Silent Killer Intai Remaja Putri, Tim UNISA Yogyakarta Blusukan ke Asrama Sleman

, ,
Silent killer

Ancaman silent killer alias hipertensi kini tak hanya mengintai orang tua. Data Riskesdas 2018 mencatat, sekitar 8,3% remaja Indonesia usia 15-17 tahun sudah mengalaminya. Merespons kondisi darurat ini, tim pengabdian masyarakat dari Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta blusukan ke Asrama Putri Mahasiswa Pimpinan Wilayah Tabligh Muhammadiyah  (PUTM) Sleman, Yogyakarta, Jumat (24/10/25).

Tim kesehatan dari program studi Fisioterapi UNISA Yogyakarta ini menggelar pengabdian masyarakat yang fokus pada promosi dan skrining kesehatan. Tujuannya meningkatkan literasi kesehatan remaja putri agar terhindar dari hipertensi sejak dini.

Kegiatan ini menghadirkan pemateri Indriani, SKM., MSc, serta tim kesehatan yang dipimpin Veni Fatmawati, M.Fis, bersama lima mahasiswa Fisioterapi. Mereka langsung memberikan edukasi promotif dan preventif. Tak hanya teori yang diberikan, para remaja putri di asrama langsung dicek kesehatannya satu per satu, meliputi pengukuran tekanan darah, berat badan, dan indeks massa tubuh (IMT).

Ustadz Asep Rahmat Fahzi, S.Th.i, M.Pd., mewakili pimpinan PUTM, menyambut hangat aksi ini. Ia mengapresiasi kerja sama yang terjalin, khususnya dalam peningkatan literasi kesehatan para santriwati.

Bahaya Silent Killer pada Remaja Putri

Fokus pada remaja putri ini bukan tanpa alasan. Hipertensi esensial pada remaja sering tidak disadari karena gejalanya minimal, padahal bisa berlanjut hingga dewasa dan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.

“Kondisi ini disebut silent killer karena bisa berakhir pada komplikasi penyakit berat seperti penyakit jantung, stroke, hingga gagal ginjal di kemudian hari jika tidak dicegah,” ungkap Indriani dalam paparannya.

Ia menambahkan, “Khususnya untuk remaja putri, ini berisiko terjadinya hipertensi dan diabetes selama kehamilan yang sangat berbahaya bagi kesehatan ibu dan anak.”

Faktor risikonya beragam, mulai dari genetik, pola hidup tidak sehat, kurang gerak, konsumsi garam berlebih, obesitas, hingga stres.

“Penting untuk memeriksakan tekanan darah secara teratur, melakukan aktivitas fisik, pola makan sehat rendah garam, dan manajemen stres. Jika sudah terjadi, segeralah ke dokter,” tegas Indriani.

Skrining kesehatan ini diharapkan memberikan gambaran nyata status kesehatan peserta dan memotivasi mereka untuk menerapkan gaya hidup sehat.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *