Fun run

Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta akan menggelar Charity Fun Run 2025, Minggu (12/10/2025) mendatang. Sebagai kampus berwawasan kesehatan, Charity Fun Run 2025 ini wujud nyata menanamkan budaya sehat dalam berbagai aspek kehidupan.

“Wawasan kesehatan tidak hanya akademis, tapi perilaku sehari-hari. Seperti meningkatkan kesehatan, dengan aktivitas fisik,” ujar Wakil Rektor IV Bidang Kerja Sama dan Urusan Internasional, Ali Imron, saat konferensi pers, di Unisa Yogyakarta, Sabtu (20/9/2025).

Imron menyebut Unisa Yogyakarta juga mencoba mewujudkan rasa kepedulian sosial kepada sesama melalui kegiatan Charity Fun Run 2025 ini. Disebutnya panitia  sama sekali tidak mencari keuntungan dari kegiatan ini.

“Justru kami menjadikannya bagian dari charity. Kegiatan ini bukan hanya menyehatkan lahir, tetapi juga menyehatkan batin. Kita ingin Unisa dikenal sebagai universitas berwawasan kesehatan yang berdampak nyata bagi masyarakat,” ujarnya.

Imron menjelaskan yang membedakan acara Charity Fun Run 2025 adalah charity-nya. “Kita tidak hanya berlari untuk sehat, tetapi juga berbagi. Itu fokus utama dan ciri khas Unisa dibanding event lari lain yang marak di Yogyakarta,” ucapnya.

Imron mengatakan bahwa kegiatan ini bersifat lari santai. Sehingga tidak ada pembagian kelas usia maupun sistem kompetisi ketat. “Konsep fun run lebih menekankan kebersamaan dan partisipasi dibandingkan prestasi,” kata Imron. 

Charity Fun Run 2025 terbagi dalam dua kategori jarak, yakni 2,5 kilometer dengan biaya pendaftaran Rp150.000 dan 5 kilometer dengan biaya Rp200.000. Rute yang diambil berada di sekitar kampus Unisa Yogyakarta.

Setiap peserta akan memperoleh sejumlah fasilitas, antara lain jersey race, medali finisher, BIB number, tote bag, water station dan refreshment, doorprize, hiburan, serta asuransi. 

Panitia menyiapkan hadiah, undian menarik. Mulai dari smartwatch, televisi, kulkas, sepeda, hingga sepeda motor.  “Charity Fun Run ini bagian dari rangkaian Milad ke-34 Unisa Yogyakarta. Ada berbagai kegiatan yang kita gelar,” ucap Ketua Milad Unisa ke-34 Unisa Yogyakarta, Wantonoro.

Selain kegiatan lari, acara ini juga akan dilengkapi dengan sejumlah agenda sosial. Panitia menyediakan layanan pemeriksaan kesehatan gratis, pengobatan gratis, donor darah, serta senam massal yang akan melibatkan sekitar 2.500 mahasiswa baru bersama warga sekitar kampus. 

“Acara ini tidak hanya menghadirkan manfaat fisik bagi para peserta, tetapi juga memberikan dampak sosial yang lebih luas bagi masyarakat,” ujarnya.

Umbi-umbian

Oleh: Wiwit Probowati, S.Si., M.Biotech., Ph.D

Di tengah gempuran makanan modern berbahan olahan instan, umbi-umbian lokal perlahan mulai kehilangan tempatnya, terutama di kalangan anak-anak. Padahal, Indonesia menyimpan kekayaan sumber daya genetik tanaman yang luar biasa, termasuk berbagai jenis umbi minor seperti ganyong, garut, gembili, gadung, uwi, dan suweg. Keberadaannya kini semakin terpinggirkan, tidak hanya karena kalah pamor dari makanan cepat saji, tetapi juga akibat minimnya strategi pelestarian yang adaptif terhadap zaman.

Sebuah gagasan segar muncul dari Program Kemitraan Masyarakat yang bekerjasama dengan petani dan mitra UMKM kue (Sameera’s cake and snack) menjadikan umbi-umbian minor menjadi makanan yang lebih modern. Sebuah ide sederhana namun sangat visioner dari Wiwit Probowati dosen prodi Bioteknologi UNISA Yogyakarta dan Silvi Lailatul Mahfida  dosen prodi Gizi UNISA berkolaborasi dalam Program Kemitraan Masyarakat Kemendikti Saintek pada September 2025. Melalui pendekatan kuliner yang menyenangkan, strategi ini menyatukan dua tujuan besar—mengenalkan kembali kekayaan pangan lokal kepada generasi muda, sekaligus melestarikan sumber daya genetik tanaman dari ancaman kepunahan.

Ganyong: Si Kaya Gizi yang Terlupakan

Umbi-umbian minor merupakan kelompok tanaman yang selama ini kurang mendapat perhatian, baik dalam sistem pangan maupun kebijakan pertanian. Padahal, selain memiliki nilai gizi tinggi, banyak di antara umbi ini mampu tumbuh di lahan marginal, tahan terhadap perubahan iklim, dan tidak membutuhkan perawatan intensif. Artinya, secara ekologis dan ekonomis, tanaman-tanaman ini sangat potensial dikembangkan, khususnya di daerah pedesaan seperti Sleman.

Sayangnya, generasi muda saat ini hampir tak mengenal nama-nama seperti gembili atau uwi. Jangankan rasa dan manfaatnya, bentuk tanamannya pun mungkin belum pernah mereka lihat. Tanpa usaha pelestarian aktif, bukan tidak mungkin keberagaman genetik ini akan hilang, bersama dengan potensi kuliner dan budayanya. Hasil riset sebelumnya yang dilakukan oleh Wiwit Probowati pada tahun 2024 salah satu umbi-umbian minor yang keberadaannya melimpah di Kabupaten Sleman yaitu umbi ganyong.

Kuliner sebagai Sarana Pelestarian Genetik

Pelestarian sumber daya genetik tidak hanya dilakukan di laboratorium atau bank gen. Salah satu cara terbaik menjaga eksistensi varietas tanaman adalah dengan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjadikan umbi minor sebagai bagian dari menu harian, maka akan ada permintaan yang konsisten dari pasar, yang pada akhirnya mendorong petani untuk tetap menanam dan membudidayakannya.

Pola pikir inilah yang menjadi kekuatan strategi bagi mitra UMKM. Ketika jajanan berbasis umbi minor dikembangkan sebagai produk UMKM atau kegiatan sekolah, maka keberlanjutan tanaman tersebut secara otomatis akan terjaga. Ini bukan hanya soal makanan, tetapi juga soal mempertahankan warisan hayati dan budaya yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.

Tantangan dan Harapan

Tentu saja strategi ini tidak lepas dari tantangan. Masih banyak persepsi negatif terhadap umbi-umbian sebagai “makanan orang desa” atau “pangan zaman susah”. Selain itu, keterbatasan pasokan dan pengetahuan pengolahan juga menjadi hambatan dalam skala produksi yang lebih besar.

Namun dengan kolaborasi yang kuat antara masyarakat, pemerintah daerah, akademisi, dan komunitas perempuan seperti ‘Aisyiyah, tantangan ini bisa diatasi. Edukasi publik perlu digencarkan, khususnya melalui kegiatan sekolah, pasar kuliner lokal, dan media sosial. Pemerintah juga perlu mendukung lewat kebijakan yang berpihak pada pelestarian tanaman lokal serta pendampingan teknis untuk UMKM berbasis pangan lokal.

Menu Jajanan, Menu Masa Depan

Apa yang dilakukan oleh Mitra bukan hanya sekadar variasi makanan anak-anak. Ini adalah bentuk nyata dari diversifikasi pangan lokal untuk mewujudkan ketahanan pangan . Di tengah arus globalisasi dan komersialisasi makanan, keberanian untuk tetap berpijak pada kearifan lokal adalah langkah revolusioner.

Melalui jajanan yang ramah anak, sehat, dan berbasis lokal, kita sedang menanam benih kesadaran akan pentingnya menjaga biodiversitas, ketahanan pangan, dan identitas budaya. Jika hari ini anak-anak belajar menyukai uwi dalam bentuk donat, maka kelak mereka akan menjadi generasi yang menghargai keberagaman hayati dan bangga akan kekayaan kuliner bangsanya.

Langkah kecil ini bisa jadi bola salju perubahan. Karena pelestarian tidak selalu harus dimulai dari laboratorium. Kadang, ia cukup dimulai dari dapur rumah, dari meja makan sekolah, atau dari tangan kecil anak-anak yang tengah menikmati kue bolu uwi buatan ibu mereka.

Judol pinjol

Ancaman judol pinjol, judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) yang semakin meresahkan kini menjadi perhatian serius di kalangan pelajar. Merespons hal ini, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta turun tangan memberikan edukasi langsung kepada siswa-siswi kelas 9 di SMP Negeri 1 Playen, Gunungkidul.

Kegiatan yang berlangsung selama empat hari, dari Selasa (18/8) hingga Jumat (22/8) ini, bertujuan untuk ‘membentengi’ para remaja dari bahaya laten judol dan pinjol. Mahasiswa memberikan pemaparan komprehensif mulai dari pengertian, dampak buruk dari sisi ekonomi dan psikologis, hingga tips praktis untuk menghindarinya.

Pihak sekolah menyambut baik inisiatif ini. Bidang Kesiswaan SMP Negeri 1 Playen, Trihono, menilai materi yang disampaikan sangat relevan dengan isu sosial yang sedang viral.

“Saya senang dengan adanya edukasi Judol dari mahasiswa KKN UNISA Yogyakarta. Ini bisa menjadi salah satu bentuk pencegahan yang bagus untuk anak-anak SMP,” ujar Trihono.

Sebelum dan sesudah penyuluhan, para siswa diminta mengisi pre-test dan post-test untuk mengukur peningkatan pemahaman. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan, membuktikan bahwa banyak siswa yang sebelumnya hanya tahu tanpa memahami betul bahaya di baliknya.

Program ini diharapkan dapat meningkatkan literasi keuangan dan digital para siswa, sehingga mereka lebih bijak dalam mengambil keputusan dan tidak mudah tergiur oleh tawaran instan yang merugikan.

