Merajut Mimpi Membangun Klinik Fisioterapi dari Unisa Yogyakarta

,
Klinik fisioterapi

Asian Games 2010 dan SEA Games 2011 tidak hanya menyisakan euforia bagi masyarakat Indonesia, namun juga menjadi awal lahirnya mimpi seorang Tony Ibnu Yazid. Kekagumannya pada orang yang berkontribusi di balik perjuangan Timnas yaitu sosok fisioterapi, menjadi inspirasi baginya.

“Euforia timnas saat itu sangat luar biasa, namun di sisi lapangan ada sosok tim medis yang selalu sigap setiap ada pemain yang mengalami cedera di lapangan yaitu sosok fisioterapi. Nah dari situ awal mula tertarik berminat nanti setelah lulus MAN harus kuliah di jurusan fisioterapi,” cerita Tony, Kamis (17/7/2025).

Merajut Mimpi dari Unisa Yogyakarta

Tony menjatuhkan pilihan pada Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta pada tahun 2019. Selama mengenyam pendidikan di Program Studi Fisioterapi Unisa Yogyakarta, banyak hal ia peroleh. Salah satu momen yang memantapkan dirinya mengembangkan klinik fisioterapi juga saat berkuliah di Unisa Yogyakarta.

Tony mengingat salah satu Dosen Perawat di Unisa Yogyakarta, juga pemilik Rumah Sakit Queen Latifa, Saefudin yang merupakan pengampu mata kuliah entrepreneur. “Materinya ketika itu sangat menggugah mental untuk terjun ke dunia usaha dengan tujuan bukan mencari kerja setelah lulus kuliah nanti, tapi merintis usaha biar kelak bisa membuka lapangan pekerjaan,” ujar Tony.

Tony mengaku setelah menyelesaikan studinya, sempat mencoba melamar di salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Namun, ia gagal saat itu. Kegagalan tidak membuat Tony terpuruk. Ia akhirnya mendaftar kerja di RS Orthopaedi Purwokerto. Di sana sempat magang 6 bulan dan mendapat tawaran untuk kontrak 2 tahun, namun dengan berani ia menolak dan lebih memilih resign.

“Memilih merintis usaha untuk babat alas. Membuka praktik mandiri fisioterapi, karena selama magang 6 bulan juga dimanfaatkan buat survei pasar/market. Jika buka praktik mandiri di Purwokerto gimana prospeknya, karena kebetulan baru ada 1 klinik fisioterapi dan itupun lebih khusus ke pediatri,” ungkap Tony.

Tony yang memiliki basic ke fisioterapi olahragamenjadi modal nekatnya. Akhirnya ia memberanikan diri untuk resign dan memilih untuk menyewa rumah dan dijadikan praktik mandiri fisioterapi. “Memilih nama Physiokerto supaya masyarakat awam bisa lebih mengena, karena fisioterapi yang di Purwokerto ya pasti Physiokerto,” kata dia.

Mendirikan klinik fisioterapi bukan hal mudah. Tony mengaku tantangan selalu ada, tapi harus siap untuk dihadapi. Bisa dibilang Tony modal nekat saat itu. “Sewa tempat itu pinjam dana ke orang tua Rp14 juta dan untuk beli perlengkapan dari tabungan selama 6 bulan kerja dan homecare untuk tempat bed, meja dan lain-lain bayar termin ke reka MAN yang punya usaha meubelair,” ungkap Tony.

Fisioterapi Melayani dengan Hati Bukan Seenak Hati

Tony memanfaatkan media sosial untuk mengenalkan Physiokerto. Ia berbagi tentang penanganan hingga edukasi fisioterapi. Pelayanan yang ramah, responsif, beberapa hal yang diterapkan oleh Tony di Physiokerto. 

“Pelayanan yang maksimal menjadikan pasien getok ular (menyebarkan informasi dari mulut ke mulut) ke rekan, saudara, keluarga atau pun tetangga. Utamakan pelayanan cepat dan ramah, pelayanan itu senjata utama. Dengan begitu pasien pasti bakal balik lagi dengan 10 rekannya untuk melakukan treatment fisioterapi,” kata Tony.

Dirinya yang aktif di berbagai himpunan selama berkuliah di Unisa Yogyakarta, membawa relasinya semakin luas. Relasi adalah investasi terbaik saat masa muda menurut Tony. “Cari pengalaman dan belajar dari orang yang membuat terus berkembang. Karena relasi dan ilmu yang tepat bisa membuka peluang lebih besar dari sekedar materi. Mulailah bertumbuh bukan hanya bermimpi,” ungkapnya.

Tony juga berpesan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan fisioterapi harus selalu dijalankan, agar pasien merasa nyaman dan pelayanan sesuai dengan standar. “Karena fisioterapi itu melayani dengan hati bukan seenak hati,” kata Tony.

Fokus Pelayanan Bukan Uang

Tony mengungkapkan market fisioterapi di jalur praktik mandiri masih terbuka lebar. Ia berpesan kepada mahasiswa Unisa Yogyakarta agar memiliki mental wirausaha. Memiliki cita-cita untuk membuka lapangan kerja. “Wirausaha itu mental kuncinya, bukan modal,” pesan Tony.

Dirinya berharap kedepan alumni Fisioterapi Unisa Yogyakarta banyak yang membuka praktik mandiri di daerah asal masing-masing. Dengan begitu, fisioterapi bisa lebih dikenal masyarakat luas dan bermanfaat untuk umat. “Yakinlah asal usaha kalian diniati karena Allah untuk membantu menyehatkan Masyarakat, InsyaAllah rezeki bakal terus mendekat. Fokus ke pelayanannya bukan uangnya,” ucap Tony.

Tony mengatakan fisioterapi membantu pasien jalan disaat pasien belum mampu berjalan. Fisioterapi membantu menghilangkan nyeri disaat obat tidak bisa menghilangkannya. Fisioterapi memberikan semangat disaat pasien kehilangan semangat. Fisioterapi membantu atlet cedera agar bisa kembali berolahraga.