Pos

Gathering

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menyelenggarakan Employee Gathering pada Sabtu (23/8) di Joglo Panglipuran, Magelang. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh unsur pegawai, mulai dari Badan Pembina Harian (BPH), pimpinan rektorat, dosen, hingga tenaga kependidikan.

Employee Gathering digelar sebagai upaya meningkatkan komunikasi dan koordinasi antarpegawai, sekaligus menjadi momentum untuk recharge energi dalam menghadapi program kerja UNISA Yogyakarta tahun 2025–2026.

Rektor UNISA Yogyakarta, Dr. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan kebersamaan ini diharapkan dapat mempererat hubungan kerja, membangun sinergi, serta menghadirkan semangat baru dalam menjalankan tugas.

“Employee Gathering ini bukan sekadar kebersamaan, melainkan sebuah momen untuk memperkuat koordinasi dan komunikasi antar seluruh unsur di UNISA. Dengan semangat baru yang kita bangun bersama, saya optimis kita bisa menyukseskan program kerja tahun 2025–2026,” ujar Dr. Warsiti.

Dalam kesempatan tersebut, peserta mengikuti berbagai kegiatan kebersamaan, antara lain outbound yang menekankan kerja sama tim, serta rafting yang menguji kekompakan sekaligus menjadi sarana penyegaran. Suasana penuh semangat dan kekeluargaan mewarnai seluruh rangkaian kegiatan, mempererat kebersamaan antarpegawai di luar rutinitas kerja harian.

Melalui kegiatan ini, UNISA Yogyakarta menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat sumber daya manusia sebagai kunci dalam mewujudkan visi kampus berwawasan kesehatan, pilihan dan unggul berdasarkan nilai-nilai islam berkemajuan.

Bem

Yogyakarta, 20 Agustus 2025, Sebanyak 100 mahasiswa dari berbagai ormawa berkumpul di Lapangan Basket UNISA Yogyakarta untuk mengikuti diskusi bertajuk “Kepemimpinan Anak Muda: Revitalisasi Keorganisasian Mahasiswa Modern”. Acara tersebut menghadirkan panelis lintas kampus yakni Tiyo Ardianto (Presma BEM KM UGM), Fatur Djaguna (Koordinator Umum BEM DIY sekaligus Presma Unjaya) , dan Lukmannul Hakim (Presma UNISA Yogyakarta).

Diskusi berjalan dinamis dan sarat nuansa reflektif. Di samping menegaskan pentingnya persaudaraan dan kolaborasi, ketiga pembicara menyoroti akar masalah dan tantangan struktural yang mempengaruhi kehidupan organisasi mahasiswa masa kini.

Tiyo membuka bahasan dengan penekanan kronologis: menurutnya, kemunduran praktik keorganisasian banyak bermula sejak masa pandemi COVID-19. “Pandemi memaksa proses kaderisasi, pertemuan rutin, dan praktik kolektif lainnya tertunda atau berpindah ke ruang maya — dan itu berdampak panjang pada kapasitas organisasi,” ujarnya.

Tiyo menambahkan bahwa kelanjutan kebijakan Merdeka Belajar — Kampus Merdeka (MBKM) juga turut memberi dampak, dengan mobilitas akademik dan pembagian waktu antara kegiatan akademik-eksternal yang mengubah pola keterlibatan mahasiswa dalam ormawa. Ia menggarisbawahi kebutuhan merancang pola kerja ormawa yang fleksibel namun tetap menjaga kontinuitas kaderisasi dan partisipasi.

Fatur Djaguna melanjutkan dengan perspektif historis. Dalam paparan singkatnya, Fatur menelisik perjalanan kepemimpinan dan gerakan mahasiswa di Yogyakarta—mulai dari tradisi dialog publik, solidaritas lintas kampus, hingga transformasi bentuk aksi yang terjadi seiring perubahan sosial-politik. Menurutnya, memahami jejak historis gerakan sangat penting untuk merumuskan strategi revitalisasi yang tidak mengulang kegagalan masa lalu.

“Sejarah gerakan memberi kita pelajaran tentang taktik, etika perjuangan, dan pentingnya institution building,” katanya.

Sementara itu, Lukmannul Hakim menyoroti masalah generasional yang kerap menjadi sumber gesekan internal. Lukman mengemukakan adanya gap antara pola kepemimpinan generasi sebelumnya—yang cenderung hierarkis dan berbasis pengalaman panjang—dengan gaya kepemimpinan anak muda yang lebih eksploratif, digital, dan hasil-berorientasi.

“Kesenjangan ini bukan semata konflik; ia peluang untuk menyintesis pengalaman dan inovasi. Namun tanpa jembatan komunikasi yang baik, gap itu bisa memecah kebersamaan,” tegasnya.

Lukman mengajak ormawa untuk merumuskan mekanisme transfer pengetahuan yang menghargai kedua sisi: penghormatan pada tradisi dan ruang bagi pembaruan.

Diskusi juga mengangkat isu-isu Pendidikan, Ekonomi, Sosial-Politik dan literasi media digital.

Pada sesi akhir ditutup dengan pembacaan tujuh poin pernyataan sikap tentang Kepemimpinan Anak Muda.

Sinergi

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menerima kunjungan silaturahmi dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul pada Kamis (21/08/2025). Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Gedung Siti Walidah ini menjadi momentum penting untuk mempererat hubungan dan membahas pengembangan pendidikan.

Ketua PDM Bantul, Arba Riksawan Qomaru, SE, menjelaskan bahwa selain menjalin tali silaturahmi, kedatangan mereka juga bertujuan untuk membahas perkembangan Pondok Pesantren Asy-Syifa Muhammadiyah Bambanglipuro, Bantul.

“Harapan kami, kerja sama antara PDM Bantul, khususnya Pondok Pesantren Asy-Syifa, dan UNISA Yogyakarta dalam pengembangan dan memajukan SDM terus berlanjut,” kata Arba.

Badan Pembina Harian (BPH) Pondok Pesantren Asy-Syifa, Drs. Purwana, MA, yang ikut hadir, menyampaikan kabar gembira.

“Dua alumni Pondok Pesantren Asy-Syifa sudah diterima menjadi mahasiswa di UNISA Yogyakarta dan mendapatkan beasiswa penuh,” ujarnya.

Purwana berharap, di tahun-tahun mendatang, semakin banyak alumni pesantren yang melanjutkan studi di UNISA.

Wakil Rektor IV UNISA Yogyakarta Dr. M. Ali Imron, M.Fis menyambut baik kunjungan ini dan perluasan kerja sama. “Kerja sama yang sudah terjalin antara UNISA Yogyakarta dengan Asy-Syifa bisa dilanjutkan di bidang lain, seperti pengabdian masyarakat dan keaktifan karyawan UNISA yang berdomisili di daerah Bantul,” tuturnya.

Diskusi hangat ini juga melibatkan Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) serta Wakil Rektor III UNISA Yogyakarta, Prof. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc. Pertemuan ini menunjukkan komitmen kedua belah pihak untuk terus bersinergi dalam memajukan dakwah dan pendidikan di lingkungan Muhammadiyah.

Raya

Kasus balita meninggal karena cacingan di Sukabumi, Jawa Barat menjadi sebuah ironi. Dosen Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Endang Koni Suryaningsih menilai cacingan tidak bisa dianggap sebagai penyakit ringan dan bisa berakibat fatal.

“Kasus meninggalnya balita di Sukabumi akibat cacingan sangat memprihatinkan dan menjadi peringatan bagi kita semua. Banyak masyarakat masih menganggap cacingan sebagai penyakit ringan, padahal bila tidak ditangani dapat menimbulkan komplikasi serius seperti anemia berat, kekurangan gizi, hingga gangguan tumbuh kembang anak,” ucap Endang Koni, Kamis (21/8/2025).

Endang Koni menjelaskan kondisi tersebut bisa melemahkan daya tahan tubuh anak, membuatnya rentan terhadap penyakit lain, dan dalam kasus tertentu dapat berujung pada kematian. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, kasus ini menunjukkan bahwa upaya promotif dan preventif seperti edukasi kebersihan, sanitasi lingkungan, serta pemberian obat cacing rutin harus semakin digencarkan, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Lebih lanjut Endang Koni mengatakan kasus cacingan bisa berujung fatal karena cacing di dalam usus anak dapat menghisap darah dan zat gizi secara terus-menerus. Bila jumlahnya banyak, anak akan mengalami anemia berat, kekurangan protein, dan energi kronis. Kondisi ini membuat tubuh anak sangat lemah, rentan infeksi, hingga organ vital seperti jantung tidak mampu bekerja optimal akibat kurangnya suplai oksigen. Pada tahap inilah risiko kematian bisa terjadi. “Jadi, cacingan bukan sekadar penyakit ringan, melainkan ancaman serius bagi tumbuh kembang bahkan keselamatan jiwa anak, terutama bila terlambat ditangani,” ungkapnya.

