9 Industry, Innovation and Infrastructure

Stop Anggap Remeh! 90% Hidup Kita di Dalam Gedung, Pastikan 5 Standar Keselamatan Ini Terpenuhi

, ,
Gedung

Sejumlah Kasus Kelalaian Teknis Bangunan Gedung yang terjadi akhir-akhir ini, seperti kebakaran di dalam bangunan yang berujung 22 nyawa menghilang, bangunan pondok pesantren yang menelan 61-67 korban jiwa dan kejadian bangunan gedung tiba-tiba runtuh, menunjukan bangunan gedung yang seharusnya menjadi tempat manusia melakukan 90% aktifitas harian dengan perasaan aman dapat menjadi maut untuk manusia. Kejadian tersebut disebabkan sebagian besar masyarakat masih belum memprioritaskan kebutuhan teknis perencanaan bangunan gedung yang dapat memberikan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pengguna gedung. Padahal di dalam Undang-Undang No.28 tahun 2002 dan 2005 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26 tahun 2008 telah menjadi dasar hukum agar setiap pemilik gedung wajib memenuhi kelaikan fungsi bangunan gedung. Namun, hingga saat ini kelaikan fungsi bangunan gedung dianggap masih sebatas regulasi dan administrasi semata yang memberatkan pemilik bangunan gedung.

Kelayakan Gedung

Salah satu urgensi dari kelayakan fungsi bangunan gedung salah satunya aspek keselamatan bangunan gedung. Banyak kesalahan di system keselamatan gedung yang seharusnya ada dan dapat menyelamatkan penghuni, dianggap sepele dan menjadi malapetaka saat terjadi bencana. Sebagai contoh yang pertama, bangunan gedung bertingkat banyak di desain dengan satu bahkan hanya dengan tangga umum yang bersifat terbuka di dalam bangunan. Sementara fungsi tangga darurat yaitu tangga yang dilengkapi proteksi dinding untuk mencegah kebakaran masuk ke jalur evakuasi. Ketika terjadi kebakaran tangga umum menjadi perantara paling cepat untuk menyebarkan asap dan api ke setiap lantai bangunan secara vertikal karena tidak memiliki system proteksi sehingga penghuni sulit untuk melakukan evakuasi. Kendati demikian, 60-80% kematian terjadi karena inhalasi asap (Pitts, 2001).

Kedua, Jumlah tangga darurat yang minim pada bangunan yang terlalu panjang atau terlalu tinggi, dengan penghuni yang banyak dapat mengakibatkan crowded saat proses evakuasi melalui pintu evakuasi dan tangga darurat, bahkan menelan korban jiwa karena berdesakan seperti Tragedi Victoria Hall (1883).

Ketiga, Tangga darurat atau pintu evakuasi yang mengarah keluar bangunan gedung, berjumlah hanya satu di setiap lantai bangunan gedung dapat menyebabkan “deadlock” atau kondisi jalan buntu, dimana penghuni tidak memiliki pilihan jalan lain untuk evakuasi diri.

Keempat, Keberadaan perangkat aktif (sensor) untuk mendeteksi asap dan api juga menjadi penting, perangkat yang terhubung dengan alarm dapat memberikan peringatan dini untuk evakuasi segera dan perangkat yang terhubung dengan sprinkler dapat bekerja otomatis untuk memadamkan api. Jika bangunan gedung hanya dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) maka butuh penyesuaian antara jenis zat pemadam dan jenis benda yang akan dipadamkan. Ketidaktahuan terkait zat APAR tidak dapat memadamkan api bahkan memperbesar nyala api (Kasus Tetra Drone, 2025).

Kelima, posisi titik evakuasi sebaiknya berada di lokasi yang aman dan terbuka, jangan terlalu dekat dengan bangunan gedung sehingga dapat berisiko terdampak bahaya langsung. Titik Evakuasi juga dapat terlihat jelas serta tidak disarankan berada di area parkir aktif. Jika lahan terbuka tempat bangunan gedung terlalu sempit untuk membuat titik kumpul evakuasi, pemilik gedung dapat membuat titik evakuasi kawasan bersama masyarakat disekitarnya dengan penanda yang jelas.

Beberapa poin di atas yang menjadi perhatian bersama, pentingnya sistem keselamatan bangunan gedung sebagai jaminan dini keselamatan setiap pengguna bangunan gedung.  Pemilik gedung sudah sewajarnya memiliki tanggung jawab moral terhadap sistem keselamatan gedung yang dimiliki dan dipergunakan untuk banyak orang dan tidak melihat standar keselamatan hanya pada sisi regulasi. Selain itu para ahli Teknik Bangunan Gedung yang terlibat dalam proses pembangunan memiliki kode etik untuk bersikap professional dan penuh tanggung jawab terhadap kepakarannya.

Oleh : Ar. Riri Chairiyah, S.T., M.Arch.

Dosen Program Studi Arsitektur dari Lab.Health Technology and Development(HTD-Lab) Program Studi Arsitektur UNISA Yogyakarta

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *