Mahasiswa Program Studi Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas `Aisyiyah Yogyakarta menjadi Juara 3 Lomba Essay tingkat Nasional dalam gelaran Syincos 2020, Senin (14/12).
Kegiatan ‘Aisyiyah Nursing Competition and Seminar 2020 (Syincos) ini diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Keperawatan (HIMIKA) Unisa Yogya pada tanggal 13 – 14 Desember di Aula gedung B kampus Unisa Yogya, serta diikuti oleh 458 peserta, yang terdiri dari 23 peserta lomba Essay, 20 peserta lomba poster dan 415 peserta seminar dari berbagai kampus dan institusi.
Adapun mahasiswa Ners Unisa Yogya yang berhasil mendapatkan Juara 3 yaitu atas nama Zaini Anindawati dengan judul Essay Terapi Relaksasi Yoga dan Murotal Al-Quran Intervensi Peningkatan Kualitas Hidup Pada Pasien PPOK
Rosiana Nur Imallah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku skoordinator kemahasiswaan prodi Keperawatan menuturkan bahwa Syncos merupakan agenda rutin tahunan HIMIKA, SYINcos 2020 dilaksanakan sebagai ajang silaturahim dan mengasah bakat- bakat atau potensi dan prestasi mahasiswa keperawatan.
“Semoga prestasi kejuaraan ini bisa memacu mahasiswa- mahasiswa yang lain untuk ikut berprestasi. Serta tak lupa saya mengucapkan selamat dan sukses selalu agar terus meningkatkan prestasi- prestasi dibidang yang lainya baik nasional maupun internasional,” ucap Rosiana.
Untuk Seminar Nasionalnya sendiri diberi tema Palliative Care for Patients With Chronic Obstructive Pulmonary Disease Againts The Danger of Corona Virus Attack, dan menghadirkan 3 narasumber yang salah satunya merupakan dosen Prodi Ners Unisa Yogya yaitu Wantonoro, S.Kep., Ns.,Sp.KMB., PhD
(adi Humas)
Pembangunan SDM yang sehat dan berkualitas dimulai dari terjaminnya Kesehatan Perempuan
Program Studi Kebidanan D3 Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA Yogyakarta) menggelar webinar nasional dengan tema ‘’Peran Tenaga Kesehatan Dalam Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak’’, Selasa (15/12). Hal ini dilakukan sebagai upaya memperluas wawasan upaya kesehatan perempuan yang berfokus pada women health and child care dan membangun kesadaran pentingnya memperhatikan kesehatan perempuan dan anak secara holistic.
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) UNISA Yogyakarta, M. Ali Imron dalam sambutannya menyampaikan bahwa profesi kesehatan saat ini mengalami perubahan paradigma, dimana saat ini berorientasio pada pasien center. Selain itu kegiatan webinar ini bisa digunakan sebagai suatu momentum untuk pengembangan Kebidanan D3 dimasa depan, sehingga alumni bidan tidak hanya mampu bekerja secara otonom tapi bisa memiliki sense berkolaborasi baik dengan bidan profesi maupun profesi kesehatan lainnya.
Webinar ini diikuti 357 peserta dan menghadirkan 3 narsumber dengan materi yang menarik yaitu Anjarawati, SST., MPH menyampaikan tentang pentingnya kesehatan perempuan secara holistic dalam optimalisasi quality of life; M. Ali Imron, M.Fis menjelaskan materi tentang pelayanan kolaboratif pada kesehatan wanita kebidanan dan fisioterapi; Nurul Kurniati, M.Keb menjelaskan tentang peran bidan dalam mewujudkan kesehatan perempuan secara holistic.
Nurul Kurniati, M.Keb (Ketua Prodi Kebidanan D3) dalam paparannya menjelaskan bahwa pembangunan SDM yang sehat dan berkualitas dimulai dari terjaminnya kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi balita dan anak, remaja dan kesehatan perempuan sepanjang daur siklus hidupnya. Peran bidan sangat penting dalam mewujudkan kesehatan ibu dan anak secara holistic.
Sementara itu, M. Ali Imron, M.Fis menjelaskan element of interprofesional practice antara lain responbility, accountability, coordination, communication, cooperation, assertiveness, autonomy, mutual trust and respect.
Tim mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi Universitas `Aisyiyah Yogyakarta meraih juara 3 Nasional Sayembara Desain Arsitektur Portal, Sabtu (12/12).
Tim yang beranggotakan Rega Juliagus Toro, Raden Rara Lulu Faizahaq, dan Eva Dewi Yanti ini berhasil membawa pulang Juara 3 kompetisi arsitektur tingkat Nasional, yaitu Sayembara Arsitektur Portal (Potret Arsitektur Lingkungan) dengan tema sayembara “Respon Hunian Terhadap Pandemi”, yang diadakan oleh Universitas Krisnadwipayana Bekasi.
Aprodita Emma Yetti, S.T., M.Sc selaku Kaprodi Arsitektur Unisa Yogya mengatakan karya yang dibuat dan di lombakan yaitu membuat desain rumah tinggal yang merespon pandemi saat ini. Merespon kebutuhan masyarakat untuk beraktivitas di rumah agar tetap produktif, tidak jenuh, sehat secara lingkungan dan ekonomi.
“Untuk mencapai hasil desain tersebut, mahasiswa menganalisis keadaan, kebutuhan saat ini,” ucap Aprodita.
Selain itu Aprodita menambahkan bahwa mahasiswa prodi Arsitektur Unisa Yogya dibekali kemampuan sebagai problem solver agar mampu memberikan produk desain berikut strategi desain yang sehat, efektif, efisien dan sustain.
“Semoga semua capaian itu menjadi manfaat dan semangat bersama untuk terus berkarya. Berkarya bukan hanya sekedar estetika bangunan kawasan atau lingkungan yang bagus, tapi memberi manfaat yang besar untuk iptek dan masyarakat terutama. Semangat dalam kondisi apapun seperti sekarang ini, selama niat baik dan usahanya gigih, insya Allah bisa tetap dan terus berkarya. Dengan usia prodi yang relatif muda pun, dengan sinergi mahasiswa dan prodi yang baik, Insya Allah punya kesempatan besar untuk memberi yang terbaik,” tuturnya.
(adi Humas)
Sleman- Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional tahun 2020, Program Studi Komunikasi Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta mengadakan seminar nasional dengan mengangkat tema Layanan Kesehatan Ramah Pnyandang Disabilitas (3/12). Hadir sebagai narasumber Deputi 1 Koordinator Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko RI Bapak Tubagus Achmad Choesni, Wakil Ketua Majelis Pembina Kesejaheraan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dr. Esty Martiana Rachmie, M.Kes dan Dosen Prodi Komunikasi UNISA Yogyakarta Wuri Rahmawati, M.Sc
Dalam sambutannya, Rektor UNISA Yogyakarta menyampaikan bahwa problem layanan kesehatan khsusunya bagi penyandang disabilitas di masa pandemi ini harus kita perhatikan. Secara eksplisit dalam undang-undang, kelompok disabilitas memiliki hak yang sama dalam layanan kesehatan mulai promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Semua institusi tidak hanya layanan kesehatan saja bahkan termasuk perguruan tinggi juga harus mengakomodir atau mengakomodasi hak-hak para disabilitas ini. Tidak hanya kebutuhan fasilitas fisik saja tetapi juga kebutuhan komunikasi dan informasi yang mudah diakses, imbuhnya.
Pidato kunci Menko PMK Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P yang dibacakan oleh Deputi 1 Koordinator Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko RI memaparkan bahwa peringatan HDI ini dimaknai sebagai bentuk pengakuan terhadap disabilitas, pengukuhan komitmen seluruh bangsa dalam mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan disabilitass. Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, institusi akademik didorong bermitra dalam merencanakan kegiatan dan aksi nyata yang manfaatnya dapat dirasakan oleh penyandang disabilitas.
Data Susenas BPS tahun 2018 jumlah penyandang disablitas sebanyak 30juta orang (11,5%) dari masyarakat Indonesia. Dengan melihat ini kita yakini penyandang disabilitas sebagai bagian dari ragam masyarakat Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Komitmen pemerintah senantiasa fokus pada perbaikan kebijakan disebilitas. Wujud komitmen pemerintah tersebut melalui pengesahan Undang- Undang Nomor 11 tahun 2011 tentang Konvensi Hak-Hak Disabilitas.
Hakikat dari kebijakan yang perlu menjadi komitmen bersama untuk senantiasa kita hormati dan lindungi antara lain tidak diskrimanif,persamaan kesempatan,kesempatan untuk berpartisipasi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan bermasyarakat dan juga menghargai serta menerima perbedaan yang ada pada penyandang disabilitas sebagai bagian dari keberagaman bangsa. Hal ini juga merupakan bentuk pemenuhan hak kesehatan bagi penyandang disabilitas baik yang bersifat fisik maupun non fisik.
Penyandang disabilitas mempunyai hak untuk mendapatkan kemudahan dalam mengakses pelayanan kesehatan bersifat individual, termasuk juga kemudahan dalam berkomunikasi dengan petugas kesehatan secar efektif. Efektif dalam berkomunikasi antara penyandang disabilitas dengan petugas kesehatan diperlukan ketrampilan dan kompetensi petugas kesehatan. Keterbasan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan menjadi kendala yang signifikan dalam mewujudkan komunikasi yang efektif tersebut. Petugas kesehatan mesti mengubah mindset pada penyandang disabilitas dengan memberikan pelayanan yang inklusif, berbeda dengan pelayanan secara umum sehingga komunikasi yang terjadi akan berjalan efektif. Kami berharap dari seminar nasional layanan kesehatan ramah disabilitas ini senantiasa dapat meningkatkan pemehaman, kesadaran dan keberpihakan negara dan seluruh komponen masyarakat terkait disabilitas. Dengan harapan dapat memberikan gambaran secara komprehensif terkait kebijakan dan program pemerintah untuk penyandang disabilitas khususnya dalam layanan kesehatan, kondisi riil yang dialami peyandang disabilitas pada saat melakukan layanan kesehatan serta tantangan penyedia jasa layanan kesehatan dalam memberikan layanan ramah disabilitas baik dari aspek fasilitas maupun komunikasi.
Siklus kehidupan manusia berawal dari sebelum keluar kebumi (pranatal) hingga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), usia dini, remaja, dewasa, lansia dan berakhir ketika dipanggil Allah SWT. Pemerintah harus tetap memperhatikan dan memastikan disabilitas akan terfasilitasi dari semua sklus kehidupan, ungakp Tubagus Ahmad Choesni. Kebijakan dan arah pembangunan nasional menempatkan penyandang disabilitas sebagai subjek yang berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang salah satunya dalam kesehatan yaitu meningkatkan layanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesesta terutama pelayanan kesehatan dasar dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung inovasi dan pemanfaatan teknologi. Adapun strateginya melalui peningkatan kesehatan ibu dan anak, KB, kesehatan reproduksi, gizi, pengendalian penyakit, germas, penguatan sistem kesehatan serta pengawasan obat dan makanan,imbuhnya.
Berdasar UU kesehatan no 36 tahun 2006, khusus untuk disabilitas maka diperlukan rangka kebijakan komprehnsif juga peta layanan atau roadmap layanan yang inklusif dapat membangun layanan kesehatan yang menyeluruh, aksesibel dan terjangkau untuk penyandang disabilitas. Kita harus menyediakan tenaga kesehatan yang mampu melayani penyandang disabilitas dan juga adanya mekanisme dan pelembagaan, tersedianya data dan informasi yang akurat mealui penelitian dan pelaporan, serta memastikan anggaran sektor kesehatan pusat dan daerah yang mendukung dan mencukupi, pangkas Tubagus
dr.Esty Martiana Rachmie menyampaikan bahwa penting adanya pergeseran mindset khususnya para petugas kesehatan, bukan karena rasa kasihan akan tetapi karena penerimaan atas keterbatasan yang dimiliki disbilitas,dimana disabilitas mempunyai hak-hak dasar yang harus dipenuhi sehingga mereka bisa mandiri. Salah satu hak dasar disabilitas dalam bidang kesehatan yaitu memperoleh informasi dan komunikasi yang mudah diakses dalam pelayanan kesehatan. Berbagai tantangan yang dihadapi penyedia jasa layanan kesehatan yaitu aspek bangunan fisik yang pada awal pembangunannya belum memperhatikn kebutuhan disabilitas, manajemen komunikasi dan informasi bagi penyandang disabilitas belum tersedia secara optimal sehingga pesan-pesan promotif dan preventif sebagai upaya penceahan belum tersampaikan secara optimal ke disabilitas, SDM kompeten untuk melayani difabel sangat kurang serta alur dan informasi rujukan yang belum tersedia baik di layanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta,pangkasnya
Pelayanan ramah disabilitas penting memperhatikan ketersediaan fasilitas fisik yang mudah diakses, tersedia sumberdaya manusia petugas kesehatan yang kompeten, ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan disabbilitas serta ketersediaan layanan yang nyaman untuk berinteraksi dan bekomunikasi. Fakta yang ada secara umum layanan kesehatan masih lebih fokus pada ketersediaan fasilitas fisik sedangkan berkaitan dengan SDM yang kompeten untuk memberikan layanan yang nyaman dalam interaksi dan komunikasi belum menjadi perhatian utama. Penyandang disabilitas dengan keterbatasan yang dimiliki memerlukan komunikasi yang berbeda-beda. Pada prinsipnya mereka ingin dilayani dengan ramah, sabar, tidak cemberut atau jutek, jelas saat memberikan penjelasan baik dalam komunikasi verbal maupun non verbal, tutur Wuri
Disabilitas tuli yang mempunyai keterbatasan dalam kemampuan mendengar, menggunakan komunikasi non verbal dengan melihat ekspresi atau mimik wajah. Maka etika berkomunikasi dengan disabilias tuli yaitu tidak menggunakan masker tertutup tetapi menggunakan masker transparan. Sedangkan pada difabel netra dengan keterbatasan dalam kemampuan melihat maka menggunakan komunikasi verbal dalam bentuk lisan (suara) dan komunikasi non verbal seperti cara menggandeng yaitu dengan meletakkan tangan disabilitas netra di pundak petugas kesehatan. Ke depan agar pemerintah menjadikan “komunikasi sebagai mainstream” dalam pemenuhan hak kesehatan disabilitas, mendorong penyedia jasa layanan kesehatan untuk memberikan ketrampilan dasar komunikasi layanan disabilitas pada petugas kesehatan serta mendorong perguruan tinggi menambahkan kurikulum khusus untuk komunikasi pada penyandang disabilitas,pangkasnya.
Sabtu, 5 Desember 2020, Perpustakaan Universitas ‘Aisyiyah/Unisa Yogyakarta bekerja sama dengan Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Muhamadiyah ‘Aisyiyah (FPPTMA) melakukan kegiatan bedah buku. Acara berlangsung dari jam 09 sampai 12.40 WIB. Acara ini sebagai upaya untuk mempromosikan buku terbaru terbitan MPI PP Muhammadiyah dengan Grama Surya tahun 2020 yang berjudul New Normal Innovations: Adaptasi Perpustakaan Perguruan Tnggi Muhamamdiyah ‘Aisyiayah.
Buku ini ditulis oleh 15 Pustakawan PTMA, antara lain yaitu dari Unisa Yogyakarta: Irkhamiyati, yang menulis tentang work from home selama pandemi. Dita Rachmawati dan Lilik Layyina mengupas tentang layanan perpustakaan selama pandemi. Sedangkan Khairun Nisak mengulas tentang sistem denda melalui mobile payment. Pustakawan UM Pontianak, Dwi Cahyo Prasetyo menulis tentang perpustakaan, pandemi, dan fiksi, sedangkan Dewi Anggrahini mengulas tentang layanan perpustakaan selama pandemi. Adapun Pustakawan UMPP, Imam Setiobudi menulis tentang pustakawan menyapa. Pustakawan Stikes Muhammadiyah Gombong, Dessy Setyawati mengulas tentang perpustakaan digital sebagai perpustakaan alternative di era new normal, sedangkan Umi Haniati mengupas penerapan layanan online selama pandemi. Pustakawan UM Jakarta, Rachmi Anindyaputri menulis tentang evolusi layanan online selama pandemi, sedangkan dari UM Purwokerto, Amri Hariri menulis tentang transformasi Perpustakaan Perguruan Tinggi. Pustakawan dari UM Jember, Bu Mufie panggilannya, mengulas tentang mengemas modul menjadi video pembelajaran di Youtube, sedangkan M. Zubaidi dari UMY menulis tentang library, archives, and museum sebagai diasporan gerakan Abad ke2. Dari UM Lampung, Rohani Inah Indrakasih mengemukana ide tentang apikasi Anchor untuk meningkatkan kompetensi pustakawan, dan penulis terakhir Yanti Sundari dari UM Sukabumi, mengupas layanan perpustakaan UMMI selama pandemi.
Bedah buku dimulai dengan pemutaran video profil Unisa dan perpustakaannya, dilanjukan dengan pembacaan tata tertib, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars Muhammadiyah, serta Mars ‘Aisyiyah. Sambutan pertama diberikan oleh Ketua FPPTMA, Bp. Lasa Hs, M.Si, yang menyambut baik acara bedah buku ini. Beliau terus memberi motivasi agar pustakawan terus berkarya, termasuk untuk terus menulis, dan terus menulis, sebagai warisan dan amal jariyah nantinya. Sambutan selanjutnya oleh Bapak Taufiqur Rahman, S.IP., MA., P.Hd, selaku Wakil Rektor I Unisa Yogyakarta sekaligus membuka acara. Pak Taufik menyampaikan, bahwasannya pustakawan di era pandemi ini, seharusnya bisa menjadi garda terdepan dalam gerakan literasi bagi masyarakat. Pustakawan juga harus mampu mengelola infodemi yang ada, karena informasi yang salah akan membuat masyarakat semakin tersesat, terlebih terkait dengan kesehatan, penyakit, dan kesejahteraan di era new normal ini.
Bedah buku kali ini sangat menarik, karena menghadirkan 3 pembicara dengan spesifikasi dan keunggulan masing-masing. Pertama, pembicara sebagai perwakilan penulis, yaitu oleh Dwi Cahyo Prasetyo, MA, atau Mas Tyo, dari UM Pontianak, yang menjadi Pustakawan Terinspiratif Nasional tahun ini. Pustakawan muda ini sangat keren dalam membuat power point, sehingga sangat menarik untuk disimak. Belum lagi dengan khazanah keilmuannya yang luas, ditandai dengan banyaknya sumber bacaan yang digunakan dalam pemaparannya. Mas Tyo banyak menyoroti tentang peran pustakawan selama pandemi ini. Banyak hal banyak dilakukan, termasuk berperan dalam menangkal informasi yang salah, atau bagaimana pustakawan berkecimpung dalam infodemi. Pustakawan juga berperan dalam karya-karya fiksi, sehingga peran pustakawan semakin luas sampai di realita masyarakat terbawah.
