, yaitu dengan mengasah diri menjadi seorang pemimpin yang berani dan berkarakter positif.

“Ini tidak mudah loh ya, banyak sekali tantangan yang ada. Akan tetapi ini bisa terwujud jika kita para perempuan, mau untuk bergandengan tangan serta menguatkan solidaritas antar perempuan. Sehingga para perempuan di UNISA berani untuk mengambil keputusan, berani bertindak dan berani bersuara layaknya RA. Kartini,” imbuhnya.

Mufdlilah juga menyoroti kasus ketimpangan gender yang terjadi terhadap perempuan. Terkadang hal itu disebabkan oleh perempuan itu sendiri. Dimana mereka masih menganggap laki-laki lebih dominan dan memiliki otoritas lebih dibanding perempuan, sehingga peran perempuan didalam sektor publik menjadi terbatas.

“Saya kira masih ada hal, dimana perempuan belum berani untuk menjadi orang yang terdepan. Ada perempuan yang bilang ‘Ya sudah Bapak, ya sudah kamu yang laki-laki’, di forum-forum ini, kadang kepemimpinan itu belum berani diambil posisinya,” ujarnya.

Menurut Mufdlilah, perempuan yang memiliki sifat takut untuk ambil peran, takut untuk bersuara, takut untuk melawan, menjadikan perempuan itu sebagai mangsa yang empuk bagi para pelaku pelecehan seksual. Sifat inilah yang membuat perempuan dipandang sebagai makhluk yang lemah yang tidak bisa membela diri. Ia juga mengajak kepada seluruh perempuan yang ada di UNISA Yogyakarta untuk menaikan value dalam dirinya, berani melawan dan berani bersuara agar tidak direndahkan dan dilecehkan.

“Saya kira, perempuan sudah saatnya untuk berani berpikir kritis, berpikir merdeka, punya pendapat yang merdeka, karena di dalam model pelecehan seksual itu, kalau hanya diam ya sudah tertanam, kelemahan perempuan itu kan kayak malu, tidak berani, takut, khawatir. Nah, itu harus dihilangkan sebagai nilai emansipasi dari Ibu Kartini,” tutupnya.

Pppa

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong kolaborasi dengan Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah untuk memberdayakan perempuan hingga mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Diharap PP ‘Aisyiyah bisa mendukung program Ruang Bersama Indonesia yang digagas Kementerian PPPA.

Ruang Bersama Indonesia (RBI) merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan melindungi hak-hak anak di Indonesia. Menteri PPPA, Arifah Fauzi menilai PP ‘Aisyiyah memiliki potensi besar untuk mendukung program ini.

Perempuan yang juga Ketua PP Muslimat NU itu menilai Muslimat maupun ‘Aisyiyah memiliki peran strategis dengan jejaring akar rumputnya untuk memberdayakan perempuan dan menguatkan anak. 

“Tanpa mengesampingkan yang lain, tapi pastinya Muslimat dan ‘Aisyiyah punya kekuatan besar menguatkan anak dan perempuan Indonesia,” ujar Arifah, di Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Sabtu (19/4/2025).

Arifah juga menyebut Kementerian PPPA memiliki tiga program prioritas, pertama RBI, kemudian penguatan call center, dan satu data tentang perempuan anak yang berbasis desa. Ia menggarisbawahi program RBI yang merupakan kelanjutan dari desa ramah anak dan perempuan yang menyentuh hampir 4.000 desai di Indonesia.

“Arahan Pak Menko (Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno), tidak membuat program baru. Kami melanjutkan, dan memperluas menjadi Ruang Bersama Indonesia, arahan Pak Presiden saat retreat di Magelang,” ungkapnya. 

Arifah menyebut poin pentingnya untuk mendukung berjalannya program juga dari gerakan masyarakat. Diakuinya pemerintah tidak bisa berjalan sendiri untuk melaksanakan program ini. “Kami berharap kerja-kerja apa yang telah dilakukan Aisyiyah jadi solusi yang bisa disinergikan lebih lanjut,” ungkapnya.

RBI sendiri sudah dilaunching di beberapa wilayah, seperti Jambi, Gorontalo, Kalimantan Selatan, NTT, Malang, dan Banten. Diharapkan melalui kolaborasi dengan ‘Aisyiyah juga bisa memperluas program ini dan akhirnya menguatkan perempuan dan anak di Indonesia.

Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Salmah Orbaniyah menyambut baik upaya mendorong penguatan perempuan dan anak di Indonesia. Menurutnya hal tersebut juga sejalan dengan apa yang telah dilakukan ‘Aisyiyah selama ini. “Muslimat, Aisyiyah punya gen sama untuk pemberdayaan perempuan dan anak,” ujar Salmah.

Selain itu, selama ini ‘Aisyiyah juga telah melakukan pendampingan penguatan di desa-desa dengan berbagai program. Diungkapkannya penguatan di desa ini juga merupakan program prioritas ‘Aisyiyah. Beberapa diantaranya dijelaskan Salmah, seperti menerima konsultasi korban kekerasan, Gerakan ‘Aisyiyah Cinta Anak, mengembangkan potensi desa, dan berbagai inisiasi lainnya.

Salmah juga menyinggung saat ini banyak kasus yang menimpa perempuan dan anak, namun masih belum banyak yang tahu bagaimana menangani kasus yang ada. Diharapkan melalui berbagai program yang dijalankan ‘Aisyiyah dapat memberi kontribusi untuk penanganan berbagai masalah yang ada.

“Spesifik untuk Ruang Bersama Indonesia bisa kita tindaklanjuti. Kalau Aisyiyah bisa terlibat di situ, format kita diskusikan,” ucap Salmah.

Wisuda 2025

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar Sidang Terbuka Senat Wisuda Periode ke-23 di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan, Kampus Terpadu UNISA Yogyakarta, Kamis (17/4/2025). Sebanyak 333 mahasiswa dari program magister, sarjana, sarjana terapan, dan diploma resmi diwisuda sebagai lulusan UNISA Yogyakarta.

Dalam momen yang khidmat dan penuh semangat ini, 236 wisudawan atau 71,1 persen di antaranya berhasil meraih predikat cumlaude. Rata-rata IPK lulusan sarjana dan sarjana terapan mencapai 3,65, dengan IPK tertinggi 3,99. Sementara itu, IPK rata-rata untuk program magister tercatat 3,76, dan diploma 3,56.

Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga dan haru atas pencapaian para wisudawan. “Hari ini adalah bukti nyata dari perjuangan panjang yang kalian tempuh, dengan ketekunan, semangat, serta dukungan dari orangtua dan orang-orang tercinta,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Warsiti menyoroti keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di UNISA Yogyakarta. Sebanyak 88,8 persen wisudawan telah menjalani kurikulum MBKM dan mampu menyelesaikan studi lebih cepat. Bahkan, masa studi tercepat mencapai 3 tahun 3 bulan 26 hari, berkat keterlibatan mereka dalam program magang industri, pertukaran pelajar, proyek kemanusiaan, dan kegiatan kewirausahaan.

Rektor UNISA Yogyakarta juga menyampaikan pencapaian penting lainnya, termasuk peluncuran Fakultas Kedokteran dan program pascasarjana baru yaitu S2 Keperawatan. Ia mengajak seluruh hadirin untuk terus mendukung langkah UNISA  Yogyakarta dalam menyiapkan generasi yang unggul, berdaya saing, dan berkarakter.

Di akhir sambutan, Warsiti menyampaikan pesan moral bagi seluruh lulusan. “Teruslah berinovasi, jaga integritas, dan hidupi nilai-nilai kebaikan yang telah ditanamkan selama kuliah di UNISA. Jangan pernah mengorbankan kejujuran demi tujuan jangka pendek,” pesannya.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Dr. Apt. Salmah Orbayinah, M.Kes., juga memberikan sambutan yang menggugah. Ia menegaskan bahwa UNISA Yogyakarta terus meningkatkan mutu layanan pendidikan setiap tahunnya.

“Terbukti, dengan akreditasi universitas yang sudah diraih mencapai kriteria unggul. Tak hanya institusi, beberapa program studi di UNISA pun telah meraih predikat unggul. Ini adalah bukti konkret Unisa Yogyakarta selalu berupaya meningkatkan kualitas dalam rangka layanan kepada mahasiswa,” tegasnya.

Salmah juga menyoroti peningkatan kualitas para dosen. “Sekarang sudah hampir sebagian besar bergelar S3 dan InsyaAllah, beberapa waktu lagi akan ada Guru Besar yang dihasilkan dari Unisa Yogyakarta,” tambahnya.

Acara wisuda ini juga dihadiri oleh Kepala LLDIKTI Wilayah V DIY serta jajaran Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah dan Dikti PP Aisyiyah serta Badan Pembina Harian UNISA Yogyakarta, yang turut memberikan apresiasi atas kontribusi UNISA Yogyakarta dalam mencetak generasi muda berkualitas dan berakhlak mulia.

Sumpah

Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta kembali mengukuhkan para tenaga kesehatan profesional melalui prosesi Sumpah Profesi di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan UNISA Yogyakarta pada Kamis (17/4/2025). Momen ini menandai komitmen para lulusan untuk mengabdikan ilmu dan keahliannya dalam dunia kesehatan dengan menjunjung tinggi etika profesi.

Sebanyak 170 lulusan mengikuti prosesi sumpah profesi yang meliputi Profesi Fisioterapis, Profesi Ners, dan Tenaga Teknologi Laboratorium Medik. Acara ini turut disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube resmi UNISA Yogyakarta.

Dalam laporannya, Dekan FIKes UNISA Yogyakarta, Dr. Dewi Rokhanawati, MPH., menyampaikan bahwa seluruh peserta sumpah telah menyelesaikan proses akademik dan uji kompetensi nasional (UKOM) dengan capaian yang membanggakan. Rinciannya, sebanyak 162 lulusan dari Profesi Fisioterapis, 4 dari Profesi Ners, dan 4 dari Program D4 Teknologi Laboratorium Medik.

“Alhamdulillah, rata-rata capaian UKOM Nasional mencapai 92,76%, dengan Profesi Fisioterapis dan Ners memperoleh kelulusan 100%, dan Teknologi Laboratorium Medik mencapai 86%,” jelas Dewi.

Tak hanya itu, para lulusan juga mencatatkan prestasi akademik yang gemilang. IPK tertinggi pada jenjang profesi mencapai 4,00, sedangkan pada jenjang D4 mencapai 3,73. Sebagian besar lulusan fisioterapi (159 orang) memperoleh predikat kelulusan dengan pujian (cumlaude), begitu pula seluruh lulusan Profesi Ners.

Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., dalam sambutannya menegaskan pentingnya integritas dan akhlak mulia dalam menjalani profesi di bidang kesehatan. “Lulusan UNISA harus menjunjung tinggi etika profesi. Ilmu yang kalian peroleh harus diiringi dengan tanggung jawab moral dan spiritual,” tegas Warsiti.

Warsiti juga menginformasikan bahwa mulai tahun ini, UNISA membuka peluang bagi para lulusan untuk memperluas wawasan dan mencari pengalaman kerja di luar negeri. “Kami berharap ini menjadi kabar baik bagi para lulusan, dan tentu saja dukungan dari orang tua sangat diharapkan agar ananda tercinta bisa mengembangkan diri secara global,” ujarnya.

Menanggapi maraknya kasus pelanggaran etik profesi yang tengah viral di masyarakat, Rektor menyampaikan keprihatinannya. “Kita harus belajar dari kasus tersebut. Kecerobohan sekecil apa pun yang dilakukan tenaga kesehatan bisa berdampak besar dan menurunkan kepercayaan masyarakat. Harapan kami, lulusan UNISA senantiasa menjaga akhlak, etika, dan profesionalisme dalam bertugas,” pesan beliau.