Anak bisa rentan cacingan bila sering bermain tanpa alas kaki, jarang cuci tangan, kuku kotor, makan makanan yang tidak higienis, serta tinggal di lingkungan dengan sanitasi dan air bersih yang buruk. Gizi anak juga berpengaruh terhadap risiko dan keparahan cacingan. “Anak dengan gizi baik lebih kuat melawan infeksi, sedangkan anak dengan gizi buruk lebih mudah sakit, kehilangan zat besi lebih cepat, dan cacingan akan menimbulkan gejala yang jauh lebih berat,” ujar Endang Koni.

Gejala dan Upaya Mencegahnya

Endang Koni mengungkapkan gejala cacingan pada anak sering kali tidak langsung terlihat, sehingga orang tua perlu jeli memperhatikan tanda-tandanya. Beberapa gejala dini yang patut dicurigai antara lain nafsu makan menurun tetapi perut tampak buncit, berat badan sulit naik, anak tampak pucat dan lemas, sering mengeluh sakit perut, serta gatal di sekitar anus terutama pada malam hari. Selain itu, anak juga bisa menjadi mudah rewel, sulit konsentrasi, dan daya tahan tubuhnya menurun sehingga mudah sakit. Jika gejala ini muncul, sebaiknya segera diperiksakan ke fasilitas kesehatan agar mendapat penanganan lebih cepat dan tepat.

“Tanda bahaya cacingan yang harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan adalah bila anak tampak sangat pucat, lemas, sesak napas, atau muntah dan buang air besar keluar cacing. Kondisi ini menunjukkan infeksi sudah berat dan bisa mengancam nyawa,” jelas Endang Koni.

Untuk mencegah cacingan bisa dilakukan dengan membiasakan anak cuci tangan menggunakan sabun, memakai alas kaki, menjaga kebersihan kuku, memastikan makanan dan minuman higienis, serta memberi obat cacing rutin setiap 6 bulan. Obat cacing juga sangat penting untuk memutus siklus infeksi, menjaga anak terhindar dari anemia dan gizi buruk. Idealnya diberikan rutin setiap 6 bulan, atau 2 kali dalam setahun sesuai anjuran Kementerian Kesehatan.

Tidak kalah penting adanya Posyandu. Posyandu bisa membagikan obat cacing dan memantau tumbuh kembang anak, sekolah menanamkan kebiasaan hidup bersih, sementara kader desa mengedukasi keluarga dan menjaga sanitasi lingkungan. Kolaborasi ini kunci pencegahan cacingan.

“Pesan saya jangan anggap remeh cacingan. Penyakit ini bisa menghambat tumbuh kembang anak bahkan berujung fatal. Biasakan hidup bersih dan beri obat cacing rutin agar anak tetap sehat dan terlindungi,” pesan Endang Koni.

Bidan new

Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta menerima kunjungan studi banding dari Universitas Ngudi Waluyo (UNW) Semarang, Rabu (20/8/2025). Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Gedung Siti Moendjijah ini bertujuan untuk membahas pengembangan Program Studi Bidan dan Profesi Bidan.

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKEs) Unisa Yogyakarta, Dr. Dewi Rokhanawati, S.SiT., M.PH, menyambut hangat kedatangan rombongan UNW. Dewi menegaskan komitmen FIKEs Unisa Yogyakarta untuk selalu membuka ruang diskusi dan kolaborasi demi kemajuan pendidikan kebidanan.

“Kami selalu membuka peluang dalam diskusi pengembangan program studi Bidan dan Profesi Bidan,” ungkap Dewi.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kesehatan UNW, Eko Susilo, S.Kep., Ns., M.kes, menyampaikan terima kasih atas sambutan baik dari Unisa Yogyakarta. Ia menjelaskan bahwa tujuan utama kunjungan ini adalah untuk mempelajari lebih lanjut dalam praktik terbaik yang telah diterapkan oleh Unisa Yogyakarta, terutama dalam hal kurikulum di prodi Kebidanan.

Kegiatan studi banding ini dilanjutkan dengan sesi diskusi mendalam bersama jajaran ketua program studi dan para dosen kebidanan Unisa Yogyakarta. Pertukaran ide dan pengalaman ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi kedua universitas dalam meningkatkan kualitas lulusan dan menjawab tantangan industri kesehatan di masa depan. Melalui sinergi ini, kedua kampus berkomitmen untuk terus berinovasi dalam pendidikan kesehatan.