Agenda sosialisasi dan aktualisasi pandangan islam wasathiyah berkemajuan di ptma

Di antara problematika perempuan dan media adalah citra perempuan dalam media, kekerasan berbasis gender online, akses perempuan dalam dunia digital, kurangnya literasi digital, maraknya hoaks dan fakes news dan problem influencer Islam Wasathiyah. Media mereproduksi stereotype perempuan, melakukan pelabelan feminitas dan maskulinitas dan perempuan sebagai penggoda. Media juga mengukuhkan domestifikasi perempuan. Adapun kekerasan berbasis gender online meningkat 300 persen di masa pandemi. Hal ini disampaikan oleh Dr. Tri Hastuti Nur Rochimah, M.Si., Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, dalam Pengajian Ramadhan UNISA Yogyakarta (28/4).

Pentingnya influencer Islam Wasathiyah mengingat wacana Islam Liberal mendominasi dunia media social, minimnya influencer perempuan dengan pandangan Islam Wasathiyah, dan pengelolaan media social pandangan Islam Wasathiyah secara lebih professional. Demikian penjelasan Tri Hastuti yang pernah menjabat sebagai Dekan FEISHum Unisa Yogyakarta tahun 2017-2019.

Strategi yang bisa digunakan adalah kritis terhadap media, meningkatkan pengetahuan digital dan ketrampilan digital. Adapun tantangan yang dihadapi perempuan antara lain: (1) fenomena Buzzer, (2) kemampuan (biaya dan SDM) dan kompetensi (content creator) untuk mengelola dakwah Islam Wasathiyah menggunakan media social secara professional, (3) kolaborasi, (4) implementasi kebijakan pemerintah mendukung literasi digital perempuan.

Agenda sosialisasi dan aktualisasi pandangan islam wasathiyah berkemajuan di ptma

Islam Wasathiyah yaitu: (1) Tawasuth (jalan tengah), (2) Tawazun (berkeseimbangan), (3) I’tidal (lurus dan tegas, proporsional), (4) Tasamuh (toleransi), (5) Musawah (egaliter non diskriminatif), (6) Syura (musyawarah), (7) Ishlah (reformasi), (8) Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), (9) Tathawur wa ibtikar (dinamis dan inovatif), (10) Tahadhdhur (berkeadaban). Hal ini disampaikan oleh Bapak Dr. H. Agung Danarto, M.Ag., Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di hari kedua Pengajian Ramadhan 1442 H Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Rabu (28/4).

Lebih lanjut dijelaskan Islam Berkemajuan: (1) Memiliki spirit untuk maju, (2) Membawa masyarakat kepada era yang lebih modern dan lebih maju, (3) Selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) Memiliki etos masyarakat modern: professional, disiplin, kerja keras, rasional, team work, jejaring dan sinergi, open mind, demokratis, memanfaatkan kemampuan teknologi, (5) Memberikan manfaat untuk masyarakat luas: etos “Rohmah” untuk menyelamatkan umat manusia, etos “al-Ma’un” untuk kepedulian kepada masyarakat dhuafa, keterpaduan iman dan amal shalih, (6). Mentradisikan amal shalih.

Adapun agenda aktualisasi Islam Wasathiyah Berkemajuan di PTMA antara lain: (1) PTMA sebagai pusat pendidikan unggul. Tidak bisa ditawar lagi, kita semua harus berbenah, (2) PTMA sebagai pusat keunggulan saintek. Kita perlu menyiapkan pakar, dan menyiapkan riset centre, (3) Tatakelola PTMA yang baik (good governance), (4) Laboratorium Pengembangan Persyarikatan di PTMA, (5) PTMA sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat, (6) Pengembangan unit bisnis untuk menopang pembiayaan., (7) Pembinaan AIK yang intensif di kampus, di asrama/ kost dan di masyarakat untuk mahasiswa, karyawan dan dosen, (8) Pengarusutamaan paham Islam Wasathiyah Berkemajuan di kampus melalui seminar, kajian, pengajian, baitul arqam, peraturan, kurikulum AIK.

Agenda sosialisasi dan aktualisasi pandangan islam wasathiyah berkemajuan di ptma

Kalau kita ingin mengetahui transisi era klasik ke era  modern, maka lihatlah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau dikenal Hamka. Tahun 1930-an Hamka sudah jadi tokoh Muhammadiyah di Bukit Tinggi, Padang Panjang. Dia telah menulis “Tenggelamnya Kapal van der Wijck”. Pergumulan klasik – modern ada di diri Hamka. Hal tersebut di sampaikan oleh Prof. Dr. HM Amin Abdullah, dalam kegiatan Pengajian Ramadhan 1442 H di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA),  Rabu (28/4).

Muhammadiyah hadir abad ke-20 (1912) setelah mengenal model pendidikan agama saja (pesantren, dayah, surau) dan pendidikan umum saja (sekolah), Zending-Kristen bersama kehadiran Portugis-Belanda. Kemudian, Muhammadiyah memadukannya menjadi agama-umum (madrasah).

Pandangan keilmuan keislaman di era disruptif yaitu cara atau model pembelajaran, berpikir dan beragama yang mampu: (1) menyatupadukan informasi, data, teknik, alat-alat, perspektif, konsep, (2) untuk memajukan pemahaman fundamental atau (3) untuk memecahkan “permasalahan tertentu” yang pemecahannya berada di luar wilayah jangkauan satu disiplin tertentu atau wilayah praktik penelitian tertentu.

Adapun cara berpikir dan beragama yang bercorak multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin yaitu: (1) Melibatkan berbagai pendekatan, (2) Mampu memecah kebekuan dan kejenuhan disiplin ilmu (sains, social, humaniora, agama) yang berdiri sendiri-sendiri, (3) Mampu melunakkan batas-batas kaku antara berbagai disiplin ilmu, (4) Menciptakan ruang intelektual-spiritual baru.

Refreshing spiritual via virtual, unisa yogya gelar pengajian ramadhan 1442 h

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar Pengajian Ramadhan 1442 H dengan tema “Agenda Praksis Perempuan Berkemajuan”. Pengajian resmi dibuka oleh Rektor UNISA Yogya, Warsiti,S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., Senin (27/04). Pengajian diikuti oleh dosen dan tenaga kependidikan selama 3 hari, 27-29 April 2021.

Warsiti dalam pembukaan menjelaskan, topik-topik pengajian sangat relevan untuk mewujudkan misi UNISA Yogya, yaitu mengembangkan kajian dan pemberdayaan perempuan dalam kerangka Islam berkemajuan. Isu-isu yang akan dibahas seperti Islam Wasathiyah Berkemajuan di Tengah Paham Lain, Spiritual Beauty, Pandangan Fiqih Perempuan Berkemajuan, Perempuan dan Spiritual Beauty, dan lain sebagainya pada hari selanjutnya.

Hadir pula Dr.Siti Noordjannah Djohantini.,M.M.,M.Si, selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, yang juga memberikan keynote speech tentang Agenda Praksis Perempuan Berkemajuan. “Pengajian Ramadhan ini menjadi kegiatan untuk  bisa merefleksikan bagaimana kehidupan kita di dalam menjalankan amanah di UNISA Yogya yang dibutuhkan komitmen bersama.” Ujar Siti Noordjannah.

Noordjanah mengatakan bahwa, visi yang akan dicapai adalah berkembangnya perempuan berkemajuan di lngkungan umat islam dan bangsa insan pelaku perubahan menuju peradaban utama. Unisa Yogyakarta merupakan amal usaha sebagai pilar strategis bagi Aisyiyah dan pimpinan serta civitas akademika ini sebagai pelaku Gerakan Dakwah Aisyiyah.

‘’Unisa Yogyakarta merupakan amal usaha Aisyiyah yang unggul sehingga harapannya mampu menopang tercapainya perempuan berkemajuan’’, jelas Noordjanah.

Diantara keynote speech dan materi pengajian, UNISA Yogya juga meluncurkan logo Milad UNISA Yogya ke-30 yang mengusung tema “Gerakan Inovatof Kolektif dalam Adaptasi Kebiasaan Baru”. Logo yang melambangkan usia ke-30 dan New Normal ini diresmikan oleh Rektor UNISA Yogyakarta.

 

Muhammadiyah gerakan wasathiyah islam berkemajuan

Wasathiyah Islam Muhammadiyah adalah Gerakan wasathiyah Islam yang berdasarkan kepada ajaran dan nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Unsur-unsur peradaban seperti keindahan, kebersihan, ketinggian ilmu terkandung dalam ajaran Islam di dalam Alquran maupun di dalam hadis Nabi Muhammad. Hal tersebut di sampaikan oleh Prof. Dr. Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, dalam kegiatan Pengajian Ramadhan 1442 H di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA),  Selasa (27/4).

Mu’ti mengatakan, tujuh nilai Islam Wasatiyah yang tertuang dalam ‘Bogor Message on Wasatiyah Islam’ dapat menjadi prioritas. Bogor Message atau deklarasi Pesan Bogor merupakan hasil kesepakatan para ulama, yang merumuskan tujuh nilai universal yang diterima di seluruh dunia Islam.

Dalam Pesan Bogor tersebut ditekankan tujuh nilai utama dalam Islam Wasatiyah, di antaranya Tawazun  (seimbang dalam meraih hal yang material dan spiritual), I’tidal (berperilaku proporsional dan adil dengan penuh tanggung jawab), Tasamuh(memahami dan menghormati perbedaan dalam semua aspek kehidupan), Shura (bermusyawarah dan berusaha menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan Bersama-sama ), Islah (senantiasa meningkatkan  dan memperbaharui perilaku untuk kebaikan bersama ), Qudwah (menjadi teladan, pelopor dan senantiasa mengambil prakarsa untuk menciptakan kesejahteraan Bersama ), dan Muwathanah  (mengakui eksistensi negara dan menjadi warga negara yang patuh terhadap hukum dan peraturan).

Mu’ti menambahkan, seyogyanya umat muslim memahami posisi mereka sebagai khairu ummah (umat terbaik) dan umat tengahan (wasathiyah) dengan menghadirkan apa yang dirasakan oleh orang lain sebagai bagian dari ciri peradaban. Cirinya antara lain umat terbaik yang keindahan dan kebaikannya teramati secara fisik; berilmu dan bertindak bijaksana dengan ilmunya; mengamalkan ajaran agama secara wajar, sesuai yang diajarkan, tidak berlebih-lebihan; melaksanakan dan menegakkan hukum secara adil; mengambil jalan tengah dalam menyelesaikan masalah; moderat dalam menyikapi perbedaan.

“Maka dengan pengertian ini, Islam yang sempurna itu yang tampilan lahiriahnya indah, menyenangkan, dan mempunyai daya tariknya sendiri karena keindahan itu. Karena Islam wasathiyah harus menampilkan Islam yang membuat orang senang dengan apa yang dilakukan oleh kaum muslimin itu apakah dari perilakunya, atau secara fisik bisa diamati,” jelasnya.