Materi kebangsaan

Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar rangkaian Masa Taaruf (MATAF) 2025 hari pertama setelah pembukaan di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan, Selasa (16/9). Sebanyak 2.508 mahasiswa baru mengikuti berbagai materi pembekalan yang bertujuan menumbuhkan kesadaran kebangsaan, memperkuat komitmen bela negara, serta memantapkan orientasi studi di perguruan tinggi.

Materi pertama disampaikan oleh Wakil Rektor III UNISA Yogyakarta, Prof. Dr. Mufdillah, S.Pd., S.iT., M.Sc.dengan tema “Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi wa Syahadah.” Ia menegaskan bahwa prinsip Darul Ahdi wa Syahadah yang digagas Muhammadiyah menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara yang final dan tidak dapat ditawar.

“Menjaga Indonesia adalah amanah dari Allah bagi seluruh penduduknya. umat Islam harus menjadi teladan dengan menebarkan kebaikan, mencegah perpecahan, dan mewujudkan masyarakat adil, makmur, serta diridhai Allah. Inilah wujud Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dalam konteks NKRI,” terang Prof. Mufdillah.

Materi kedua diisi oleh Kompol Leo Nisya Sagita, S.I.K., Kasubditbintibsos Ditbinmas Polda DIY, mengenai “Peran Strategis Mahasiswa dalam Upaya Bela Negara di Era Post-Truth.” Ia menekankan pentingnya mahasiswa sebagai agen perubahan untuk aktif melawan arus disinformasi dan hoaks yang mengancam persatuan bangsa.

“Penelitian Lemhanas RI tahun 2024 menunjukkan 39 persen mahasiswa sudah terpapar paham radikal atau konten tidak layak. Ini menjadi tantangan serius. Mahasiswa tidak boleh pasif, melainkan harus mampu memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya, serta memiliki kesadaran bela negara sebagai wujud tanggung jawab membangun bangsa,” jelas Kompol Leo.

Materi ketiga disampaikan oleh Amika Wardana, S.Sos., M.A., Ph.D. dengan topik “Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia.” Amika menekankan pentingnya mahasiswa memiliki perencanaan studi sejak awal, mulai dari target IPK, organisasi yang akan diikuti, hingga rencana setelah lulus.

“Mahasiswa jangan hanya menjadi KUPU-KUPU (kuliah pulang, kuliah pulang). Perguruan tinggi adalah ruang pengembangan diri. Maka, penting untuk aktif di perkuliahan maupun organisasi, serta mampu mengelola perencanaan akademik dengan baik agar perjalanan studi berjalan lancar,” ujarnya.

Amika juga mendorong mahasiswa untuk terus mengembangkan diri melalui organisasi, penelitian, hingga berbagai kegiatan ilmiah. Ia memperkenalkan konsep 6C sebagai kompetensi penting yang perlu dimiliki mahasiswa di era global, yaitu critical thinking, creativity, communication, citizenship, collaboration, dan character.

Rangkaian kegiatan MATAF UNISA Yogyakarta hari pertama ini diharapkan dapat membentuk mahasiswa baru yang berkarakter, memiliki wawasan kebangsaan yang kokoh, serta siap menjadi pembelajar berintegritas dan berkontribusi nyata untuk bangsa dan masyarakat.

Tes iva

Kanker serviks masih menjadi momok menakutkan bagi perempuan di Indonesia. Prihatin dengan tingginya angka kasus, tim dosen dari Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta turun langsung menggelar penyuluhan dan pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) gratis untuk warga di Karangkajen, Yogyakarta, Senin (08/092025).

Langkah ini diambil untuk mematahkan rasa takut dan malu yang seringkali menghalangi perempuan melakukan deteksi dini. Padahal, data Globocan 2020 menunjukkan ada lebih dari 36 ribu kasus baru kanker serviks di Indonesia, yang sebagian besar ditemukan saat sudah stadium lanjut.

“Banyak ibu-ibu yang takut atau malu melakukan pemeriksaan, sehingga ketika datang ke rumah sakit kondisinya sudah parah. Inilah yang ingin kami ubah,” ujar Herlin Fitriana Kurniawati, salah satu anggota tim pengabdian, dalam keterangannya.

Dalam kegiatan ini, para dosen menjelaskan bahwa tes IVA adalah metode deteksi dini yang sederhana, cepat, dan murah. Berbeda dengan pap smear, hasil tes IVA bisa diketahui hanya dalam beberapa menit. Para peserta yang hadir pun langsung mengikuti pemeriksaan yang digelar di Pesantren MBS Putri Karangkajen.

Hasilnya, seluruh peserta yang diperiksa menunjukkan hasil IVA negatif. Meski begitu, tim pengabdian tetap mengingatkan pentingnya pemeriksaan rutin setiap tahun. Selain pemeriksaan, warga juga dibekali leaflet informatif untuk melanjutkan edukasi secara mandiri.

“Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi program rutin di masyarakat. Lebih baik mencegah daripada terlambat mengobati,” pungkas Ana.