Dampak Beras Oplosan, Defisit Gizi hingga Persoalan Kesehatan

,
Beras oplosan

Beras oplosan marak beredar di tengah masyarakat Indonesia belakangan ini. Tidak hanya persoalan kecurangan dalam perdagangan, beras oplosan jika dikonsumsi masyarakat berdampak mulai dari persoalan penurunan nilai gizi hingga masalah kesehatan. 

“Selain bahaya kesehatan langsung akibat bahan kimia, konsumsi beras yang dicampur dan dimanipulasi juga memiliki dampak gizi yang perlu diperhatikan,” ungkap Dosen Gizi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Faurina Risca Fauzia, Senin (4/8/2025).

Faurina mengatakan pencampuran beras premium dengan beras berkualitas rendah dapat secara signifikan menurunkan nilai gizi nasi yang dikonsumsi, misalnya mengurangi kandungan vitamin B1 yang penting. “Meskipun dampak ini mungkin tidak menyebabkan efek fatal secara langsung, konsumsi rutin dalam jangka panjang dapat menyebabkan defisit gizi kumulatif yang merugikan kesehatan masyarakat,” kata Faurina. 

Lebih jauh, konsumsi produk pangan berkualitas rendah atau yang telah dimanipulasi secara keseluruhan dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan kronis. Studi menunjukkan bahwa adulterasi pangan/ tindakan pencampuran dapat berkontribusi pada peningkatan gula darah konsumen, yang berpotensi menyebabkan diabetes, penambahan berat badan di area perut, obesitas, dan peningkatan kadar lipid darah yang dapat memicu tekanan darah tinggi. Praktik adulterasi/ oplosan pada dasarnya mengubah sifat alami makanan, sehingga memperburuk risiko kesehatan yang mungkin sudah ada dari konsumsi makanan berkualitas rendah atau junk food.

Faurina menyebut berbagai studi ilmiah mengkonfirmasi pemahaman tentang bahaya kontaminasi dalam beras, baik yang disengaja maupun alami. Paparan berkepanjangan terhadap zat-zat berbahaya dalam beras oplosan dapat menyebabkan akumulasi senyawa kimia dalam tubuh. “Akumulasi ini akan memperberat kerja sistem detoksifikasi organ vital seperti hati dan ginjal, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ-organ tersebut,” ujarnya.

Faurina menjelaskan salah satu kontaminan alami yang paling signifikan dalam beras adalah arsenik. Beras (Oryza sativa L.) memiliki kemampuan luar biasa untuk mengakumulasi arsenik, dengan konsentrasi yang bisa mencapai sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan sereal lain seperti gandum. Hal ini diperparah oleh cara penanaman padi yang umumnya terendam air, yang mendukung kelarutan arsenik dalam tanah dan penyerapan ke dalam tanaman. Arsenik anorganik, bentuk yang lebih toksik, dapat masuk ke dalam beras melalui transporter silikon yang secara tidak sengaja mengangkut arsenit. Akibatnya, beras menjadi sumber utama paparan arsenik diet, terutama bagi populasi yang mengonsumsi beras dalam jumlah tinggi. 

“Paparan arsenik, bahkan pada kadar rendah, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, detak jantung tidak teratur, dan kerusakan pembuluh darah. Pada kadar yang tinggi dan paparan jangka panjang, zat ini dapat meningkatkan risiko keracunan arsenik, diabetes tipe 2, hipertensi, gangguan kulit, kerusakan saraf, penyakit jantung, serta berbagai jenis kanker seperti kanker kulit, paru-paru, dan kandung kemih,” ujar Faurina.

Cara mengenali beras oplosan

Faurina mengatakan masyarakat bisa mendeteksi apakah beras yang ada termasuk beras oplosan atau bukan. Pertama, konsumen bisa mulai dengan memahami tanda visual, bau, tekstur, dan rasa. Dari ciri visualnya, bisa diketahui dari warna yang tidak seragam atau terlalu mencolok. 

“Beras oplosan sering menunjukkan warna yang tidak merata, di mana butiran putih cerah bercampur dengan yang kusam atau kekuningan. Beberapa beras oplosan juga tampak terlalu putih mengkilap, menyerupai plastik. Beras asli umumnya memiliki warna putih alami, tidak terlalu mengkilap,” jelas Faurina.

Hal kedua yang bisa dilihat secara visual yaitu ukuran butiran bervariasi. Butiran beras oplosan seringkali tidak seragam, mencampur bulir panjang-pendek atau besar-kecil dalam satu kemasan. Beras asli cenderung memiliki ukuran yang seragam dan bentuk gemuk dengan guratan alami pada permukaannya. Beras palsu atau sintetis, di sisi lain, tampak lebih ramping, mulus tanpa guratan, dan bening.

“Kemudian, adanya benda asing saat dicuci. Jika saat mencuci beras muncul serpihan plastik, serbuk putih, atau partikel lain yang tidak biasa, hal ini patut dicurigai sebagai indikasi beras oplosan atau palsu,” ungkap Faurina.

Selain dari tanda visual, untuk mengenali beras oplosan juga bisa dari bau atau aroma. Pertama yang harus dicurigai ketika menemukan aroma mencurigakan. “Beras oplosan mungkin mengeluarkan bau apek, bau kimiawi, bau sangit seperti plastik terbakar, atau bahkan tidak berbau sama sekali. Beras asli umumnya memiliki aroma khas yang netral, sedikit harum, atau wangi pandan yang lembut,” ucap Faurina. 

Mengenali beras oplosan atau asli juga bisa dilihat dari segi teksturnya saat  masih mentah. Pertama terlalu halus dan licin, beras oplosan sering terasa terlalu halus, licin, dan mengkilap seperti plastik saat disentuh. Beras asli memiliki permukaan yang cenderung kasar. Kedua, keras atau tidak mudah patah. Jika butiran beras oplosan ditekan dengan kuku, cenderung terasa keras dan tidak mudah patah. Beras berkualitas baik tidak mudah remuk saat diremas. 

“Menempel di tangan. Jika beras cenderung menempel pada telapak tangan saat diremas dalam keadaan kering, ini bisa menjadi indikasi bahwa beras tersebut telah dicampur dengan pelicin bahan kimia,” tutur Faurina.

Beras asli dan oplosan juga bisa dikenali setelah dimasak. Nasi yang dihasilkan dari beras oplosan bisa terasa aneh, terlalu lembek, cepat basi, atau cepat mengeras dan sulit dicerna setelah dingin (Nasi Tidak Wajar). Beras sintetis juga dapat mengeluarkan air saat dimasak, bukan menyerapnya seperti beras normal. Nasi normal, dari beras asli akan menghasilkan nasi yang lembut, pulen, manis, dan mudah dikunyah.

“Untuk mengenali beras oplosan atau bukan, bisa juga dengan melakukan tes tambahan. Pertama tes air, beras oplosan atau palsu cenderung mengapung saat direndam dalam air, sedangkan beras asli akan tenggelam karena berat jenisnya lebih tinggi. Air rendaman beras asli akan berubah menjadi keruh keputihan, sementara air rendaman beras palsu akan tetap jernih. Kedua tes bakar, beras palsu yang terbuat dari plastik akan meleleh atau mengeluarkan bau plastik terbakar saat dibakar,” ujar Faurina.