Perceraian Selebritas dan Fenomena Fatherless: Ketika Tokoh Publik Menjadi Cermin Masyarakat
Berita tentang perceraian selebriti semakin marak di media selama dua tahun terakhir. Fenomena ini tidak hanya menandai pergeseran dinamika rumah tangga tokoh publik, tetapi juga menunjukkan bagaimana masyarakat mengikuti pola pengasuhan anak yang berkembang setelah pasangan berpisah. Dalam berbagai laporan, selebriti tampak menjalani peran sebagai orang tua tunggal, dan representasi inilah yang diamati publik. Sebagai figur gaya hidup, keluarga para selebriti ini memengaruhi bagaimana masyarakat menafsirkan struktur keluarga modern. Karena media semakin menggambarkan pengasuhan yang berpusat pada ibu, hal ini berkontribusi pada persepsi bahwa berkurangnya keterlibatan ayah merupakan bagian dari pola keluarga yang semakin umum. Pada titik ini, isu fatherless mulai muncul sebagai bagian dari wacana publik yang dibentuk oleh siaran dan liputan berita tentang kehidupan selebriti.
Perceraian
Tren yang terlihat dalam pemberitaan selebriti sejalan dengan kondisi nasional. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, terdapat lebih dari 394 ribu perceraian di Indonesia, dengan 78 persen di antaranya adalah cerai gugat (Fajar.co.id., 10 November 2025) Angka ini menunjukkan pergeseran peran keluarga, khususnya karena ibu semakin menjadi pengasuh utama setelah perceraian. Fenomena ini juga mencerminkan meningkatnya jumlah anak yang tumbuh dengan keterlibatan ayah yang semakin terbatas dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kompas.id (9 Oktober 2025) melaporkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bahkan mencatat bahwa lebih dari 15 juta anak di Indonesia berpotensi menjadi anak fatherless, baik karena perceraian maupun struktur keluarga yang tidak stabil.
Di tengah meningkatnya angka perceraian, media memainkan peran penting dalam membentuk persepsi publik tentang keluarga. Liputan tentang selebriti memiliki pengaruh khusus karena minat publik yang besar terhadap kehidupan pribadi tokoh publik. Liputan tentang perjalanan selebriti pasca-perceraian, rutinitas harian, dan aktivitas mereka sebagai pengasuh tunggal banyak dikonsumsi. Dalam berbagai liputan media hiburan, selebriti digambarkan menghadapi momen-momen penting, seperti hari libur besar, sebagai orang tua tunggal. Penggambaran ini cenderung menekankan stabilitas dan kemampuan beradaptasi individu, tetapi kurang memberi ruang bagi perubahan peran ayah dalam keluarga.
Penelitian tentang framing laporan berita infotainment juga menunjukkan tren serupa. Media lebih tertarik menyoroti konflik, proses perceraian, dan respons emosional tokoh publik. Dampak jangka panjang pada anak-anak, dinamika pengasuhan, dan pergeseran peran ayah mendapat ruang yang relatif lebih sedikit. Akibatnya, wacana publik tentang perceraian lebih dibentuk oleh narasi pribadi yang dramatis daripada diskusi struktural tentang hubungan keluarga. Situasi ini memiliki implikasi terhadap persepsi publik tentang fatherless, yang secara bertahap diakui sebagai kondisi umum dalam keluarga pasca-perceraian.
Dalam literatur psikologi, keterlibatan ayah memainkan peran penting dalam perkembangan anak. Berbagai studi menegaskan bahwa kehadiran ayah terkait dengan pembentukan identitas diri, keterampilan pengaturan emosi, dan perkembangan sosial. Absennya ayah, baik secara fisik maupun dalam peran pengasuhan, dapat memengaruhi perkembangan anak, terutama selama masa remaja. Oleh karena itu, peningkatan representasi keluarga fatherless dalam pemberitaan tentang tokoh publik berpotensi memengaruhi bagaimana masyarakat memahami pentingnya peran ayah dalam struktur keluarga modern.
Paparan publik terhadap dinamika keluarga selebriti tidak hanya membentuk persepsi individu tetapi juga memengaruhi konstruksi sosial peran orang tua. Selebriti, sebagai panutan dalam banyak aspek kehidupan, memiliki pengaruh signifikan dalam menetapkan standar baru untuk pengasuhan anak. Ketika pengasuhan anak oleh orang tua tunggal dianggap sebagai pola umum di kalangan tokoh publik, publik mungkin menganggap situasi ini sebagai bagian alami dari perkembangan keluarga modern, terlepas dari konsekuensi psikososial bagi anak-anak.
Fenomena ini menunjukkan bahwa perceraian selebriti tidak hanya berdampak pada kehidupan pribadi tokoh publik tetapi juga berkontribusi pada pembentukan pemahaman kolektif tentang keluarga. Melalui liputan intensif dan seringkali pembingkaian yang berpusat pada individu, publik menganggap fatherless sebagai kondisi yang semakin umum. Tantangannya adalah memperluas wacana publik untuk mencakup pentingnya keterlibatan ayah, daripada hanya mengikuti representasi media yang menekankan peran ibu sebagai pengasuh utama.
oleh : Baiq Hizmiatul Yastri (Mahasiswa Administrasi Publik UNISA Yogyakarta)











Leave a Reply
Want to join the discussionFeel free to contribute!