Momen ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi para orang tua dan keluarga lulusan yang turut hadir menyaksikan secara langsung prosesi sumpah profesi. FIKes UNISA Yogyakarta menegaskan komitmennya untuk terus mencetak tenaga kesehatan yang unggul, beretika, dan berkontribusi nyata dalam pembangunan kesehatan nasional dan global.

Acara ini turut dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, rohaniwan, perwakilan organisasi profesi, serta para mitra rumah sakit dan institusi layanan kesehatan. Prosesi berlangsung dengan khidmat dan ditutup dengan doa serta ungkapan syukur.

Kekerasan seksual 2

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini di Indonesia menjadi sebuah ironi. Berbagai faktor mendorong terjadinya kasus pelecehan dan kekerasan seksual, mulai dari budaya patriarki hingga gangguan psikologi.

“Kasus pelecehan dan kekerasan seksual belakangan ini merupakan fenomena yang kompleks dan memprihatinkan,” ungkap Dosen Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi, Psikolog, Sabtu (12/4/2025).

Nita menyebut di balik gelar akademik dan posisi yang dihormati, beberapa individu terpelajar ternyata justru malah menyalahgunakan kekuasaan dan pengaruh mereka untuk melakukan tindakan yang sangat tidak pantas. “Salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan seksual adalah kultur patriarkis yang masih kuat dalam masyarakat,” ujar Nita.

Pandangan bahwa perempuan sebagai objek yang dapat dimanfaatkan dan dikontrol masih melekat dalam beberapa lapisan masyarakat, termasuk di kalangan terpelajar. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku mereka dan membuat mereka merasa memiliki hak untuk mengontrol dan memanfaatkan orang lain. Selain itu, posisi kekuasaan dan akses ke sumber daya yang luas juga dapat membuat orang terpelajar dengan kekuasaan merasa tidak dapat dijangkau oleh hukum dan akuntabilitas. “Mereka mungkin merasa bahwa mereka dapat melakukan apa saja tanpa konsekuensi, karena mereka memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar,” ucap Nita.

Faktor lainnya adalah karena nir empati. Ilmu yang didapatkan sebagai yang terpelajar justru digunakan sebagai alat untuk meraih dan memuaskan nafsu. Beberapa diantara yang terjadi bisa jadi karena memang ada indikasi faktor psikologis yang dimiliki, seperti adanya masalah psikologi hingga gangguan psikologi. Masa kecil yang buruk, pernah mendapatkan pelecehan seksual, atau terbiasa melihat tontonan berbau pornografi dapat menjadi penyebab lainnya. Adanya disorientasi seksual, kebiasaan memperlakukan orang lain semena-mena serta libido yang tidak sejalan dengan super ego menjadi faktor penguat kenapa ini mudah terjadi. Super ego dalam diri manusia sejatinya bisa mengendalikan manusia jika ingin melakukan hal yang buruk, jika super ego tidak berfungsi dan ego menjadi dominan, maka muncullah nir empati dengan tanpa memikirkan bagaimana efek dari semua yang akan terjadi.

“Ego berkuasa untuk dipenuhi, itulah yang membuat mereka kalap dan ingin dan ingin terus melakukan hal tersebut tanpa rasa malu. Namun, perlu diingat bahwa kekerasan seksual tidak hanya terjadi karena faktor-faktor tersebut. Trauma dan gangguan psikologis juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Beberapa orang terpelajar mungkin memiliki riwayat trauma atau gangguan psikologis yang mempengaruhi perilaku mereka,” ungkapnya.

Dampak kekerasan seksual pada korban sangat besar dan berkepanjangan. Korban dapat mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD), depresi, dan kecemasan yang berkepanjangan. Kekerasan seksual juga dapat mempengaruhi kemampuan korban untuk membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sangat penting. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual dan dampaknya dapat membantu mencegah kasus-kasus seperti ini.

“Dukungan pada korban, seperti konseling dan bantuan hukum, juga sangat penting untuk membantu mereka pulih. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual dapat menjadi efek jera dan mencegah kasus-kasus serupa di masa depan,” tutup Nita.