Pembicara selanjutnya Ibu Yuli Isnaeni, M.Kep., Sp.Kom, Wakil Rektor II Unisa Yogyakarta. Beliau sekaligus adalah angota Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat ‘Aisiyah. Dalam pemaparannya menyampaikan akan beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh perpustakaan dan pustakawan selama pandemi ini, karena kurva kejadian Covid masih terus meningkat, dan kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir. Beliau terus mengingatkan agar pustakawan mampu menjadi garda terdepan akan literasi informasi, sehingga mampu mengedukasi baik untuk dirinya sendiri, pengguna perpustakaan, maupun orang-orang di sekitar tempat tinggal. Selain memberikan apresisasi akan terbitnya buku yang dinilai sangat bagus ini, beliau juga memberikan beberapa catatan dan masukan untuk perbaikan di masa yang datang. Begitu pula dengan pembicara terakhir, Ibu Dra. Labibah Zain, M.LIS., Kepala Perpustakaan sekaligus dosen Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Klaijaga, yang banyak berkecimpung sebagai pengurus kepustakawanan nasional dan internasional. Beliau menekankan bahwa pustakawan harus siap menghadapi banyak perubahan di segala bidang. Jangan sampai pandemi membuat buntu dan terlockdownnya ide-ide para pustakawan. Banyak hal justru menjadi inovasi baru akibat pandemi ini. Contohnya penyebarluasan layanan perpustakaan melalui media sosial, termasuk talkshow melalui IG kepada pemustaka, menyediakan layanan scan/kopi buku fisik yang dibutuhkan pemustaka, layanan QA/question and answer di website perpustakaan, dsb. Beliau memandang terbitan buku ini sebagai motivasi bagi teman-teman profesi kepustakawanan lainnya untuk turut berkarya dengan terus menulis. Jangan takut untuk menulis, itu pesan hangat dari beliau, meskipun isi buku terbaru ini tak luput dari koreksinya. Misalnya masih ada sedikit typo, penulisan daftar isi yang tidak disertakan nama penulisnya, adanya kata-kata yang sambung menyambung, tanpa spasi, penulisan kutipan yang sedikit bervariasi, dsb. Masukan dari pembicara bukanlah menjadi celaan, namun justru menajdi masukan untuk perbaikan. Namun demikian, pembedah tetap menyambut baik dan menilai bagus buku ini dan layak untuk menjadi bahan bacaan bagi siapa saja yang membutuhkan. Buku ini merupakan best practice, yang ditulis dengan bahasa yang ringan, sehingga mudah difahami, dan bisa dipraktikkan di perpustkaan lainnya. Buku dengan editor Lasa Hs, Nuryaman, dan Arda Putri W ini terbit dengan cover yang menawan, kertas yang bagus, dan mudah dibawa ke mana-mana. Jadi, bagi yang menginginkannya bisa menghubungi panitia atau Mbak Greta Perpustakaan UAD, dengan mengganti biaya cetak dan ongkos kirim sebesar seratus ribu rupiah. Pada akhir acara, Irkhamiyati, sebagai MC sekaligus moderator menyampaikan bahwa dari sekian banyak penanya, akan dipilih beberapa orang yang akan diberi dorprize berupa buku yang dibedah yang akan dikirim ke alamat institusinya. (Irkhamiyati-Agung Suydi).

Address
Kampus Terpadu:
Jl. Siliwangi (Ring Road Barat) No. 63 Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta. 55292
Telepon: (0274) 4469199
Fax.: (0274) 4469204
Email: info@unisayogya.ac.id
Campus I:
Jl. Munir 267 Serangan, Ngampilan, Yogyakarta.
Telepon: (0274) 374427
Office Working Hours
Monday-Saturday: 08:00-15:00 WIB
Certification






























